Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Inspirasi Bung Hatta untuk Melawan Kolonialisme
21 April 2022 21:19 WIB
Tulisan dari Cipta Sajati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bung Hatta, dikenal sebagai pahlawan yang semasa hidupnya begitu membenci segala macam bentuk penindasan yang dilakukan oleh Belanda terhadap Indonesia. Meskipun dia mendapatkan pendidikan Belanda dari jenjang sekolah dasar di Europeesche Lagere School (ELS) sampai dengan jenjang Universitas di Rotterdamse Handelshogeschool , hal tersebut tidak mengurangi kebenciannya terhadap kolonialisme yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berbagai bentuk kolonialisme coba dia lawan dalam berbagai kesempatan, sampai akhirnya dia dapat mencapai keinginannya untuk membebaskan Indonesia dari belenggu kolonialisme. Tetapi pertanyaannya dari manakah dia mendapat inspirasi hingga memutuskan untuk melawan kolonialisme?
ADVERTISEMENT
Bung Hatta kecil sebenarnya berada pada keluarga yang cukup beruntung, dia dibesarkan di keluarga saudagar dan pemuka agama terkemuka pada masa itu. Dengan keadaan keluarga seperti itu sebenarnya Bung Hatta akan hidup “senang” dan dapat dengan mudah mendapatkan pendidikan yang layak. Namun cerita berbeda, alam sudah menggariskan bahwa Bung Hatta adalah seorang tokoh besar yang menjadi harapan bangsanya. Dia tidak terbuai dengan keadaan keluarganya yang kaya agar dapat dekat dengan pemerintah kolonial. Dia lebih memilih untuk memusuhi Kolonial Belanda dan menanggalkan “kesenangan” yang akan dia dapat dari status keluarganya.
Ketidakadilan yang ditunjukkan pemerintah kolonial semakin meneguhkan hati Bung Hatta untuk berjuang mencapai kemerdekaan. Perang Kamang yang terjadi pada tahun 1908 adalah salah satu peristiwa yang terdapat dalam benak Bung Hatta saat kanak-kanak yang kemudian dia jadikan inspirasi untuk melawan kolonialisme. Peristiwa yang terjadi di sebuah desa bernama Kamang berjarak 16 Kilometer dari Bukittinggi. Perang ini terjadi karena adanya semangat lama yang masih tersimpan di dada rakyat untuk melawan Belanda atas lanjutan dari Perang Paderi. Bung Hatta kecil melihat dampak langsung dari peristiwa Perang Kamang ini. Saat pecahnya perang tersebut, lalu lintas di sekitar jembatan dekat rumah Bung Hatta dijaga oleh selusin serdadu dengan menggunakan senapan bayonet terhunus. Orang-orang yang melintas tanpa menduga akan di todong dan di geledah, sampai terdengar suara menjerit ketakutan.
ADVERTISEMENT
Suatu malam, paman Bung Hatta bernama Idris yang selalu tidur di sebelah kamar Bung Hatta berkata, “kempas-kempis perutku kalau tidur di situ, karena pada malam hari aku mendengar suara serdadu marsose yang menghardik dan menodong orang yang lewat”. Selanjutnya sang paman bercerita pada Bung Hatta mengenai perilaku serdadu Belanda yang berjaga di jembatan itu.
Lantas Bung Hatta kecil bertanya, “apa sebab ada penjagaan serdadu dekat rumah? dan kenapa orang-orang yang lewat diperlakukan seperti itu?”. Lantas sang paman menjawab dengan panjang lebar menjelaskan rangkaian peristiwa plakat panjang sampai dengan Perang Kamang. Hal yang paling teringat oleh Bung Hatta dari penjelasan pamannya adalah “Belanda tidak dapat dipercaya, dia melanggar janji”. Maka dari sinilah tertanam perasaan pertama mengenai kejahatan yang dilakukan kolonial Belanda dalam benak Bung Hatta.
ADVERTISEMENT
Setelah peristiwa tersebut, maka terjadilah peristiwa lanjutan yang membuat Bung Hatta semakin terinspirasi untuk melawan ketidakadilan yang dilakukan oleh Belanda. Peristiwa itu adalah saat ditangkapnya kerabat keluarga Bung Hatta yang bernama Rais. Dia merupakan sahabat dari kakek Bung Hatta. Lagi-lagi jembatan dekat rumah Bung Hatta tersebut yang menjadi saksi bisu kezaliman yang dilakukan Belanda. Bung Hatta mengatakan bahwa perilaku para Kolonial Belanda itu tak pernah dia lupakan.
