Thrifting menjadi Ancaman bagi Industri Tekstil di Indonesia?

Febrianti Nur Qothimah
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Sebelas Maret Surakarta
Konten dari Pengguna
17 November 2023 14:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Febrianti Nur Qothimah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pertumbuhan perdagangan di industri pakaian, baik dalam negeri maupun luar negeri semakin meningkat. Dilihat dari lingkup internasional, semakin banyak brand-brand yang berekspansi ke negara lain, salah satunya di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri, hal ini dapat membuat masyarakat memiliki keinginan yang tinggi untuk membeli brand tersebut yang dipengaruhi oleh faktor gaya hidup. Mereka berfikir, dengan memakai pakaian yang berasal dari brand-brand tersebut dapat menaikkan status sosialnya. Selain itu, keinginan masyarakat ini juga menimbulkan perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif adalah perilaku yang dipengaruhi oleh faktor emosional dalam keputusan untuk membeli suatu barang atau jasa yang cenderung menitikberatkan pada status sosial daripada kebutuhan. Tentu, hal ini juga akan berdampak pada masalah ekonomi, khususnya yang memiliki pendapatan yang terbatas.
Source: https://www.shutterstock.com/image-photo/woman-browsing-through-vintage-clothing-thrift-1061249975
Dari sinilah, masyarakat tertarik untuk membeli pakaian bekas impor. Pakaian bekas impor dengan brand-brand yang terkenal yang dijual dengan harga murah membuat masyarakat menjadi konsumen utama dari Thrifting. Hal ini menyebabkan banyaknya masyarakat Indonesia yang membuka usaha Thrifting yang biasa dikenal dengan Thrift Shop. Thrift Shop merupakan toko yang menjual pakaian bekas impor. Sehingga, dapat dikatakan bahwa Thrifting secara tidak langsung berkontribusi dalam menciptakan lapangan pekerjaan yang baru.
Source: https://www.shutterstock.com/image-photo/thrift-shop-sign-274450346
Tidak hanya itu, adanya Thrifting juga dapat mengurangi limbah kain yang memiliki dampak terhadap lingkungan. Jumlah limbah tekstil yang dihasilkan secara global setiap tahun diperkirakan mencapai 92 juta ton. Namun, kebanyakan dari pakaian bekas impor menyebabkan kerusakan lingkungan, sehingga akan berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). Hal ini disebabkan karena pakaian bekas impor tidak terjamin kualitasnya. Terdapat beberapa pakaian bekas impor yang sudah rusak/kotor yang berpotensi menimbulkan adanya bakteri/kuman yang membahayakan kesehatan tubuh dan kandungan yang berbahaya dalam pakaian tersebut seperti, bahan kimia yang dapat menyebabkan kerusakan/mencemari lingkungan.
ADVERTISEMENT
Dalam membeli pakaian bekas impor, kita harus berhati-hati dan teliti. Pada saat membeli pakaian bekas impor, kita harus memilih pakaian tersebut dalam kondisi sudah dicuci, tidak rusak, dan tidak kotor. Tentu, kita juga perlu mengecek label pakaian untuk melihat kandungan dari pakaian tersebut.
Adanya kegiatan impor pakaian bekas juga membuat industri tekstil di Indonesia terancam. Hal ini disebabkan karena harga yang ada untuk pakaian bekas impor lebih murah dibandingkan dengan harga produk lokal. Minat terhadap produk lokal pun akan menurun, sehingga Thrifting ini dapat berpotensi melemahkan pasar produk pakaian lokal yang menyebabkan kurangnya lapangan pekerjaan, pendapatan industri tekstil, dan meningkatkan jumlah impor pakaian di Indonesia.
Dalam mengatasi dampak negatif dari Thrifting ini, Pemerintah juga telah melarang kegiatan impor pakaian bekas. Melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 mengenai Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor, dalam pasal 2 ayat 3 tertulis bahwa “Barang Dilarang Impor berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas”. Tetapi, larangan ini masih belum efektif. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya pelaku bisnis yang menjual pakaian bekas impor. Oleh karena itu, perlu adanya pengawasan dari pemerintah terhadap kegiatan impor pakaian bekas yang tengah terjadi di Indonesia.
ADVERTISEMENT