Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.0
Konten Media Partner
Angka Kematian Remaja Bunuh Diri Tertinggi Kedua Setelah Kecelakaan
14 Januari 2020 14:05 WIB

ADVERTISEMENT
Fenomena bunuh diri yang terjadi di kalangan remaja setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data milik WHO, bunuh diri menjadi penyebab kematian nomor dua terbesar setelah kecelakaan di kalangan remaja berusia 15-29 tahun, dan mengakibatkan sekitar 4.600 jiwa meninggal setiap tahunnya.
Bahkan yang terbaru, kasus bunuh diri tersebut terjadi pada seorang siswa SMA di Surabaya yang ditemukan meninggal dunia karena gantung diri.
Menurut dr. Yunias Setiawati, spesialis kejiwaan, kasus bunuh diri ini kerap dialami para remaja yang depresi. Depresi ini dapat ditandai dengan perasaan sedih, hilang minat, prestasi menurun, hingga sosialisasi terganggu.
"Karena fase remaja ini adalah fase mencari jati diri. Nah, kalau orang tua atau orang terdekatnya tidak bisa memahami, mereka (remaja) akan merasa tidak ada yang peduli, sehingga mereka akan menarik diri dan bisa saja depresi itu muncul," ucap Kepala Unit Rawat Jalan Psikiatri di RSUD Dr Soetomo Surabaya ketika ditemui Basra pada Selasa (14/1).
ADVERTISEMENT
Ketika ditanya lebih lanjut terkait tanda-tanda remaja yang ingin bunuh diri, Yunias menjelaskan, tanda tersebut diantaranya adanya perubahan perilaku yang tidak biasa selama dua minggu.
Remaja tersebut akan mengisolasi diri, tampak lebih murung, hingga mengisyaratkan ingin bunuh diri secara berulang kepada orang terdekat.
"Seperti mengirim gambar orang yang ingin bunuh diri, sering meminta maaf, atau menunjukkan tanda lain. Itu bisa jadi salah satu isyarat jika dia ingin bunuh diri. Jadi orang terdekat harus mewaspadainya," jelas Yunias.
Jika tanda-tanda tersebut dialami anak, Yunias mengatakan orang tua harus menjalin komunikasi dengan sang anak. Dalam hal ini, orang tua bertindak sebagai teman yang mau mendengarkan keluh kesah anak.
"Jadi, orang tua harus paham apa yang dialami anaknya. Sehingga anak ini merasa jika masih ada yang peduli dengannya," kata Yunias.
ADVERTISEMENT
Selain itu, orang tua juga harus memberi kepercayaan dan kebebasan yang bertanggung jawab pada anak.
"Dalam hal ini, orang tua juga harus melek teknologi dan tetap memantau mereka. Sehingga kalau anak melenceng bisa dinasihati," ujarnya.
Tak hanya itu, Yunias juga mengimbau kepada para remaja yang mengalami depresi untuk tidak menutup diri dan mulai berani bercerita kepada orang yang dia percaya untuk membantu menyelesaikan masalahnya.
"Nah, kalau bercerita dengan orang terdekat belum bisa menemukan jawaban. Dia (remaja) bisa datang ke psikiater untuk membantunya. Sehingga niatan bunuh diri itu tidak lagi ada," pungkas Yunias.
---
Anda bisa mencari bantuan jika mengetahui ada sahabat atau kerabat, termasuk diri anda sendiri, yang memiliki kecenderungan bunuh diri.
ADVERTISEMENT
Informasi terkait depresi dan isu kesehatan mental bisa diperoleh dengan menghubungi dokter kesehatan jiwa di Puskesmas dan Rumah Sakit terdekat, atau mengontak sejumlah komunitas untuk mendapat pendampingan seperti LSM Jangan Bunuh Diri via email [email protected] dan saluran telepon (021) 9696 9293, dan Yayasan Pulih di (021) 78842580.