“Tidak lama sesudah itu (peristiwa penjagaan jembatan), pada kedua kalinya jembatan itu kembali menjadi saksi bisu kezaliman yang tak dapat kulupakan” ujar Bung Hatta. Kezaliman apa yang Bung Hatta maksud, tidak lain adalah penangkapan Rais yang terjadi tanpa alasan dan tidak masuk akal. Alasan Pemerintah kolonial menangkap Rais karena dia dianggap terlibat dalam Perang Kamang.
ADVERTISEMENT
Menurut kesaksian Bung Hatta, “Waktu kereta api yang membawanya lewat di muka rumah kami di seberang jalan raya, kami sekeluarga berdiri pada jembatan yang “bersejarah” tadi. Aku berdiri duduk terjuntai di atasnya. dari jendela kereta api dia memberi salam dengan melambaikan tangan. Lambaian tangan itu kami balas dengan hati yang pilu karena kedua tangannya kelihatan di belenggu”.
Setelah beranjak dewasa barulah Bung Hatta mengetahui bahwa penangkapan itu bukanlah karena keterlibatan Rais dalam Perang Kamang, namun karena surat yang ditulis oleh Rais pada surat kabar Utusan Melayu perihal perbuatan Asisten Residen bernama Tuan Westenenk di Agam, Bukittinggi yang dikecam banyak warga. Tuan Westenenk adalah orang yang pintar namun banyak dikecam oleh masyarakat karena perbuatanya yang tidak sopan. Meskipun Rais tidak menyebutkan nama siapa yang ia tunjuk hidungnya pada surat kabar tersebut, masyarakat sudah tahu siapa yang dimaksud Rais. Akibatnya Tuan Westenenk menangkap Rais dengan tuduhan terlibat Perang Kamang sebagai dalih untuk balas dendam. Dasar inilah maka Bung Hatta menganggap bahwa Pemerintah Kolonial telah zalim pada saudaranya Rais.
ADVERTISEMENT
Beranjak dewasa Bung Hatta menunjukkan sikapnya untuk semakin menentang kolonialisme Belanda, terlebih setelah dirinya tergabung dalam Perkumpulan Pemuda Sumatra (Jong Sumatranen Bond) cabang Padang. Jiwa Bung Hatta muda makin tergugah untuk menentang kolonialisme saat kedatangan seorang tokoh Pergerakan Nasional yang juga Wakil Ketua Sentral serikat Islam bernama Abdoel Moeis.
Bung Hatta begitu kagum dengan pemikiran dan pidato Abdoel Moeis yang begitu menggugah serta meyakinkan hati untuk menentang kolonialisme. Pada suatu kesempatan, Abdoel Moeis berpidato mengungkapkan persoalan yang sedang dihadapi masyarakat yaitu berkaitan dengan sikap Belanda yang makin mencekik masyarakat dan anjuran beliau agar rakyat dapat memerintah sendiri. Gaya pidato yang diperlihatkan Abdoel Moeis pada kesempatan itu begitu memikat hati Bung Hatta.
ADVERTISEMENT
Dengan keanggotaannya pada Jong Sumatranen Bond (JSB) yang mempunyai cita-cita tinggi terhadap kemajuan tanah air serta ucapan-ucapan Abdoel Moeis mengenai anjurannya pada rakyat Indonesia agar mampu menentukan nasibnya sendiri (self-determination), Bung Hatta makin tergerak untuk terus memperhatikan persoalan yang terdapat di dalam masyarakat karena disebabkan oleh Kolonialisme Belanda.
Seiring berjalannya waktu, Bung Hatta makin menunjukkan jalan perjuangannya untuk melawan kolonialisme dengan berbagai langkah. Dimulai dari Bukittinggi sampai ke Rotterdam langkah Bung Hatta tak terbendung untuk berjuang melawan kolonialisme. Sampai dia harus dipenjara selama masa studinya di Belanda. Puncaknya Bung Hatta harus menjadi pesakitan sebagai tahanan buangan ke beberapa daerah seperti Boven Digul, Banda Neira, dan terakhir Sukabumi. Namun hal tersebut tak menyurutkan Bung Hatta untuk terus melawan kolonialisme, berjuang untuk kedaulatan rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sumber inspirasi bagi Bung Hatta untuk melawan Kolonialisme Belanda yang dipaparkan di atas hanya sebagian kecil dari hal-hal yang menjadi dasar mengapa Bung Hatta tergerak untuk berjuang melawan Belanda. Masih banyak inspirasi dari tokoh-tokoh pergerakan lainnya yang akhirnya meneguhkan hati Bung Hatta untuk makin melawan penjajahan atas bangsanya. Namun cerita di atas setidaknya menjadi informasi penting dari mana awal Bung Hatta mendapat inspirasi untuk melawan kolonialisme yang dilakukan oleh Belanda.