Konten dari Pengguna

Ekonomi Dunia Tidak Baik-baik Saja, BI Perkuat Stabilitas Rupiah

Dimas Achmad Fadhila
Central Banker at Bank Indonesia - Member of ISEI - Statistician from ITS
26 Mei 2024 9:20 WIB
·
waktu baca 4 menit
clock
Diperbarui 5 Juni 2024 10:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dimas Achmad Fadhila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Bank Indonesia. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bank Indonesia. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Potret ekonomi global memang sedang tidak baik-baik saja. Di tengah gempuran konflik geopolitik berkepanjangan, harapan akan tercapainya kestabilan ekonomi pasca pandemi Covid-19 perlu untuk diperjuangkan. Terlebih, dinamika kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) seolah menguji resiliensi perekonomian negara-negara berkembang. Melalui kerangka kebijakan moneter, Bank Indonesia berupaya konsisten dalam mencapai stabilitas nilai Rupiah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Tahun 2024 dibuka oleh drama saling serang antara Russia dan Ukraina. Ketegangan yang timbul akibat invasi militer sejak paruh pertama tahun 2022 masih berlangsung secara intensif hingga menginjak hari ke-822 pada 25 Mei 2024. Di bagian bumi lainnya, konflik di Timur Tengah bergulir kian memanas. Peningkatan tensi ditandai oleh serangan Israel pada kedutaan Iran di Damaskus, Suriah yang direspons dengan peluncuran rudal Iran ke Tel Aviv pada 13 April 2024 dan serangan balasan Israel pada 19 April 2024.
Ketegangan geopolitik Russia-Ukraina dan Timur Tengah yang terus bergulir tak juga luput dari perhatian dunia internasional. Konflik peperangan menguatkan volatilitas dan sentimen negatif bagi pasar keuangan. Hal tersebut mendorong pengalihan aliran modal dan aset menuju entitas safe heaven seperti Dolar AS. Sebagai buntutnya, terjadi depresiasi mata uang negara-negara Asia, termasuk Indonesia.
ADVERTISEMENT

Pelemahan Nilai Rupiah

Selama kuartal pertama tahun 2024, nilai Rupiah terus mengalami tekanan dan terdepresiasi sekitar 2,6 persen. Bahkan, pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS masih berlanjut hingga mencapai Rp16.280 per Dolar AS berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) pada 19 April 2024. Pada titik ini, nilai Rupiah mencapai level terendahnya sejak April 2020.
Kondisi serupa tidak hanya dialami Rupiah. Pelemahan nilai tukar juga dialami oleh banyak mata uang negara-negara lain di Asia. Sebut saja Won Korea Selatan yang terdepresiasi sebesar 1,25 persen, Peso Filipina yang ikut terdepresiasi 0,59 persen, dan Dolar Taiwan yang juga terdepresiasi 0,44 persen. Situasi ini merupakan ekor dari kebijakan Bank Sentral AS dalam merespons dinamika yang terjadi secara global dan implikasinya secara domestik.
ADVERTISEMENT

Kebijakan The Fed

Melalui Rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada 1 Mei 2024, The Fed mengumumkan untuk tetap mempertahankan tingkat suku bunga acuan (Fed Funds Rate) pada level 5,25-5,5 persen. Ketua The Fed, Jerome Powell, mengkonfirmasi bahwa diperlukan waktu tambahan sebelum penurunan tingkat suku bunga dapat dilakukan. Hal ini seiring dengan tingkat inflasi tahunan AS pada April 2024 tercatat pada level 3,4 persen, masih berada di atas target The Fed sebesar 2 persen.
Keputusan The Fed dalam mempertahankan tingkat suku bunga sejalan dengan ekspektasi mayoritas pasar. Pada 24 Mei 2024, yield US Treasury 10 Tahun ditutup dengan penurunan sekitar 3,89 persen secara bulanan. Tren penurunan yield terjadi setelah mengalami peningkatan sekitar 19,5 persen sepanjang Januari hingga April 2024. Namun demikian, sinyal mengenai peluang pemangkasan tingkat suku bunga nampaknya belum berada pada titik terang. Padahal, dovish tone dari the Fed dapat meredam keluarnya aliran dana investor asing dari pasar modal Indonesia dan memberikan sentimen positif bagi apresiasi nilai Rupiah.
ADVERTISEMENT

Langkah Kebijakan Bank Indonesia

Merespon perkembangan global dan domestik, RDG Bank Indonesia pada 21-22 Mei 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,25 persen. Keputusan untuk mempertahankan suku bunga acuan merupakan langkah konsisten kebijakan moneter pro-stability Bank Indonesia untuk memastikan inflasi tetap terkendali pada kisaran 2,5±1 persen. Dalam kerangka yang sama, kebijakan ini juga bertujuan untuk mendorong efektivitas dalam menjaga aliran masuk modal asing dan stabilitas nilai Rupiah.
Sampai dengan bulan ke-5 tahun 2024, Bank Indonesia telah menaikkan BI-Rate sebesar 25 bps ke level 6,25 persen tepatnya pada RDG Bank Indonesia tanggal 23-24 April 2024. Peningkatan BI-Rate pada April 2024 sejalan dengan kenaikan struktur suku bunga di pasar uang Rupiah dalam rangka mengantisipasi meningkatnya yield US Treasury dan premi risiko global. Hal tersebut ditujukan untuk menjaga daya tarik imbal hasil dan aliran masuk portofolio asing ke aset keuangan domestik guna mendukung stabilitas nilai Rupiah.
ADVERTISEMENT
Dalam jangka pendek, kebijakan moneter Bank Indonesia berimplikasi positif terhadap stabilitas nilai Rupiah. Berdasarkan data JISDOR pada 22 Mei 2024, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS mengalami apresiasi sebesar 229 bps atau menguat sekitar 1,41 persen secara bulanan menjadi Rp15.995. Lebih lanjut, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) April 2024 tetap terjaga pada level 3 persen, berada dalam kisaran target yang ditetapkan.