Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Pemberitaan Provokatif Media Barat Soal Kemenangan Anies-Sandi
20 April 2017 11:31 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Pemilihan umum gubernur DKI Jakarta memantik perhatian tidak hanya di skala nasional Indonesia, disebut sebagai ajang demokrasi terpanas setelah pemilu presiden. Pemberitaan media ramai soal pilgub, tidak terkecuali berbagai kantor berita asing.
ADVERTISEMENT
Namun ada kesamaan yang kentara dari pemberitaan media-media asing, terutama dari Barat. Kemenangan Anies-Sandi berdasarkan hasil hitung cepat dianggap adalah kemenangan kelompok Islam. Beberapa media Barat menuliskan, kelompok Islam garis keras telah memenangkan Anies-Sandi.
Salah satunya adalah media Wall Street Journal dalam tulisannya yang berjudul "Hard-Line Strain of Islam Gains Ground in Indonesia, World’s Largest Muslim Country". Intinya, tulisan itu mengulas soal kebangkitan Islam garis keras dalam Pilgub Jakarta untuk menggulingkan gubernur beragama Kristen.
Baca juga: Ahok: Selamat Pak Anies dan Pak Sandi
Tulisan itu mengangkat soal berbagai aksi yang dihadiri ratusan ribu umat Islam di Jakarta, sebagai bentuk protes atas dugaan penistaan agama oleh gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
ADVERTISEMENT
Media lainnya, salah satunya SBS Australia, mengambil angle pluralisme Jakarta yang akan tetap terjaga jika Ahok tetap menjadi gubernur. Dari judulnya, lagi-lagi Islam garis keras disinggung: "Jakarta election: Radical Islam tested 'if Ahok wins'".
Kantor berita Reuters pun demikian. Beberapa tulisannya sebelum, saat dan sesudah pilgub menggambarkan soal kebangkitan ekstremisme dan radikalisme Islam dalam pilgub kali ini. Reuters mengambil pendapat beberapa tokoh yang mengatakan bahwa kelompok radikalisme Islam telah menjadi kekuatan yang besar di Jakarta, dan akan digunakan untuk pemilihan presiden 2019 mendatang.
Media Amerika Serikat, USA Today, mengambil judul "Muslim voters oust Jakarta’s Christian governor" menekankan soal perbedaan agama para calon gubernur. Dan banyak media asing lainnya, seperti CNN dan New York Times, yang bernada sama ketika memberitakan pilgub Jakarta.
ADVERTISEMENT
Memainkan Frame
Sekretariat Jenderal Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Arfi Bambani mengatakan bahwa bentuk penulisan media Barat itu adalah cara "framing" yang merupakan kebebasan dari ruang redaksi.
"Mereka memainkan frame. Ini tergantung medianya. Ada media yang liberal, ada yang ke tengah, itu yang terjadi. Nah, ini adalah kebebasan ruang redaksi, tidak ada yang bisa intervensi," kata Arfi saat dihubungi kumparan (kumparan.com), Kamis (20/4).
Namun Arfi mengatakan pemberitaan media Barat tidak jeli melihat apa yang terjadi dalam politik pilgub Jakarta kali ini. Menurutnya, kedua kubu dalam pilgub memiliki pendukung yang plural.
"Mereka [media Barat] menyederhanakan masalah. Politik tidak sesederhana itu. Di kubu Anies memang ada kelompok Islamis, tapi di kubu Anies juga ada yang non-Muslim, ada yang Tionghoa. Artinya politik di Jakarta tidak sesederhana yang mereka tulis," ujar Arfi.
ADVERTISEMENT
Anies Didukung Partai Nasionalis Moderat
Sementara itu Wakil ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera, Hidayat Nur Wahid, mengatakan pemberitaan media Barat coba membuat framing radikalisme terhadap umat Islam di Jakarta. Hal ini, kata dia, bertentangan dengan fakta di lapangan.
Faktanya Anies juga didukung oleh partai-partai nasionalis yang moderat, tidak hanya kelompok Islam. Dari kubu Ahok, ujar Hidayat, juga ada dari kelompok Islamis, seperti PPP, PKB dan GP Ansor.
Lagi pula, lanjut Hidayat lagi, kondisi aman dan damai dalam pilkada kemarin membuktikan bahwa isu radikalisme tidak terbukti. Pemenang tidak jemawa, dan yang kalah berlapang dada.
"Jika yang terjadi adalah radikalisme, dengan beragam provokasi yang terjadi terhadap pendukung Anies, pasti akan terjadi konflik horizontal. tapi nyatanya aman, tertib, dan damai. Apa yang dikhawatirkan kepolisian tidak terjadi," ujar Hidayat kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Menurut Hidayat, media Barat perlu belajar lagi soal makna demokrasi dan umat Islam di Indonesia. Pemberitaan Barat dianggapnya malah akan memprovokasi tumbuhnya radikalisme.
"Apa yang dilakukan media Barat adalah bentuk provokasi yang akan menumbuhsuburkan radikalisme Islam atau radikalisme sekuler. Radikalisme sekuler karena percaya celotehan penilaian yang tidak fair dari media Barat, lalu melakukan tindak anarkis dengan menolak hasil pilgub," tutur Hidayat.
Radikalisme Agama Terlalu Jauh
Sekretaris Timses Ahok-Djarot, Ace Hasan Syadzily, menilai istilah "radikalisme agama" terlalu jauh jika digunakan dalam pilgub DKI. Namun dia mengakui adanya preferensi terhadap cagub Muslim dalam pilgub DKI tahun ini.
"Harus diakui preferensi pemilih di Jakarta aspek agama lebih dominan, daripada aspek kinerja. Karena jika kita lihat dari kekuatan publik dari kinerja, petahana di atas 70 persen," ujar Ace.
ADVERTISEMENT
"Teorinya, seharusnya Ahok-Djarot bisa menang. Tapi karena split psikologi soal aspek agama yang membuat mereka memilih Anies-Sandi," lanjut dia.
Wakil Ketua Tim Pemenangan Anies-Sandi, Mohamad Taufik, membantah kemenangan itu sepenuhnya akibat sentimen keagamaan. "Jika demokrasi di Indonesia berdasarkan agama, maka Ahok tidak akan dapat suara 40 persen. Ini adalah kemenangan rakyat Jakarta," kata Taufik.
Soal pemberitaan media Barat, Taufik menilainya "tidak objektif dan tendensius". Sementara menurut Hidayat, pemberitaan Barat tidak mencerminkan praktik jurnalistik yang baik.
"Media barat tidak mengajarkan tentang kode etik jurnalistik yang benar, tidak cover both side, mencampuradukkan antara fakta dan opini," ujar HIdayat.
Arfi menyarankan bila ada keberatan atas berbagai pemberitaan yang dinilai tendensius tersebut masyarakat bisa melayangkan protes.
ADVERTISEMENT
"Jika ada yang keberatan harusnya menyurati media tersebut atau meminta hak jawab atau somasi yang lebih tinggi lagi. Atau melakukan counter dengan tulisan berbeda," tegas Arfi.