Konten dari Pengguna

Pentingnya Pengawasan Partisipatif Dalam Pemilu

Deni Permana
Mahasiswa pascasarjana Ilmu Politik Universitas Padjajaran
2 Juli 2024 18:27 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Deni Permana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Deni Permana Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Padjadjaran
zoom-in-whitePerbesar
Deni Permana Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Padjadjaran
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Salah satu indikator demokrasi adalah peran serta masyarakat sebagai pemilih sekaligus subjek dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu). Idealnya tidak sekedar menggunakan hak pilih, namun berpartisipasi aktif mengawasi jalannya Pemilu, termasuk memastikan pelaksanaannya berlangsung sesuai dengan aturan serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Pengawasan partisipatif adalah keikutsertaan atau pelibatan masyarakat dalam pengawasan Pemilu. Pengawasan partisipatif dilakukan di ruang privat oleh rakyat selaku pemilik kedaulatan tertinggi suatu negara demokrasi. Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 448 ayat (3) menjelaskan bentuk partisipasi masyarakat mencangkupi:
(1) tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan peserta Pemilu; (2) tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan Pemilu;(3) bertujuan meningkatkan partisipasi politik masyarakat secara luas; dan (4) mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan Pemilu yang aman, damai, tertib, dan lancar.
Ketentuan yang termaktub dalam UU tentang Pemilu di atas memberikan kesempatan luas kepada masyarakat untuk turut serta dalam pengawasan serta menyampaikan hasil pemantauan dan pengaduan dugaan pelanggaran Pemilu secara berjenjang kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Keterlibatan masyarakat tersebut bersifat suka rela. Laporan pengawasan tersebut harus memenuhi syarat 5 W (who, why, where, what, when), yaitu siapa yang melakukan, mengapa, di mana terjadinya, pelanggarannya seperti apa, kapan terjadinya, dan 1 H (how) bagaimana kronologis kejadiannya. Pelibatan masyarakat ini dimaksudkan untuk meminimalisir konflik atas kepercayaan terhadap integritas proses dan hasil Pemilu sekaligus meningkatkan legitimasi kepemimpinan politik. Selama ini selain Bawaslu terdapat institusi masyarakat yang terlibat dalam pengawasan yaitu yang dilakukan Lembaga Swadaya Masyarakat atau CSO (Civil Society Organization). Kehadiran institusi pengawas di atas dalam praktiknya belum dapat mengatasi berbagai pelanggaran baik administrasi maupun pidana yang dilakukan oleh kontestan, baik partai politik maupun
ADVERTISEMENT
kandidat. Hal ini mengindikasikan, pengawasan yang dilakukan selama ini belumlah efektif. Lahirnya ide gagasan pengawasan partisipatif dimaksudkan untuk mengurangi jumlah pelanggaran, karena semakin banyak lembaga independen atau masyarakat yang terlibat dalam pemantauan dan pengawasan, maka proses Pemilu ataupun Pilkada akan berproses lebih jujur, adil, dan berintegritas yang pada akhirnya menghasilkan pemimpin yang benar-benar memiliki komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Salah satu parameter Pemilu demokratis yaitu partisipasi seluruh stakeholders dalam tahapan penyelenggaraan Pemilu. Hingga kini sebagian besar masyarakat masih beranggapan, bahwa kedaulatan rakyat semata-mata diwujudkan dalam aktivitas memberikan suara dan tidak banyak menaruh perhatian pada tahap pengawasan Pemilu. Idealnya masyarakat mengambil peran aktif masing-masing, baik sebagai anggota partai yang intens membahas calon dan rencana kebijakan partai, melakukan kampanye mendukung atau menentang peserta pemilu tertentu, memantau pelaksanaan dan mengawasi penyelenggaraan pemilu, memberitakan kegiatan pemilu melalui media massa secara obyektif, melakukan dan menyebarluaskan hasil survei tentang persepsi pemilih, dan melakukan dan menyebarluaskan hasil hitung cepat atau quick count hasil Pemilu.
