Konten Media Partner

Pakar Ungkap Bangunan Bersejarah di Surabaya yang Tinggal Kenangan

5 Juli 2023 15:39 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Freddy Istanto, pemerhati bangunan cagar budaya sekaligus founder Surabaya Heritage. Foto: Masruroh/basra
zoom-in-whitePerbesar
Freddy Istanto, pemerhati bangunan cagar budaya sekaligus founder Surabaya Heritage. Foto: Masruroh/basra
ADVERTISEMENT
Sebagai Kota Pahlawan, Surabaya sejatinya memiliki banyak bangunan bersejarah peninggalan pemerintah Belanda. Sayangnya beberapa bangunan tersebut saat ini dalam kondisi yang memprihatinkan, bahkan ada yang hanya tinggal kenangan.
ADVERTISEMENT
"AJBS itu, dulunya merupakan pabrik bir di zaman Belanda. Ketika masa peralihan dari bir bintang ke pengusaha yang baru, barangnya hilang semua. Akhirnya ketika Heineken akan membuat museum di Surabaya tidak bisa karena barangnya sudah hilang semua," ungkap Freddy Istanto, pemerhati bangunan cagar budaya sekaligus founder Surabaya Heritage, saat menjadi pembicara dalam acara peringatan 100 tahun Aula FK Unair, Rabu (5/7).
Freddy melanjutkan, hal yang sama juga terjadi pada Jembatan Petekan. Jembatan yang dibangun tahun 1900 oleh pemerintah Belanda, saat ini sudah rusak parah bahkan tak bisa difungsikan lagi.
"Banyak bagian-bagian Jembatan Petekan yang hilang, protol, dan besi-besinya juga dirombeng (dijual)," tukasnya.
Freddy lantas menuturkan, yang lebih tragis lagi adalah Rumah Radio Bung Tomo di Jalan Mawar. Pertengahan 2016, rumah perjuangan itu dirobohkan setelah diambil alih perusahaan kosmetik.
ADVERTISEMENT
Menurut catatan sejarah, Bung Tomo membakar semangat pejuang melalui siaran radionya untuk melawan kolonial Belanda pada pertempuran 10 November 1945. Radio pemberontakan yang resmi mengudara sejak 15 Oktober 1945 ini konsisten mengudara, bahkan hingga pertempuran Surabaya berlangsung di bulan November.
Freddy menegaskan sangat penting menjaga kelestarian bangunan bersejarah. Karena dari bangunan bersejarah inilah kita bisa belajar peradaban di masa lalu.
"Kota itu ibaratnya museum. Kota memang harus maju tapi catatan peristiwa lampau di dalamnya harus tetap ada (lewat gedung-gedung peninggalan masa lampau)," tukasnya.
Sementara itu Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum, Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga, mengungkapkan pentingnya membangun sebuah prasasti di bekas bangunan bersejarah.
"Perlu dibangun prasasti di tempat yang dulunya pernah ada bangunan bersejarah. Agar anak-anak muda sekarang paham, mengetahui bahwa di sini pernah ada bangunan bersejarah yang berdiri. Ini juga yang ingin saya lakukan di bekas bangunan Toko Nam yang sekarang tinggal pilarnya saja," ujarnya dalam kesempatan yang sama.
ADVERTISEMENT
Toko Nam yang berada di kawasan Embong Malang menjadi petunjuk kalau Surabaya merupakan kota metropolis pada zamannya. Sebelum itu Toko Nam awalnya berada di Jalan Tunjungan, tempatnya yang kini digunakan sebagai Monumen Pers Perjuangan Surabaya.
Tepat di depan toko itu, dahulu sering digunakan sebagai tempat koordinasi Arek-Arek Suroboyo sebelum menyerang Belanda, sedangkan Belanda pada saat itu ada di Hotel Majapahit.
"Prasasti juga bisa dibangun di ruko di kawasan Kedungdoro yang dulunya sebagai tempat berdirinya NIAS (Nederlandsche Indische Artsen School) yang menjadi cikal bakal sekolah kedokteran di Surabaya," tukasnya.
Dengan adanya prasasti tersebut, setidaknya masih diketahui jejak keberadaan bangunan bersejarah meski secara fisik bangunannya sudah tidak ada.