Konten Media Partner

Kata Dosen di Surabaya Soal Kurikulum Cinta yang Digagas Kemenag

12 Februari 2025 8:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Agama Nasaruddin Umar. Foto: Dok. Kemenag
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Agama Nasaruddin Umar. Foto: Dok. Kemenag
ADVERTISEMENT
Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar memperkenalkan konsep 'Kurikulum Cinta'. Kata Menag, kurikulum ini akan mengajarkan bagaimana agar generasi penerus bangsa bisa menghargai keberagaman, tidak hanya di permukaan, tetapi dengan perasaan cinta yang mendalam.
ADVERTISEMENT
M Febriyanto Firman Wijaya Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) UM Surabaya menyebut kurikulum cinta yang digagas oleh Kementerian Agama (Kemenag) RI merupakan terobosan baru dalam sejarah pendidikan agama di negara ini.
Menurut Riyan, gagasan ini bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai cinta kasih, toleransi, dan harmoni pada generasi muda sejak dini sehingga memandang agama dalam konteks yang lebih damai dan lebih inklusif.
“Dalam banyak aspek, inisiatif ini sejalan dengan ajaran Islam mengenai moral yang mulia dan kedamaian dalam tingkah laku kehidupan bermasyarakat. Namun, kebijakan itu harus dihadapi dengan sangat hati-hati,” ujar Riyan, dalam keterangannya, seperti dikutip Basra, Rabu (12/2).
Lebih lanjut Riyan mengatakan, jika dilihat dari pendukung kurikulum cinta, materi ini dapat menjadi sarana penanaman nilai-nilai agama Islam tentang kebaikan, kasih sayang, dan persaudaraan.
ADVERTISEMENT
Dalam Al-quran, Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. " (QS. An-Nahl: 90).
Riyan menjelaskan, ayat tersebut menunjukkan bahwa Islam ialah agama cinta dan kasih sayang sesama, bukan kebencian dan permusuhan. Dengan demikian, upaya memasukkan konsep cinta dalam kurikulum pendidikan agama dapat membantu menciptakan generasi yang lebih berakhlak mulia, menghargai perbedaan, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Dengan begitu, Kurikulum Cinta juga mampu meredam radikalisme dan ekstremisme yang masih merupakan problem dalam pendidikan. Pendidikan agama yang hanya berorientasi pada aspek normatif dan hukum tanpa disertai pemahaman tentang cinta dan kasih sayang dapat berisiko melahirkan individu yang memahami agama secara sempit dan kaku.
ADVERTISEMENT
“Dengan adanya pendekatan berbasis cinta, peserta didik tidak hanya diajarkan hukum Islam, tetapi juga bagaimana menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sosial yang penuh kasih sayang dan penghormatan terhadap orang lain,” terangnya.
Namun Riyan menegaskan, meskipun penuh dengan segala manfaat, Kurikulum Cinta harus diuji secara kritis agar tidak menyimpang dari esensi pendidikan agama yang sebenarnya. Salah satu kritik utama terhadap kebijakan ini adalah kemungkinan penyederhanaan ajaran agama dengan hanya menitikberatkan pada aspek cinta dan toleransi tanpa menegaskan prinsip-prinsip tauhid dan syariat.
“Jika konsep cinta dalam kurikulum ini tidak dirumuskan secara jelas, dikhawatirkan akan muncul penafsiran yang bias atau bahkan bertentangan dengan nilai-nilai Islam,” imbuhnya lagi.
Selain itu, penting untuk memastikan bahwa Kurikulum Cinta tidak digunakan sebagai alat untuk menyamakan semua keyakinan dalam aspek akidah. Islam mengajarkan sikap toleransi dalam kehidupan bermasyarakat, tetapi tetap memiliki batasan dalam hal akidah dan prinsip-prinsip keimanan.
ADVERTISEMENT
“Jika kurikulum ini terlalu menekankan aspek cinta tanpa membangun pemahaman agama yang kokoh, dikhawatirkan peserta didik akan kehilangan pemahaman yang benar tentang batasan-batasan dalam Islam,” tuturnya.
Riyan menegaskan, dari segi implementasi, perlu ada kejelasan mengenai bagaimana Kurikulum Cinta ini akan diterapkan dalam sistem pendidikan. Apakah konsep cinta akan dimasukkan ke dalam pelajaran agama yang sudah ada, atau akan menjadi mata pelajaran tersendiri. Bagaimana mekanisme pengajaran dan evaluasi yang akan dilakukan.
“Semua aspek ini harus dipertimbangkan secara matang agar kurikulum ini benar-benar memberikan manfaat tanpa menimbulkan kebingungan di kalangan peserta didik dan tenaga pengajar,” katanya.
Dengan mempertimbangkan berbagai aspek di atas, dukungan terhadap Kurikulum Cinta dapat diberikan dengan catatan bahwa kebijakan ini harus memiliki landasan yang jelas, berbasis pada dalil yang kuat, serta tetap menjaga keseimbangan antara ajaran kasih sayang dan pemahaman agama yang mendalam.
ADVERTISEMENT
Terakhir Riyan menegaskan, kurikulum ini harus dirancang sedemikian rupa agar tidak hanya menanamkan nilai-nilai cinta dalam konteks sosial, tetapi juga memperkuat akidah, ibadah, dan pemahaman keislaman peserta didik.
“Dengan pendekatan yang seimbang dan tepat, Kurikulum Cinta dapat menjadi langkah maju dalam pendidikan agama di Indonesia yang tidak hanya membentuk individu yang berakhlak mulia, tetapi juga memiliki pemahaman agama yang kuat dan benar,” pungkasnya.