Koruptor Semakin Menjadi, Masih Adakah "Hati Nurani" di Tengah Pandemi?

Bryan Jure Pelawi
Mahasiswa Prodi Ilmu Administrasi Negara Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
26 Desember 2020 5:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bryan Jure Pelawi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto : Nugroho Meidinata/JEDA ID
zoom-in-whitePerbesar
Foto : Nugroho Meidinata/JEDA ID
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo telah menetapkan wabah virus COVID-19 sebagai suatu kondisi bencana nasional secara resmi pada Senin, 13 April 2020. Bentuk keputusan ini dituangkan melalui terbitnya Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional. Pandemi COVID-19 ini seakan menjadi kesengsaraan tersendiri bagi sebagian lapisan masyarakat di Indonesia. Banyak sekali masyarakat yang terkena dampak dari pemutusan hubungan kerja (PHK), pemotongan upah, pemutusan kontrak kerja sebelum berakhir, hingga pemberlakuan dari prinsip no work no pay (tidak bekerja, maka tidak dibayar). Tekanan ekonomi yang sangat tinggi akibat dari pandemi ini menyebabkan banyak sekali masyarakat yang menderita dan sengsara.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, pada saat banyaknya masyarakat yang berjuang untuk melanjutkan hidupnya di tengah pandemi, tindak pidana korupsi semakin menjadi-jadi. Beberapa contoh kasusnya adalah tertangkapnya dua menteri dari Kabinet Indonesia Maju atas tersangka kasus tindak pidana korupsi. Hal tersebut menunjukkan bahwa krisis kesehatan yang terjadi dari pandemi COVID-19 ini tidak seakan-akan menghentikan para koruptor dalam mencari "pundi-pundi" kekayaan bagi mereka sendiri. Indonesian Corruption Watch (ICW) juga mencatat sebanyak 169 kasus korupsi dengan 372 tersangka ditindak oleh para penegak hukum baik dari unsur KPK, Kejaksaan, dan Polri.
Berdasarkan data yang dilansir dari Indonesia Corruption Watch, terlihat pada semester I tahun 2020 terjadi peningkatan nilai kerugian yang sangat tinggi terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa di saat perekonomian negara sedang goyah akibat dari pandemi COVID-19, koruptor kerap menambah beban kerugian negara dengan nilai yang sangat fantastis. Kemudian, pada semester I tahun 2020, juga terjadi peningkatan jumlah kasus penanganan korupsi yang cukup signifikan. Walaupun, pada tahun sebelumnya, yaitu semester I tahun 2018 ke semester I tahun 2019 terjadi penurunan jumlah kasus korupsi ke angka yang lebih rendah. Data tersebut membuktikan bahwa pandemi COVID-19 tidak semata-mata dapat menurunkan kasus korupsi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berangkat dari fakta-fakta di atas, dapat dikatakan bahwa walaupun pada awal tahun ini sedang terjadi pandemi, hal tersebut tidaklah menjadi penghalang dari suatu tindak pidana korupsi. Walaupun sudah banyak pekerjaan yang dilakukan dengan pembatasan sosial dan sistem work from home (WFH), hal tersebut tidak seakan-akan menghalangi koruptor dalam menjalankan misinya. Oleh karena itu, tulisan ini akan mengulas mengenai kasus korupsi oleh pejabat publik pada masa pandemi COVID-19 beserta alternatif penyelesaiannya.
