Konten dari Pengguna

Tradisi Berbahaya di Ujung Tombak: WHO Berjuang Melawan FGM di Sierra Leone

Agrace Sinaga
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Krsiten Indonesia
28 Oktober 2024 14:57 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agrace Sinaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bendera Sierra Leone. Sumber foto: dokumen pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bendera Sierra Leone. Sumber foto: dokumen pribadi
ADVERTISEMENT
Sierra Leone merupakan salah satu negara yang terletak di Afrika Barat, tepatnya di pesisir Samudera Atlantik. Sierra Leone memiliki tradisi yang dapat membahayaka perempuan yakni FGM (Female Genital Mutilation). FGM (Female Genital Mutilation) dilakukan sejalan dengan tradisi dan norma sosial untuk memastikan bahwa anak perempuan diterima secara sosial dan dapat dinikahkan, dan untuk menjunjung tinggi status dan kehormatan mereka dan seluruh keluarga. Tradisi ini mengakar kuat dalam tradisi Sierra Leone dan membawa dampak buruk bagi jutaan perempuan.
ADVERTISEMENT
FGM (Female Genital Mutilation) adalah prosedur atau tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan sebagian atau seluruh organ genital luar perempuan atas nama budaya, adat, agama atau alasan-alasan lain dan di luar alasan kesehatan. Praktik ini memiliki efek medis seperti pendarahan dan infeksi, yang bahkan dapat menyebabkan kematian. Hal ini dapat disebabkan oleh penggunaan alat pemotong yang tidak higienis, atau bahkan mungkin bukan alat sunat pada umumnya menggunakan alat-alat tradisional seperti pecahan kaca, batu yang tajam, atau bahkan besi runcing. Banyak kegiatan khitan perempuan ini dilakukan selama acara adat di mana fasilitas kesehatan tidak memadai. Praktik ini telah banyak dilakukan lebih di 100 kelompok etnis yang berada di lebih 40 negara di Afrika, Timur Tengah, Amerika bagian Selatan, Asia dan Australia. Namun, kebanyakan dari praktik FGM (Female Genital Mutilation) di dunia di lakukan di kawasan Afrika dan salah satunya adalah Sierra Leone. FGM dengan tipe apapun merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM, yang tidak dapat dibenarkan.
ADVERTISEMENT
Data di Sierra Leone menunjukkan wanita yang telah melakukan FGM (Female Genital Mutilation) usia 15 – 49 tahun sebanyak 86%, usia 0 – 14 tahun sebanyak 8%, dan wanita yang telah mendengar FGM (Female Genital Mutilation) serta tetap melanjutkan praktik ini sebanyak 68%. Tingginya persentase data FGM di Sierra Leone membuat WHO memberikann perhatian untuk menangani fenomena ini. WHO sebagai organisasi internasional di bawah naungan PBB yang bergerak serta menjamin kesehatan dunia berupaya memutuskan tradisi yang membayakan hak wanita di Sierra Leone.
Peran WHO sebagai organisasi internasional sangat penting dalam menangani masalah FGM secara global, termasuk di Sierra Leone. WHO menjalankan tiga dari empat fungsi utama organisasi internasional dalam menangani FGM di Sierra Leone, yakni peran sebagai Inisiator, Fasilitator, dan Determinator.
ADVERTISEMENT
WHO sebagai Fasiliator sebagai organisasi internasional telah menjalankan tugasnya sebagai fasiliator untuk menangani isu FGM di Sierra Leone. Setelah mempertimbangkan konsekuensi yang berbahaya bagi perempuan dan anak perempuan yang telah menjadi korban mutilasi genital, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UN secara keseluruhan telah mendukung penuh penghapusan mutilasi genital. Dengan dukungan PBB, pemerintah Sierra Leone telah berinvestasi dalam membangun Strategi Nasional untuk Mengurangi FGM selama beberapa tahun. Ini akan membantu mengimplementasikan komitmen internasional yang telah dibuat negara tersebut ke dalam tindakan. Setelah konsultasi menyeluruh dengan pemerintah, Kepala Paramount, pemimpin agama, Soweis, kelompok masyarakat sipil, dan lembaga non-pemerintah, rancangan strategi telah dibuat.
