Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Guru di Lamongan Cukur Pitak 14 Siswi, Komnas PA: Guru Perlu Rutin Tes Psikologi
1 September 2023 7:57 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Aksi seorang guru SMPN 1 Sukodadi, Lamongan, Jawa Timur, yang mencukur pitak 14 siswinya karena tak memakai ciput jilbab mengundang keprihatinan Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Provinsi Jawa Timur. Dengan adanya kasus ini, Komnas PA mendesak dilakukannya tes psikologi secara berkala kepada para guru.
ADVERTISEMENT
"Guru-guru memang ada kalanya perlu tes psikologi. Apalagi di bidang kesiswaan yang notabenenya sebagai penegak kedisiplinan di sekolah. Sehingga jangan sampai terjadi tindakan arogan, mudah emosi akibat kejenuhan saat menjalankan tugasnya. Yang sifatnya mendidik malah menjadi (tindakan) diskriminasi dan intimidasi," jelas Plt Sekretaris Umum (Sekum) Komnas PA Provinsi Jatim Syaiful Bachri, saat dihubungi Basra, Jumat (1/9).
Syaiful mengungkapkan, selama ini tes psikologi hanya dilakukan terhadap guru saat mengikuti seleksi calon Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun pelaksanaan tes secara berkala tidak pernah dilakukan.
"Kalau (guru) calon ASN memang ada tes psikologi, tapi secara periodik kan nggak ada," tegasnya.
Syaiful tak menampik jika pelaksanaan tes psikologi terhadap guru secara berkala akan menyedot anggaran yang tidak sedikit. Hanya saja tes ini cukup dibutuhkan guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik siswa.
ADVERTISEMENT
"Memang penggunaan anggaran akan besar, tapi yang lebih penting adalah masa depan anak-anak. Karena anak-anak ini akan menjadi trauma (jika menjadi korban tindak kesewenangan guru)," tutur pria yang juga Ketua Komnas Perlindungan Anak Kota Surabaya.
Syaiful lantas mengatakan, terkait tindakan seorang guru SMPN 1 Sukodadi Lamongan yang mencukur pitak 14 siswinya, pihaknya berharap permasalahan selesai tidak hanya sekadar dari permintaan maaf saja.
"Harapan kami bukan cuma permintaan maaf saja, tapi juga (yang perlu diperhatikan) dampak psikologi siswinya, jangan sampai mengalami trauma berkepanjangan," tandasnya.