Empat Kasus Korupsi Pejabat Publik Selama Masa Pandemi di Indonesia
Seperti apa yang telah disinggung pada bagian awal artikel, di masa pandemi ini, KPK telah menangkap dan menetapkan dua menteri sebagai tersangka dalam dugaan melakukan kasus korupsi. Adapun dua Menteri yang terlibat dalam dugaan kasus korupsi tersebut adalah Menteri Kelautan dan Perikanan yaitu Edhy Prabowo serta Juliari P. Batubara yang menjabat sebagai Menteri Sosial. Tragisnya adalah kedua menteri tersebut ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka dengan jangka waktu yang tidak berlangsung lama. Tidak hanya dua Menteri itu saja yang tersangkut kasus korupsi di masa pandemi ini, adapun tersangka kasus korupsi lainnya yaitu Wenny Bukamo yang merupakan Bupati Banggai Laut, Sulawesi Tengah serta Ajay Muhammad Priatna yang menjabat sebagai Walikota Cimahi, Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
1. Suap Ekspor Benih Lobster (Edhy Prabowo)
Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo disangkakan oleh KPK karena dituding telah menerima suap atas pemberian izin ekspor benih lobster. Dalam melakukan perbuatannya tersebut, Edhy Prabowo tidak sendiri, terhitung ada sekitar 6 tersangka lainnya. Suap yang diterima oleh Edhy Prabowo tersebut nilainya mencapai Rp 3,4 miliar melalui PT Aero Citra Kargo dan 100.000 Dollar AS. Hasil suap tersebut terbukti telah dipergunakan oleh Edhy Prabowo dengan ditemukannya barang mewah pada saat penyidik dari KPK melakukan penggeledahan di kediamannya. Barang mewah tersebut merupakan hasil belanja yang dilakukan bersama istrinya pada saat melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat. Berdasarkan dengan hasil analisis dari lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), apabila ekspor benih lobster tersebut berhasil diselundupkan, maka negara ditaksir akan mengalami kerugian hingga Rp 900 miliar dan juga apabila ekspor benih lobster tersebut tidak terkontrol jumlahnya, maka persediaan yang ada di dalam negeri jumlahnya terbatas bahkan dapat mengalami kelangkaan. Jika kondisi kelangkaan tersebut terjadi, maka harga jual atas benih lobster di dalam negeri akan mengalami lonjakan yang tinggi.
ADVERTISEMENT
2. Aliran Dana Bantuan Sosial COVID-19 (Juliari Peter Batubara)
Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara ditetapkan sebagai tersangka atas kasus aliran dana bantuan sosial. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Mensos Juliari Peter Batubara yang telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial penanganan COVID-19 di Kementerian Sosial usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Kemensos. Juliari Peter Batubara ditahan oleh KPK karena diduga menerima sejumlah uang yaitu senilai Rp 17 miliar. Dana tersebut diduga oleh KPK merupakan fee yang berasal dari sebuah proyek pengadaan berupa barang sebagai bentuk bantuan sosial atau bansos COVID-19 sebanyak dua kali. Uang fee tersebut juga diselidiki akan dipergunakan untuk harta kekayaan keperluan pribadi dari Juliari Peter Batubara berdasarkan pernyataan dari Ketua KPK, Firli Bahuri. Pengadaan bantuan sosial COVID-19 berupa paket-paket sembako tersebut diketahui bernilai sebesar Rp 5,9 triliun dengan total kontrak sebanyak 272. Diketahui juga bahwa pelaksanaan dari program pengadaan bantuan sosial ini dilakukan sebanyak dua periode. Pada proyek periode pertama, Juliari diduga menerima aliran dana sekitar Rp 8,2 Miliar. Kemudian, pada proyek periode kedua, didapatkan aliran dana fee sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar yang juga diduga dipergunakan sebagai keperluan pribadi dari Juliari
ADVERTISEMENT
3. Suap Pengadaan Barang dan Jasa di Kabupaten Banggai Laut (Wenny Bukamo)
Wenny Bukamo yang merupakan seorang Bupati di Kabupaten Banggai Laut, Sulawesi Tengah termasuk juga salah satu pejabat publik di Indonesia yang terlibat tindak pidana korupsi pada masa pandemi COVID-19. Bentuk tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Wenny Bukamo berupa penerimaan suap atas pengadaan barang dan jasa di wilayah Pemerintahannya. Wenny Bukamo ditangkap bersama lima tersangka lainnya dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK. Pada saat dilakukannya Operasi Tangkap Tangan (OTT), KPK menemukan sejumlah barang bukti terkait kasus penyuapan tersebut. Barang bukti tersebut antara lain berupa sejumlah uang tunai yang bernilai sekitar Rp 2 miliar yang tersimpan dalam sebuah kardus, buku tabungan, bonggol cek, serta beberapa dokumen terkait tentang perizinan proyek yang akan dilakukan. Penerimaan suap yang dilakukan oleh Wenny Bukamo disinyalir akan dipergunakannya untuk pendanaan Pilkada 2020, Wenny sendiri merupakan Ketua DPC PDIP Banggai Laut serta merupakan calon bupati petahana yang akan berpartisipasi di di Pilkada Banggai Laut 2020.
