Konten dari Pengguna

Cacahe Tembang Macapat Beserta Wataknya dalam Budaya Jawa

Berita Terkini
Penulis kumparan
15 Juli 2021 19:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
clock
Diperbarui 28 April 2023 21:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Cacahe tembang macapat. Sumber: flickr.com
zoom-in-whitePerbesar
Cacahe tembang macapat. Sumber: flickr.com
ADVERTISEMENT
Tembang macapat adalah salah satu lagu daerah yang popular dalam budaya Jawa. Menurut sastra Jawa, tembang macapat cacahe ono 11. Artinya, cacahe tembang macapat ada 11 dan masing-masing memiliki watak yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Tembang macapat adalah puisi tradisional Jawa yang berisikan tentang tahap-tahap kehidupan manusia dari masih dalam kandungan hingga meninggal dunia.
Adapun ciri-ciri dari puisi tembang macapat adalah memiliki guru gatra, guru lagu, dan juga guru wilangan. Ketiga ciri itulah yang membuat tembang macapat berbeda dengan tembang Jawa lainnya. Lalu, apa saja cacahe tembang macapat? Yuk, simak penjelasannya di bawah ini.

Pengertian Tembang Macapat

Ilustrasi mengiringi tembang macapat. Foto: aditya_frzhm/Shutterstock
Sebelum mengenal lebih jauh cacahe tembang macapat, pahami dulu apa itu tembang macapat sebenarnya. Tembang macapat merupakan salah satu karya sastra Jawa yang berbentuk tembang atau puisi tradisional.
Dijelaskan dalam buku Belajar Bahasa Daerah untuk Mahasiswa PGSD dan Guru SD tulisan Rian Damariswara, tembang macapat memuat unsur-unsur puisi, seperti penggunaan rima, gaya bahasa, dan unsur-unsur lainnya. Puisi tersebut dibawakan dengan cara dilagukan atau dinyanyikan.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana telah disebutkan, tembang macapat umumnya menceritakan tahap-tahap kehidupan manusia. Itu sebabnya tembang macapat sering dijadikan sebagai sarana untuk merenung.

Sejarah Tembang Macapat

Ilustrasi mengiringi tembang macapat. Foto: Mustaqim Amna/kumparan
Mengutip buku Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik oleh Puger Honggowiyono, di Jawa Timur, budaya ini dipercaya sudah dikenal sebelum datangnya Islam. Sementara di Jawa Tengah, macapat diperkirakan muncul pada akhir masa Majapahit dan dimulainya pengaruh Wali Songo.
Macapat atau tembang cilik pertama kali diciptakan oleh Sunan Bonang dan diturunkan kepada semua Wali. Sebelum macapat muncul, terdapat tembang lain yang lebih dulu diciptakan, yakni maca-sa, maca-ro, dan maca-tri.
Beberapa pendapat menyatakan, macapat merupakan turunan kakawin dengan tembang gedhe sebagai perantara. Sementara pendapat lain mengatakan bahwa macapat sudah ada lebih dulu daripada kakawin, tepatnya setelah pengaruh India memudar.
ADVERTISEMENT

Aturan dan Struktur Tembang Macapat

Ilustrasi membawakan tembang macapat. Foto: Unsplash
Nama tembang macapat masih berkaitan dengan aturan melagukannya. Macapat dapat diartikan sebagai "maca papat-papat" atau "membaca empat-empat". Maksudnya, cara membaca atau melagukannya adalah empat-empat, yaitu perhentian napas di setiap empat suku kata.
Aturan tembang macapat tidak hanya terletak pada cara membawakannya, tetapi juga cara penulisannya. Aturan yang mengikat dalam tembang macapat adalah guru lagu, guru gatra, dan guru wilangan.
Guru lagu merupakan suara vokal pada akhir baris, guru gatra adalah jumlah baris pada tiap bait, dan guru wilangan, yaitu jumlah suku kata pada setiap baris. Dalam penulisannya, tembang macapat harus sesuai dengan aturan yang sudah ditentukan tersebut.
ADVERTISEMENT

Cacahe Tembang Macapat Beserta Wataknya dalam Budaya Jawa

Cacahe tembang macapat. Sumber: flickr.com
Berikut adalah cacahe tembang macapat beserta wataknya yang dikutip dari buku Bahasa Jawa XB karya Eko Gunawan (2016:6).

1. Maskumambang

Maskumambang artinya adalah mengambang. Maksud dari tembang macapat ini menggambarkan calon bayi yang masih di dalam kandungan. Watak dari maskumambang adalah nelangsa atau prihatin.

2. Mijil

Mijil menceritakan tentang kelahiran seorang bayi ke dunia dan memiliki watak trenyuh.

3. Kinanthi

Kinanthi menceritakan tentang pertumbuhan seorang anak yang masih membutuhkan bimbingan orangtua. Watak dari kinanthi adalah mesra atau asrih.

4. Sinom

Sino menceritakan tentang perubahan fisik yang dialami anak pada masa pubertas. Watak dari sinom adalah grapyak atau seneng.

5. Asmarandana

Asmarandana menceritakan tentang kisah kasmaran manusia yang sedang dimabuk cinta. Watak dari asmarandana adalah sengsem.
ADVERTISEMENT

6. Gambuh

Gambuh menggambarkan kisah kehidupan rumah tangga dan komitmen. Watak dari gambuh adalah lugas.

7. Dhandhanggula

Dhandhanggula menggambarkan kehidupan yang sejahtera dan berkecukupan. Watak dari dhandhanggula adalah ngresepake atau luwes.

8. Durma

Durma menggambarkan kehidupan berbagi kepada sesama. Watak dari durma adalah nepsu atau muntap.

9. Pangkur

Pangkur menggambarkan kehidupan yang penuh hawa napsu dan angkara murka. Watak dari pangkur adalah greget atau tegas.

10. Megatruh

Megatruh artinya terpisah nyawa dari jasadnya. Watak dari megatruh adalah nglara atau keranta-ranta.

11. Pocung

Pocung artinya jazad yang dibungkus dengan kain kafan dan siap dimakamkan. Watak dari pocung adalah gecul.
(Anne & ADS)