Kisah Anak-anak yang Tinggal di Kompleks Makam Rangkah, Surabaya

Konten Media Partner
2 Juni 2019 10:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak-anak penghuni makam Rangkah Surabaya.
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak penghuni makam Rangkah Surabaya.
ADVERTISEMENT
Ramdan tampak asyik mengaduk tanah di depannya. Sesekali dia meminta temannya, Arifah, menambahkan air ke baskom berisi tanah yang ada di hadapannya itu. Kedua bocah itu merupakan murid Taman Kanak-kanak (TK) Puspasari yang tinggal di dalam kompleks makam Rangkah Surabaya.
ADVERTISEMENT
Ramdan dan Arifah bermain di atas makam tanpa rasa takut tergambar di raut muka mereka. Keduanya justru kerap kali tertawa menikmati waktu bermain.
"Enggak takut, kan banyak orang. Ada teman-teman juga di sini," kata Arifah saat berbincang dengan Basra, Sabtu sore (1/6).
Arifah mengatakan ada lebih dari seribu orang atau 500 kepala keluarga yang tinggal di kompleks makam itu. Rata-rata mereka menempati bangunan semipermanen.
Saat itu waktu bermain mereka habis ketika keduanya dipanggil untuk mengaji. Ramdan dan Arifah pun bergegas pergi, meninggalkan mainan mereka begitu saja teronggok di atas makam.
"Sudah dipanggil sama emak, waktunya ngaji," kata Ramdan seraya berlalu.
Basra bersama anak-anak Makam Rangkah. Foto : Ridwan Dwi Abdillah/Basra
Setiap sore selepas Asar, Ramdan, dan Arifah, mengaji di Taman Baca yang tak jauh dari tempat tinggal mereka. Taman Baca itu berupa bangunan pendopo dengan papan kayu sebagai alasnya, tempat itu juga dilengkapi sejumlah rak dengan koleksi ratusan buku yang berjajar di dalam pendopo.
ADVERTISEMENT
Anak-anak yang tinggal di kompleks Makam Rangkah itu giat membaca Alquran selama Ramadan. Bahkan sampai hari ini mereka sudah lima kali khatam Alquran. Selain Ramdan dan Arifah, ada juga puluhan anak lainnya yang mengaji di Taman Baca yang didirikan seorang laki-laki bernama Husin itu.

Pak Husin 'si Preman Pensiun'

Pak Husin. Foto : Ridwan/Basra
Husin merupakan mantan narapidana. Dia menjadi narapidana pertama kalinya pada usia 13 tahun atau pada 1969, dan terakhir menjalani masa hukumannya selama 9,5 tahun di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan pada 1996.
Pria asal Madura itu sukses mengubah citra area pemakaman Rangkah. Sebuah Taman Baca Masyarakat (TBM) atau perpustakaan sederhana berhasil didirikan Husin.
"Allah sudah memberikan kesempatan kepada saya untuk hidup lebih baik," tukasnya saat dikunjungi Basra, Sabtu sore (1/6).
ADVERTISEMENT
Kepada Basra, Husin berkisah bagaimana perjuangannya mengubah citra makam Rangkah yang negatif. Sebelum kedatangan Husin, kompleks Rangkah kerap dipakai sebagai tempat mabuk-mabukan oleh anak muda dan warga sekitar.
Tak mudah pula bagi Husin untuk mendapatkan kepercayaan warga Rangkah, apalagi status Husin adalah mantan narapidana. Husin juga bercerita usahanya tersebut beberapa kali menemui hambatan.
Bahkan kata dia, warga yang tidak suka kepadanya kerap mengompori warga lainnya agar tidak begitu saja percaya kepada mantan napi tersebut. Kendati demikian, semangat Husin tak pernah padam.
"Saya sudah bertekad untuk berubah lebih baik setelah keluar penjara. Pantang menyerah bagi saya," tuturnya.
Husin ingin memajukan anak-anak yang tinggal di lingkungan makam itu. Bagi Husin, anak-anak di kompleks makam Rangkah tidak didukung fasilitas dalam mendapatkan ilmu pengetahuan. Husin cukup gigih mengumpulkan buku-buku dari mahasiswa maupun dari yayasan-yayasan.
ADVERTISEMENT
“Enggak apa-apa kalau disuruh minta-minta buku. Yang penting anak-anak di sini tidak ketinggalan ilmu pengetahuan yang seharusnya didapatkan mereka," kata Husin yang pernah menerima penghargaan dari Save Our Street Child Surabaya dan Surabaya Sampoerna Foundation Scholarship ini.
Selain berfungsi sebagai perpustakaan, taman baca itu juga digunakan sebagai sarana mengaji bagi anak-anak di kompleks makam Rangkah. Bahkan ibu-ibu setempat juga menggelar pengajian rutin di tempat tersebut. (Reporter: Masruroh / Editor: Windy Goestiana)