Punya Umur Panjang, Beberapa Spesies Dapat Hidup Ratusan Tahun

Dasar Binatang
Menyajikan sisi unik dunia binatang, menjelajah ke semesta eksotisme lain margasatwa
Konten dari Pengguna
10 Desember 2020 12:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dasar Binatang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Quahog. Foto: Youtube .dok/Animal Fact Files
zoom-in-whitePerbesar
Quahog. Foto: Youtube .dok/Animal Fact Files
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2006 ilmuwan menemukan quahog, sejenis kerang di dasar laut Islandia. Penemuan itu terasa spesial karena makhluk moluska tersebut diperkirakan berusia 507 tahun, meskipun sayangnya hewan terbunuh secara tidak sengaja. Sehingga, quahog yang diberi nama Ming diduga menjadi hewan tertua yang pernah hidup.
ADVERTISEMENT
Sepuluh tahun berselang pada tahun 2016, para peneliti memperkirakan seekor hiu Greenland betina sepanjang lima meter telah hidup selama 392 tahun, menjadikan hiu digadang-gadang sebagai vertebrata tertua. Sedangkan rekor umur panjang mamalia dimiliki oleh paus kepala busur, yang diperkirakan telah mencapai usia 211 tahun.
Penemuan-penemuan hewan berumur panjang membuat para ahli bertanya mengapa individu dari beberapa spesies dapat hidup selama ratusan tahun. Sementara yang lain hanya mendapatkan kesempatan hidup lebih singkat, dari bertahun-tahun, berbulan-bulan, berminggu-minggu, bahkan hanya berhari-hari.
Dilansir dari BBC, pada awal abad ke-20, ahli fisiologi Jerman Max Rubner membandingkan tingkat metabolisme energi dan rentang hidup pada kucing, anjing, sapi, dan kuda. Rubner menemukan bahwa hewan besar yang memiliki tingkat metabolisme lebih rendah per gram pada jaringan dapat membuat hidup lebih lama, meskipun energi yang digunakan juga dapat mempersingkat kehidupan.
ADVERTISEMENT
Ahli biologi Amerika, Raymond Pearl, mengembangkan gagasan itu lebih lanjut setelah penelitiannya tentang efek kelaparan, perubahan suhu, dan keturunan pada jangka hidup lalat buah. Pearl lalu menulis kutipan pada bukunya The Rate of Living pada tahun 1928, “Secara umum durasi hidup berbanding terbalik dengan laju pengeluaran energi selama hidup.”
Akan tetapi, meskipun benar spesies mamalia yang lebih besar memiliki laju metabolisme yang lebih lambat dan hidup lebih lama, beberapa hewan berukuran kecil secara mengejutkan ditemukan berumur langgeng.
Tim peneliti melaporkan banyak burung dan kelelawar hidup lebih lama untuk ukuran tingkat metabolisme pada kedua hewan itu. Sedangkan marsupial memiliki rentang hidup yang lebih pendek daripada mamalia plasenta meskipun memiliki tingkat metabolisme yang lebih rendah.
ADVERTISEMENT
John Speakman dari University of Aberdeen di Inggris melakukan eksperimen pada tahun 2005. Speakman menggunakan trik statistik yang cerdas untuk menghilangkan pengaruh massa tubuh dari 239 spesies mamalia dan 164 spesies burung. Hasilnya, baik mamalia dan burung tidak menunjukkan korelasi antara metabolisme dan rentang hidup setelah massa tubuh dihilangkan.
Kemudian Speakman melakukan studi lanjutan, di mana dengan membandingkan energi harian dari 48 spesies mamalia dan 44 spesies burung dan menghapus faktor ukuran tubuh. Hasilnya ternyata terdapat hubungan antara metabolisme dengan umur hewan. Dengan kata lain, spesies mamalia yang memiliki tingkat metabolisme lebih tinggi kemungkinan akan hidup lebih lama. Sedangkan, pada spesies burung tidak mencapai hasil statistik yang signifikan.
ADVERTISEMENT
Tak hanya sampai disitu, Speakman juga ingin membuktikan hipotesis apakah hewan yang lebih banyak menghirup oksigen akan lebih cepat mengalami penuaan atau tidak. Pada tahun 2004, Speakman menguji tikus yang menghirup lebih banyak oksigen 36 persen dari yang lainnya ternyata dapat hidup lebih panjang.
Berbeda dengan João Pedro Magalhães dari University of Liverpool di Inggris, melakukan eksperimen terhadap 1.400 spesies mamalia, burung, amfibi, dan reptil, untuk mengetahui apakah ukuran tubuh berpengaruh pada umur panjang hewan. Hasil riset menunjukkan 63 persen variasi umur tergantung pada massa tubuh.
Magalhães merinci massa tubuh memengaruhi usia terhadap 76 persen mamalia, 70 persen pada burung, dan sisanya 59 persen untuk kelompok reptil. Magalhães dan beberapa peneliti yang melakukan studi serupa setuju bahwa hal itu juga disebabkan oleh gabungan faktor evolusi dan ekologi.
ADVERTISEMENT
Magalhães lalu menekankan hewan yang lebih kecil memiliki lebih banyak predator dan harus tumbuh lebih cepat. Sehingga, hewan mungil harus mewariskan gen dengan cepat pula. Sementara hewan yang lebih besar seperti gajah dan paus, lebih memiliki peluang yang lebih kecil untuk dimangsa oleh predator.
Steven Austad, mantan jurnalis yang kemudian menjadi ahli biologi, berpendapat bahwa lingkungan bersuhu rendah mendukung hewan menjadi pemegang rekor umur panjang seperti kerang Islandia, hiu Greenland, dan paus kepala busur yang disebutkan di awal. Austrad meyakinkan bahwa proses utama tubuh, seperti produksi oksigen reaktif, perbaikan DNA, dan gen berjalan lebih lambat dalam suhu rendah.
ADVERTISEMENT
Magalhães menambahkan, dengan mengurutkan lebih banyak spesies akan membantu ilmuwan untuk mencari tahu dan menjawab banyak pertanyaan menarik lainnya. Magalhães juga percaya bahwa manusia dapat belajar melalui pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana spesies berumur panjang menangkis berbagai macam penyakit.
Hiu Greenland. Foto: Youtube dok./BlueWorldTV