WHO sebagai Determinator juga telah mengeluarkan kebijakan CEDAW (Convention on the Elemination of all Forms of Discrimination against Women) resolusi yang di keluarkan ini merupakan suatu usaha untuk mengeleminasi bentuk tindakan diskriminasi terhadap perempuan. Sierra Leone adalah salah satu negara di Afrika Barat yang masih melakukan FGM. Adat istiadat budaya Sierra Leone memastikan bahwa praktik ini masih diterapkan hingga saat ini, meskipun pemerintah Sierra Leone telah menandatangani konvensi CEDAW pada 21 September 1998 dan mengesahkannya pada 11 November 1998 tanpa syarat. Seharusnya sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi kebijakan ini harus mematuhi setiap kebijakan yang telah dibuat dan disepakati.
ADVERTISEMENT
Sebagai Inisiator, WHO meluncurkan buku pedoman tentang mutilasi genital wanita (FGM) pada tahun 2018. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan penyedia layanan kesehatan dalam mencegah FGM dan perempuan di bawah usia 18 tahun. WHO juga bekerja sama dengan NGOs untuk memastikan bahwa mereka mematuhi larangan memotong genital anak perempuan dan perempuan di bawah usia 18 tahun. Dalam banyak kasus, intervensi masyarakat terhadap FGM lebih efektif di tingkat lokal daripada upaya pemerintah federal. Para pemimpin di Sierra Leone telah mengesahkan peraturan daerah FGM seperti Maputo Protocol dan CEDAW melalui African Union.
Tak hanya WHO kelompok-kelompok hak asasi juga banyak yang melakukan kampanye anti-FGM untuk mendesak Sierra Leone agar segera memutuskan tradisi tersebut. Selain itu, FORWARD (Foundation for Women’s Health Research and Development) adalah yayasan penelitian dan pengembangan kesehatan wanita yang telah beroperasi sejak 1993 di Inggris. Yang di mana tujuan organisasi ini mempromosikan praktik kesehatan kepada perempuan di Afrika dan anak-anak internasional. Bahkan FORWARD bekerja dengan Gerakan Pemberdayaan Girl2Girl di Sierra Leone telah menyerukan Pengabaian total FGM sebagai bagian dari upacara Bondo.
ADVERTISEMENT
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh organisasi non-pemerintah, baik di tingkat nasional maupun internasional, telah menghasilkan perubahan positif terkait praktik Female Genital Mutilation (FGM). Namun, kenyataannya praktik ini masih terus berlanjut. Pemerintah dan lembaga terkait belum berhasil sepenuhnya menerapkan kebijakan yang ada, terutama karena terbatasnya akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan, yang menjadi tantangan utama. Masyarakat tetap melanggengkan tradisi ini dengan dalih bahwa perempuan yang tidak menjalani FGM dianggap najis, tidak bermoral, atau bahkan berpenyakit. Parahnya lagi, perempuan yang tidak menjalankan praktik ini seringkali dijauhi, diejek di jalanan, dan dikucilkan dari lingkungan sosial. Hingga tahun 2024, praktik FGM yang berisiko tinggi terhadap keselamatan jiwa perempuan masih berlangsung.
Berbagai regulasi dan kebijakan, baik di tingkat internasional maupun nasional, telah diupayakan oleh WHO. WHO berperan sebagai fasilitator, determinator, dan inisiator dalam upaya penghapusan praktik Female Genital Mutilation (FGM) di Sierra Leone. Melalui instrumen internasional seperti CEDAW, Protokol Maputo, serta kerjasama dengan organisasi internasional dan para aktivis, WHO berusaha keras untuk mempercepat proses ini. Namun, sebagai organisasi internasional, WHO memiliki keterbatasan dalam mengintervensi konstitusi negara terkait untuk mendorong penerapan undang-undang yang melindungi hak-hak perempuan dan anak perempuan, yang seringkali diabaikan karena pertimbangan politik. WHO hanya dapat berfungsi sebagai fasilitator, dan upaya ini tidak akan efektif tanpa kesadaran serta dukungan masyarakat Sierra Leone itu sendiri.
ADVERTISEMENT