Cerita Penyintas Kanker Payudara yang Rawat Suami Idap Kanker Prostat Stadium 3B

Konten Media Partner
4 Februari 2022 12:01 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wati Taufik, perempuan asli Jombang ini merupakan penyintas kanker payudara. Kini Wati harus merawat sang suami yang divonis kanker prostat. Foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Wati Taufik, perempuan asli Jombang ini merupakan penyintas kanker payudara. Kini Wati harus merawat sang suami yang divonis kanker prostat. Foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
Duka nestapa harus dialami Wati Taufik (53). Setelah 9 tahun dinyatakan sembuh dari kanker payudara, Wati harus menerima vonis sang suami mengidap kanker prostat. Bahkan kanker prostat yang diidap sang suami sudah berada pada stadium 3B.
ADVERTISEMENT
"Tahun 2021 kemarin suami saya terdeteksi menderita kanker prostat, stadiumnya sudah 3B," ujar Wati saat dijumpai Basra dalam acara yang digelar Adi Husada Cancer Center (AHCC) Surabaya, Jumat (4/2).
Mengetahui vonis kanker sang suami, Wati merasa pernah berada pada kondisi yang sama. Pasalnya, vonis kanker sang suami didapati dengan tiba-tiba tanpa ada gejala yang dirasakan. Ini pula yang dialami Wati saat divonis kanker payudara pada 2012 silam.
"Saya terdeteksi kanker payudara itu sebelumnya tidak ada gejala apapun. Hanya saja karena pada dua adik saya ditemukan benjolan yang merupakan tumor jinak, dokter pun meminta saya untuk periksa juga karena salah satu faktor pemicu kanker kan genetik. Ternyata setelah saya diperiksa, benar ada tumornya malah lebih ganas dari dua adik saya itu," jelas Wati.
ADVERTISEMENT
Sementara itu terkait kondisi sang suami sebelum menerima sakit kanker, kata Wati, memang sempat mengeluhkan nyeri pada lutut. Hanya saja sang suami, lanjut Wati, tak begitu memperdulikan rasa nyeri itu.
"Suami saya kan tipikal orang yang tidak mau bersinggungan dengan medis (berobat). Ketika rasa nyerinya sudah tidak tertahan baru mau periksa, ternyata kanker prostat," papar perempuan asli Jombang ini.
Merasa bersalah, inilah yang dirasakan Wati ketika awal mendapati vonis kanker prostat sang suami. Mengingat usai menjalani pengobatan kanker payudara, Wati bergabung dengan komunitas paliatif kanker milik salah satu rumah sakit di Surabaya. Di komunitas tersebut, Wati mengakui ada banyak kegiatan terkait dengan pencegahan maupun deteksi dini kanker.
"Saya gabung komunitas itu, tapi malah tidak bisa menerapkannya pada keluarga, sampai-sampai vonis kanker prostat suami sudah stadium berat," tutur Wati dengan mata berkaca-kaca.
ADVERTISEMENT
Meski sempat merasa bersalah, namun Wati tak ingin terpuruk. Pasalnya, sang suami sedang membutuhkan pendampingan darinya. Sekuat tenaga Wati mendampingi sang suami menjalani pengobatannya meski harus bolak-balik Jombang-Surabaya.
"Dulu waktu saya sakit, suami saya yang mendampingi dan Alhamdulillah kondisi saya membaik. Jadi sekarang giliran saya untuk bisa mendampingi suami. Apalagi sekarang kan tidak begitu sulit jika harus bolak-balik Jombang-Surabaya, sudah ada jalan tol, terus tidak perlu antri panjang di rumah sakit," ujarnya.
Wati lantas mengungkapkan perjuangannya didampingi sang suami ketika menjalani pengobatan kanker payudara di Surabaya. Kala itu Wati dan suami harus rela bolak balik Jombang-Surabaya lima kali dalam seminggu. Berangkat dari Jombang pukul 6 pagi, Wati tiba di rumah sakit pukul 9. Namun Wati baru ditangani dokter pukul 1 siang.
ADVERTISEMENT
"Dulu saya berobat di Soetomo (RSUD Dr Soetomo), antriannya manual, datangnya pagi baru masuk ruangan (pengobatan) di atas jam 1, sorenya pulang ke Jombang. Seminggu lima kali bolak balik Jombang-Surabaya, dan waktu itu belum ada jalan tol seperti sekarang," kenang Wati.
Wati tak menampik jika stadium berat yang harus diterima olehnya maupun sang suami tak terlepas dari kurang adanya kesadaran akan kondisi tubuh mereka.
"Saya kan tidak pernah cek payudara, suami saya juga tidak pernah mau ke dokter. Jadi ketika ada vonis kanker, itu stadiumnya sudah berat," tukasnya.
Di momen peringatan Hari Kanker Sedunia yang diperingati setiap tanggal 4 Februari ini, Wati berpesan kepada masyarakat agar lebih peduli terhadap kondisi tubuhnya.
ADVERTISEMENT
"Kalau ada hal yang tidak nyaman di tubuh segera ke dokter, apalagi kalau ada faktor keturunan (ada keluarga yang terkena kanker)," ingatnya.
Kini Wati tengah fokus mendampingi sang suami menjalani pengobatan. Meski Wati sendiri telah dinyatakan bersih dari sel kanker, namun Wati sebisa mungkin untuk tidak terlalu stres.
"Sel kanker itu hanya tidur, dia tidak pernah mati. Makanya meski saya sudah dinyatakan bersih dari sel kanker tapi saya tetap menjaga kondisi psikologis dan fisik, jangan sampai stres atau kecapaian. Saya juga sebisa mungkin tidak sampai kepikiran kondisi suami. Yang penting kami ikhtiar (berusaha) dan berdoa. Insya Allah ada jalan yang terbaik," pungkasnya.