Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten dari Pengguna
Perbedaan Jogja dan Yogyakarta dalam Penyebutannya yang Populer
15 Mei 2023 9:28 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kota Yogyakarta adalah salah satu provinisi di Indonesia yang menarik minat wisatawan lokal dan mancanegara. Adat dan budaya yang masih kental serta keindahan wisata alamnya menjadi daya tarik tersendiri.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, masyarakat lebih sering menyebut Yogyakarta dengan Jogja. Mengapa ada penyebutan berbeda bagi Kota Pelajar tersebut? Simak penjelasan berikut ini.
Kendati begitu, alih-alih Yogyakarta, lebih banyak masyarakat Indonesia yang menyebut Kota Pelajar itu dengan ejaan Jogja. Apakah keduanya merupakan hal yang berbeda?
Perbedaan Jogja dan Yogyakarta dalam Penyebutan
Jogja adalah penyebutan yang paling populer untuk Yogyakarta bagi masyarakat Indonesia. Nama Jogja juga kerap digunakan saat ajang promosi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Mengapa nama Jogja lebih populer dibanding Yogyakarta? Tak ada alasan khusus, cuma karena penyebutan Jogja jauh lebih lebih singkat dan lebih mudah dalam pelafalannya.
Di luar itu, tidak ada perbedaan antara Jogja dan Yogyakarta. Mengutip buku Happy Shopping Jogja, Yogyakarta adalah kota dengan seribu nama. Pengejaannya punya banyak variasi, misalnya Jogjakarta, Yogya, hingga Djokdja.
ADVERTISEMENT
Kota Yogyakarta sendiri adalah salah satu kota di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Daerah lain yang masuk DIY adalah Kulon Progo, Sleman, Bantul, dan Gunung Kidul.
Sejarah Yogyakarta
Dikutip dari laman resmi HUT Kota Yogyakarta, sejarah berdirinya Yogyakarta berawal dari Perjanjian Giyanti tanggal 13 Februari 1755. Saat itu, Kerajaan Mataram terbagi menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta. Pangeran Mangkubumi diakui menjadi raja Ngayogyakarta dengan gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.
Daerah-daerah yang menjadi kekuasaan Sultan Hamengku Bowono I adalah Mataram (Yogyakarta), Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, dan Bumigede ditambah beberapa daerah lain seperti Madiun, Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan, Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, dan Grobogan.
ADVERTISEMENT
Setelah perjanjian pembagian daerah selesai, Sultan Hamengku Buwono I segera menetapkan bahwa Daerah Mataram yang ada di dalam kekuasaannya diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribukota di Ngayogyakarta (Yogyakarta). Ketetapan ini diumumkan pada 13 Maret 1755. Peristiwa ini dikenal dengan nama Hadeging Nagari Ngayogyakarta.
Tempat yang dipilih sebagai pusat pemerintahan atau keraton ialah Hutan Pabringan yang terletak di antara sungai Winongo dan Sungai Code. Lokasi tersebut dianggap strategis dari segi pertahanan dan keamanan.
Pada 9 Oktober 1755, pembangunan keraton dimulai. Untuk sementara, Sultan Hamengku Buwono I menempati Pesanggrahan Ambar Ketawang, Gamping. Dari sana Sultan mengawasi pembangunan keraton baru.
Pembangunan keraton baru berlangsung selama hampir setahun. Tepat pada 7 Oktober 1756, Sultan Hamengku Buwono I beserta keluarga dan pengikutnya boyongan dari Ambarketawang menuju keraton yang baru selesai dibangun. Dalam penanggalan Tahun Jawa (TJ), peristiwa ini ditandai dengan sengkalan memet: Dwi Naga Rasa Tunggal dan Dwi Naga Rasa Wani.
ADVERTISEMENT
Dikisahkan juga Sultan memasuki keraton dari selatan atau arah belakang atau gerbang yang biasa disebut sebagai Kori Kemagangan. Beberapa masa berikutnya, di gerbang tersebut dibentuk hiasan yang menggambarkan angka tahun atau sengkalan untuk menggambarkan persitiwa bersejarah ini.
Pada dinding penyekat di sisi dalam gerbang (banon renteng kelir), tergambar sepasang naga bertaut ekor yang dapat dibaca sebagai kalimat Dwi Naga Rasa Tunggal. Sementara itu, di dinding samping luar gerbang terdapat bentuk sepasang naga bersisik merah yang menghadap ke selatan yang berbunyi Dwi Naga Rasa Wani.
Kedua ornamen tersebut sama-sama mengisyaratkan angka tahun 1682. Lebih dari sekedar menandai suatu bilangan, keduanya memuat semangat “tunggal” dan “wani”. Maknanya adalah dengan semangat kemanunggalan, Yogyakarta akan berani menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Kota Yogyakarta pada akhirnya memilih momen tersebut sebagai tanggal berdirinya Kota Yogyakarta.
Tempat Wisata di Yogyakarta yang Wajib Dikunjungi
Dikutip dari buku Enaknya Kuliah di Jogja karya Yayan Indra Irawan dan Jelajah Jogja Yukk!! oleh Rofiana, Yogyakarta memiliki banyak tempat wisata yang menarik minat wisatawan. Di bawah ini adalah daftar tempat wisata yang populer di Yogyakarta.
1. Gunung Merapi
Di sana, para pengunjung juga bisa mendapatkan pengalaman naik motor trail dan mobil jeep. Dikutip dari berbagai sumber, Anda perlu menyiapkan biaya sebesar Rp250 ribu untuk mobil jeep dan 50 ribu untuk motor trail yang digunakan untuk mengelilingi bekas kawasan erupsi Gunung Merapi.
ADVERTISEMENT
2. Goa Cermai
Goa Cermai terletak di Imogiri, 1,5 jam dari Yogyakarta. Salah satu keunikan dari Goa Cermai adalah sungai di dalamnya. Untuk menyusuri goa tersebut, dibutuhkan waktu kurang lebih tiga jam lamanya.
Oleh karena itu, disarankan bagi wisatawan yang baru saja pertama kali menyusuri goa tersebut untuk menggunakan jasa pemandu agar tidak tersesat.
3. Pantai Parangtritis
Pantai Parangtritis menjadi destinasi wajib saat berkunjung ke Yogyakarta. Pantai Parangtritis memiliki akses jalan yang mudah dan dapat didatangi dengan kendaraan besar.
Pantai Parangtritis memiliki panorama yang indah. Tidak jauh dari sana, ada dua air terjun yang tak kalah memukau, yakni Air Terjun Gedangan dan Air Terjun Cerme.
4. Candi Borobudur dan Candi Prambanan
Sebagai wisata yang sempat masuk dalam daftar keajaiban dunia, Candi Borobudur selalu menjadi wisata yang ramai dikunjungi banyak turis mancanegara.
ADVERTISEMENT
5. Jalan Malioboro
Malioboro merupakan pusat perbelanjaan oleh-oleh khas Yogyakarta. Barang yang dijual pun bermacam-macam, mulai dari batik, segala macam kerajinan, pernak-pernik, hingga berbagai makanan khas Jogjakarta.
Lokasinya yang ada di pusat kota membuat Malioboro jauh dari kata sepi, terlebih saat akhir pekan tiba. Jalanan Malioboro selalu dipenuhi muda-mudi dari berbagai daerah di Indonesia.
(ANF)