ADVERTISEMENT
4. Perizinan Proyek Pembangunan Rumah Sakit (Ajay Muhammad Priatna)
Walikota Cimahi, Ajay Muhammad Priatna telah ditangkap oleh KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukannya. Ajay diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait dengan perizinan proyek pembangunan sebuah rumah sakit di wilayah Cimahi, Jawa Barat. Praktik korupsi yang dilakukan oleh Ajay berupa penerimaan suap yang diminta oleh dirinya kepada Hutama Yonathan selaku Komisaris Rumah Sakit Umum Kasih Bunda. Hal tersebut berhubungan dengan rencana dari pihak Rumah Sakit Umum Kasih Bunda yang akan menambah gedung baru untuk mengoptimalkan pelayanan kepada para pasiennya. Suap yang diberikan oleh Hutama tersebut bertujuan untuk memperlancar perizinan atas rencana penambahan gedung. Dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukannya, KPK menemukan uang dengan jumlah sekitar Rp 425 juta dan beberapa dokumen keuangan dari pihak Rumah Sakit Umum Kasih Bunda yang dijadikan sebagai barang bukti untuk mengusut perkara tindak korupsi ini. Suap yang telah diterima oleh Ajay yaitu sebesar Rp 1,66 miliar secara bertahap dari total jumlah yang disepakati dengan Hutama pada saat pengurusan revisi terhadap Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang akan dilakukan oleh pihak RSU Kasih Bunda yakni sebesar Rp 3,2 miliar.
ADVERTISEMENT
Bentuk tindak pidana korupsi berdasarkan dengan kasus yang telah dijelaskan adalah adanya transaksi suap menyuap yang dilakukan oleh para pejabat publik dengan pihak-pihak terkait yang memiliki kepentingan. Para pihak yang terlibat dalam kasus korupsi tersebut akan ditindak sesuai dengan pelanggaran yang telah mereka lakukan berdasarkan dengan peraturan perundang-undangan atau dasar hukum yang terkait. Para tersangka yang merupakan penerima suap dikenakan Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah mengalami perubahan menjadi UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sedangkan tersangka yang merupakan pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah mengalami perubahan menjadi UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
ADVERTISEMENT
Alternatif Penyelesaian Kasus Korupsi Pejabat Publik di Indonesia
Dalam mengurangi dan memperkecil celah kesempatan bagi para pejabat publik dalam melakukan tindak pidana korupsi (Dalam masa Pandemi Covid-19), maka secara umum terdapat dua alternatif penyelesaian yang dilihat dari 2 sudut pandang internal (moral) dan eksternal (sistem) dari diri individu pejabat publik tersebut, yaitu :
1. Membangun budaya integritas di kalangan pejabat publik
Budaya berintegritas sendiri merupakan hal yang seharusnya sudah menjadi pedoman dan prinsip yang harus dipegang teguh oleh para pemangku jabatan publik. Integritas adalah suatu konsistensi dan keteguhan yang tidak tergoyahkan dalam keadaan apapun, serta menjunjung tinggi nilai-nilai dari luhur dan keyakinan itu (Pedoman Simposium, 2016). Dalam mengaitkannya, seorang yang berintegritas harus memberlakukan komitmen individu pada dirinya sendiri dengan pandangan moral secara konseptual yang jelas (Halfon, 1989). Alternatif penyelesaian kasus korupsi dengan membangun budaya integritas ini adalah perubahan cara berpikir para pejabat publik dalam memandang profesi mereka sendiri. Pola pikir yang seharusnya dibangun adalah bahwa mengemban amanah sebagai pemangku jabatan publik merupakan profesi yang dimuliakan, mengingat bahwa profesi tersebut adalah pengabdian dan pelayanan yang tulus kepada masyarakat. Kemudian satu hal yang seharusnya dipegang teguh oleh setiap lapisan pejabat publik adalah profesi mereka bukanlah profesi yang profit oriented yang menjadikan keuntungan sebagai tujuan utamanya. Oleh karena itu, paradigma yang wajib dibangun oleh setiap lapisan pemangku jabatan publik ini adalah menjadi seorang yang berfokus pada pengabdian dan pelayanan.
