Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Kisah Dosen di Surabaya Masuk 100 Ilmuwan Terbaik di Asia
4 November 2024 18:27 WIB
·
waktu baca 3 menitDiperbarui 14 November 2024 11:55 WIB
ADVERTISEMENT
Sri Fatmawati SSi MSc PhD, dosen Departemen Kimia ITS terpilih dalam 100 ilmuwan terbaik di Asia menurut Asian Scientist Magazine 2024 lewat riset kimia bahan alam dan medisinal yang telah dilakukannya.
ADVERTISEMENT
Sejak 2016, Asian Scientist Magazine menerbitkan daftar tahunan yang memuat 100 peneliti, ilmuwan, dan inovator terbaik di Asia dengan tajuk The Asian Scientist 100. Para insan yang termasuk di dalamnya adalah peneliti dengan kontribusi signifikan di bidang sains, teknologi, dan keilmiahan. Berbasis di Singapura, penerima penghargaan ini dinilai telah memperoleh pengakuan ilmiah secara nasional maupun internasional dan melahirkan inovasi yang berdampak besar bagi masyarakat.
Pada rilisan terbarunya, dosen yang akrab disapa Fatma tersebut berhasil menjadi salah satu ilmuwan asal Indonesia yang mendapat kehormatan untuk masuk ke dalam daftar bergengsi ini. Fatma mengungkapkan bahwa risetnya yang konsisten dengan segudang kontribusi nyata di masyarakat merupakan tiket utama dari pencapaian tersebut.
“Sejak awal memang perjalanan riset saya di bidang kimia bahan alam tidak pernah terputus,” tuturnya, Senin (4/11).
ADVERTISEMENT
Secara spesifik, jelas Wakil Kepala Pusat Penelitian Agri-pangan dan Bioteknologi (PPA-B) ITS ini, penelitiannya berpusat pada analisis potensi medis dari tanaman endemik di Indonesia, terutama yang digunakan sebagai obat-obatan herbal. Tak hanya itu, Fatma banyak memberikan bukti dan fakta-fakta ilmiah terkait tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional oleh penduduk di pelosok negeri.
“Niscaya masyarakat akan lebih bijak dalam memanfaatkan tanaman herbal,” tegasnya optimistis.
Hasil riset dan penelitiannya tersebut salah satunya diimplementasikan dengan hadirnya ITS Djamoe yang diluncurkan pada tahun 2022 lalu. Sebagai penanggung jawab kala itu, Fatma mengungkapkan bahwa timnya telah mendistribusikan 10.000 paket jamu rempah ITS Djamoe kepada para pasien COVID-19 guna meningkatkan imun tubuh.
“Hingga kini, produk ITS Djamoe sudah bisa dinikmati publik dengan formulasi yang lebih matang,” lanjut Presiden Organization for Woman in Science for the Developing World (OWSD) Indonesia ini.
ADVERTISEMENT
Tak terbatas pada produk, Fatma menjelaskan bahwa risetnya turut berdampak pada pelestarian biodiversitas atau keanekaragaman hayati di Indonesia. Dengan melibatkan masyarakat di pedalaman, ia yakin bahwa penelitiannya mampu menciptakan keberlanjutan dari alam sekitar sekaligus memberdayakan masyarakat secara luas.
“Maka minum jamu tidak hanya sekadar budaya, tetapi ada sains di belakangnya yang membawa lebih banyak kebermanfaatan,” terangnya.
Rekam jejak Fatma di bidang riset telah membawanya pada lebih dari 30 penghargaan dalam skala nasional maupun internasional. Menurutnya, beberapa pencapaian seperti memenangkan fellowship internasional L'Oréal-UNESCO For Women In Science (FWIS) tahun 2013, Early Chemist Award 2015 di Honolulu, AS, meraih penghargaan The 2016 Elsevier Foundation Awards for Early Career Women Scientists in the Developing World di Washington DC, Amerika Serikat, dan Elsevier Foundation Awards for Early-Career Women Scientists in the Developing World juga menjadi faktor kehadiran namanya pada deretan peneliti terbaik di dunia.
ADVERTISEMENT
Melalui penghargaan The Asian Scientist 100 ini, Fatma bersyukur sebab setelah ini akan semakin banyak peluang yang terbuka untuk mendukung kiprah risetnya di kancah global. Ia menambahkan, pencapaian ini turut mengharumkan nama ITS di mata dunia.
“Pesan saya, jadilah peneliti yang berani dan progresif karena sains adalah jalan menuju kemanusiaan,” tuturnya penuh makna.