Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
13 Ramadhan 1446 HKamis, 13 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten Media Partner
Sebulan 2 Kasus Bunuh Diri Mahasiswa di Surabaya, Pakar Kejiwaan Ungkap Hal Ini
3 Oktober 2024 8:04 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Kota Surabaya digegerkan dengan kasus bunuh diri yang dilakukan 2 orang mahasiswa. Kasus pertama dilakukan oleh mahasiswi Universitas Ciputra pada 18 September lalu. Tak sampai satu bulan berselang, kasus serupa terjadi, dilakukan oleh mahasiswa Petra Christian University (PCU). Kedua mahasiswa tersebut tewas bunuh diri setelah melompat dari gedung kampus.
ADVERTISEMENT
Terkait anak muda yang rentan melakukan aksi bunuh diri, spesialis dokter kejiwaan membuat Hafid Algristian, dr., SpKJ mengungkapkan pendapatnya.
Menurutnya, penyebab bunuh diri bisa multifaktor. Artinya orang dengan jenis stres yang sama bisa memiliki respons psikologis yang berbeda.
"Misalnya mengalami hal yang tidak menyenangkan terkait akademik, gagal dapat beasiswa, diputus pacar tanpa alasan yang jelas, atau respons dari orang tua yang dianggap anak muda itu sebagai bentuk tidak perhatian dari orang tua kepada anaknya," terangnya kepada Basra, belum lama ini.
"Nah setiap anak muda itu memiliki gaya adaptasi yang berbeda dalam merespons stres karena hal-hal tadi," imbuhnya.
Hafid mengungkapkan berdasarkan sifatnya stres bisa dibagi menjadi besar yang artinya seperti krisis. Stres yang besar seperti bencana atau krisis, terjadi seketika itu. Ini misalnya perundungan, tidak ada perhatian dari orang sekitarnya. Sedangkan stres yang kecil biasanya terjadi dengan intensitas kecil namun berlangsung dalam waktu lama, misalnya dikucilkan teman, dan ini berlangsung selama bertahun-tahun.
ADVERTISEMENT
"Kecil-kecil kejadiannya tapi berlangsung lama. Kira-kira seperti itu. Stres yang bersifat daily tapi berlangsung dalam waktu yang cukup lama," tutur dosen FK Unusa ini.
"Ini saya bicara secara teori ya. Dan perlu dicatat bahwa yang kita bicarakan ini adalah beberapa faktor risiko secara umum," sambungnya.
Kondisi anak muda yang masih labil karena dalam masa pembentukan jati diri membuat respons psikologis ketika menghadapi suatu masalah masih bisa dilatih atau diedukasi untuk dibentuk agar tidak melakukan tindakan ekstrem yang menyakiti dirinya.
"Dilatih atau diedukasi untuk dibentuk dalam diri seorang remaja. Perlu berbagai peran untuk mengedukasinya. Bisa peran dari genetiknya, pola asuh dari keluarganya, dan pola asah atau dari pengalaman hidup bersama pergaulan nya. Ini bisa dilatih banget yang dibutuhkan peran dari orang tua atau orang yang mengasuhnya," tandasnya.
ADVERTISEMENT