ADVERTISEMENT
2. Membuat regulasi terkait dengan penganggaran kegiatan pejabat publik dengan model sistem at cost
Pejabat publik dalam melakukan berbagai kegiatan pekerjaannya tentu tidak lepas dengan suatu pengeluaran anggaran. Oleh karena itu, sangat pentingnya penerapan dari model sistem at cost ini bagi transparansi pengalokasian pengeluaran dari kegiatan pejabat publik tersebut. Sistem at cost adalah model pemberian dana dengan bukti pengeluaran yang sah dan sesuai dengan kebutuhan dari pekerjaan atau tugas yang ada (Swandana, 2017). Umumnya penerapan dari pembayaran sistem at cost ini dilakukan pada kegiatan-kegiatan perjalanan dinas para pejabat publik. Model sistem ini diberlakukan karena sistem pembayaran sebelumnya, yaitu dengan sistem lumpsum, dinilai sangat buruk dan terjadi penyelewengan besar. Sistem lumpsum adalah metode pemberian dana yang dilakukan secara sekaligus di awal tanpa melihat bukti dari pengalokasian dana tersebut.
ADVERTISEMENT
Salah satu hal yang menjadi alasan mengapa sistem at cost ini menjadi sangat penting adalah pertimbangan bahwa pembiayaan untuk seluruh kegiatan pekerjaan pejabat publik harus sesuai dengan kebutuhan nyata dan memenuhi kaidah-kaidah pengelolaan keuangan negara. Kebutuhan nyata/riil yang dimaksud terdapat pada mekanisme at cost itu sendiri yang merupakan antitesis dari mekanisme pembiayaan lumpsum. Dengan menerapkan model sistem at cost ini, diharapkan terjadinya pelaksanaan anggaran yang transparan dan akuntabel. Tentu sistem ini juga digagas demi menghindari terjadinya peluang bagi para pejabat publik dari praktik-praktik yang tidak sehat seperti tindak pidana korupsi.
Referensi :
Antara. (2020, Desember 5). KPK: Uang Suap Bupati Banggai Laut Diduga untuk 'Serangan Fajar'. Retrieved from Tirto.id: https://tirto.id/kpk-uang-suap-bupati-banggai-laut-diduga-untuk-serangan-fajar-f7Mm
ADVERTISEMENT
Dirjen GTK. (2016). Pedoman Pelaksanaan Simposium. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta
Halfon, Mark S. (1989). Integrity: A Philosophical Inquiry. Philadelphia: Temple Univ. Press.
Harjanto, S. A. (2020, December 22). KPK Mulai Telusuri Aliran Suap Bansos ke Kandang Banteng. Retrieved from Kabar24.bisnis.com: https://kabar24.bisnis.com/read/20201222/16/1334119/kpk-mulai-telusuri-aliran-suap-bansos-ke-kandang-banten
Herlambang, A. A. (2020, Agustus 13). Bencana Korupsi di tengah Pandemi Covid-19. Retrieved from AyoSemarang.com: https://www.ayosemarang.com/read/2020/08/13/61966/bencana-korupsi-di-tengah-pandemi-covid-19
Putri, C. A. (2020, November ). Modus & Kronologi Lengkap Dugaan Korupsi Edhy Prabowo Dkk. Retrieved from cnbcindonesia.com: https://www.cnbcindonesia.com/news/20201126010012-4-204719/modus-kronologi-lengkap-dugaan-korupsi-edhy-prabowo-dkk
Rachman, D. A. (2020, November 28). Ditetapkan sebagai Tersangka, Wali Kota Cimahi Ditahan KPK. Retrieved from Kompas.com: https://nasional.kompas.com/read/2020/11/28/14101771/ditetapkan-sebagai-tersangka-wali-kota-cimahi-ditahan-kpk
Sutarl, T. (2019, Desember 14). PPATK: Aliran Dana Penyelundupan Benih Lobster Rp900 Miliar. Retrieved from CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191213161430-12-456774/ppatk-aliran-dana-penyelundupan-benih-lobster-rp900-miliar
ADVERTISEMENT
Swandana, A. A. N. (2017). Pengaruh Kebijakan At Cost Terhadap Alokasi Anggaran Perjalanan Dinas. Jurnal Anggaran Dan Keuangan Negara Indonesia (AKURASI), 1(2), 15. https://doi.org/10.33827/akurasi2017.vol1.iss2.art31