ADVERTISEMENT
Tingkat malpraktik Pemilu bergantung pada kualitas demokrasi suatu negara. Ketika peserta dan pelaksana berkoalisi mencurangi pemilihan, maka akan melahirkan pemimpin yang tidak kredibel dan berintegritas. Malpraktik adalah pelanggaran pemilu yang disebabkan oleh kecerobohan atau tidak sadar, lalai, ceroboh, tidak teliti, kelelahan, kekurangan sumberdaya ataupun ketidakmampuan pihak penyelenggara pada pelaksanaan Pemilu. Malpraktik Pemilu sangat efektif dalam menurunkan partisipasi dan kepercayaan masyarakat (Surbakti et al., 2014). Kajian JPPR menyebutkan tujuan partisipasi masyarakat dalam pemantauan penyelenggaraan pemilu adalah: (1) Mewujudkan Pemilu yang berlangsung secara demokratis, sehingga hasilnya dapat diterima dan dihormati oleh semua pihak; (2) Pemantauan termasuk usaha menghindari terjadinya kecurangan, manipulasi, permainan serta rekayasa yang dapat menguntungkan pihak-pihak tertentu dan merugikan kepentingan rakyat; dan (3) Menghormati serta meningkatkan kepercayaan terhadap hak-hak sipil dan politik warga negara (Ramadhanil, 2015: 36-37).
ADVERTISEMENT
Bentuk kegiatan pengawasan partisipatif meliputi: Pertama, melakukan pendidikan pemilih. Kedua, melakukan sosialisasi tata cara setiap tahapan Pemilu. Ketiga, melakukan pemantauan atas setiap tahapan Pemilu dan menyampaikan penilaian atas Pemilu berdasarkan hasil pemantauan. Keempat, melaporkan dugaan pelanggaran Pemilu baik pelanggaran Kode Etik Penyelenggara pemilu maupun pelanggaran administrasi dan pidana Pemilu. Kelima, mendaftarkan diri sebagai pemilih dan mengajak pihak lain untuk mendaftarkan diri sebagai pemilih. Keenam, menjadi peserta kampanye Pemilu. Ketujuh, memberikan suara pada hari pemungutan suara, menyaksikan proses penghitungan suara di TPS, menjadi saksi yang mewakili peserta Pemilu, dan/atau menjadi anggota KPPS/ PPS/ PPK. Kedelapan, ikut berperan dalam proses pemberitaan tentang Pemilu di media cetak atau proses penyiaran tentang Pemilu di media elektronik. Kesembilan, ikut berperan dalam lembaga survey yang melaksanakan proses penelitian tentang Pemilu dan penyebar luasan hasil penelitian kepada masyarakat umum. Kesepuluh, ikut serta dalam proses Penghitungan Cepat (Quick Count) dan menyebar-luaskan hasilnya kepada masyarakat. Kesebelas, menjadi relawan untuk memastikan integritas hasil Pemilu dengan merekam dan menyebar- luaskan hasil perhitungan suara di TPS kepada masyarakat melalui berbagai media yang tersedia. Kegiatan pengawasan partisipatif merupakan upaya untuk memastikan setiap pemilih memberikan suara secara cerdas, yang dapat dilakukan oleh pemilih (sendiri atau berkelompok), LSM, lembaga pemantau Pemilu, peserta Pemilu, lembaga survei, mereka yang berkarya di media massa, akademisi, kelompok profesi, dan organisasi kemasyarakatan (Surbakti, 2015: 50-51).
ADVERTISEMENT
Permasalahan yang dihadapi Bawaslu hingga saat ini adalah dalam hal pengembangan konsep partisipasi masyarakat yang masih pada tataran “uji coba” atau trial and error. Hal ini disebabkan belum adanya model partisipasi pengawasan Pemilu yang bisa menjadi acuan (Junaidi, 2013:27). Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Pemilu Sepanjang perjalanan Pemilu di Indonesia, regulasi tentang Pemilu mencatat perkembangan yang semakin signifikan dikaitkan dengan semakin luasnya kesempatan bagi masyarakat untuk terlibat dalam pengawasan atau pemantauan Pemilu. Di satu sisi, hal ini memberikan kontribusi pada keterbukaan penyelenggara Pemilu terhadap data dan informasi proses Pemilu serta Pemilu yang semakin inklusif bagi perempuan, disabilitas, masyarakat adat, dan kelompok rentan lainnya. Di sisi lain, kedudukan pemantau Pemilu yang mandiri, menghadapi persoalan terkait dana operasional
ADVERTISEMENT
pemantauan, syarat pendaftaran, dan akreditasi pemantau Pemilu yang mengharuskan tercatat di Bawaslu. Selain itu belum tersedianya perlindungan bagi pemantau Pemilu yang melaporkan kasus pelanggaran sebagai contoh money politics.