Konten dari Pengguna

Keguncangan dan Kesenjangan Budaya, Apakah Sama?

Desta Ayu Sekar P
Mahasiswa Jurnalistik, Politeknik Negeri Jakarta
12 Januari 2023 11:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Desta Ayu Sekar P tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernahkah Anda mendengar istilah "culture lag" atau "culture shock" Culture lag dan culture shock merupakan fenomena yang selalu terjadi di negara-negara di belahan dunia seiring berkembangnya teknologi. Seperti yang kita ketahui, culture atau budaya adalah adat istiadat yang telah terlaksana pada lingkungan masyarakat di suatu daerah. Oleh karena itu, pada artikel kali ini kita akan membahas mengenai fenomena budaya yang terjadi di berbagai negara di belahan dunia.
Sumber: https://unsplash.com/
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: https://unsplash.com/
Culture lag atau kesenjangan budaya merupakan fenomena yang terjadi karena adanya pengaruh dari perkembangan digitalisasi dalam kehidupan masyarakat. Munculnya teknologi-teknologi yang semakin canggih secara cepat membuat masyarakat mengalami culture shock atau keguncangan budaya.
ADVERTISEMENT
Culture lag dan culture shock memiliki kaitan yang pasti. Saat perkembangan teknologi seperti internet dan alat elektronik yang semakin canggih, masyarakat harus menyesuaikan dan belajar dengan cepat. Mereka harus memahami penggunaan internet, alat elektronik, serta lingkungan hidup dengan pola yang pastinya berubah.
Perubahan ini memberikan dampak positif terkait dengan kemudahan masyarakat untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari. Namun muncul dampak-dampak negatif yang tidak dikehendaki, misalnya, masyarakat hanya bisa menggunakan teknologi yang ada tanpa tahu aturan atau kegunaan positif yang dapat diterima. Akibatnya, muncul dampak negatif berupa banyaknya muncul berita hoaks dan kemacetan.
Adapun contoh culture lag yang paling dekat dengan kehidupan kita adalah meningkatnya penggunaan mobil dan motor. Penggunaan kendaraan bermotor milik pribadi untuk tujuan-tujuan yang tidak terlalu diperlukan seringkali memancing terjadinya kemacetan serta peningkatan pelanggaran lalu lintas.
ADVERTISEMENT
Adapun fenomena kemacetan ini dapat kita lihat dari letak suatu daerahnya. Jika daerah tersebut termasuk area perkotaan, tentu akan lebih mudah beradaptasi dan cepat dalam mempelajari suatu hal baru karena didukung mudahnya akses dan distribusi. Selain itu, tingkat edukasi yang lebih tinggi juga memungkinkan mereka untuk bisa menggunakan teknologi secara bijak. Hal ini berbeda dengan daerah pedesaan yang dari segi akses, distribusi, dan pengetahuan masih tertinggal dari area perkotaan sehingga saat mereka mempelajari hal baru, pastinya akan butuh waktu lebih lama.

Apa kaitannya dengan culture shock?

Culture lag dan culture shock menjadi dua hal yang sulit untuk dipisahkan. Misalnya saja, masyarakat kaget dengan budaya baru, seperti berubahnya surat kabar menjadi media berita daring. Kemunculan internet dengan dukungan alat elektronik yang semakin canggih ini "memaksa" masyarakat untuk menyamakan pola hidup.
Sumber: https://unsplash.com/
Hal tersebut juga dapat kita lihat dari pola hidup, cara berpakaian, berbicara, sampai pergaulannya. Culture shock secara mental dan pikiran pastinya membuat mereka mengalami rasa tertekan.
ADVERTISEMENT
Contoh lainnya adalah masyarakat kita yang merantau dari desa ke kota, bahkan dari negara ke negara lain tentu akan mengalami culture shock. Sebagai contoh, jenis makanan, bahasa, sampai karakter yang berbeda membuat mereka butuh waktu untuk menyesuaikannya.
Keterkaitan lainnya adalah jika suatu daerah mengalami perkembangan teknologi secara pesat dan cepat, maka terlebih dahulu masyarakat akan mengalami culture lag. Setelah merasa mendapatkan pengalaman baru, kemudian masyarakat akan mengalami goncangan yang mengubah banyak hal dalam kehidupan normalnya, pada tahap ini lah mereka mengalami culture shock.
Mengingat culture lag dan culture shock merupakan dua hal yang tidak bisa dielakkan seiring dengan modernisasi yang terus-menerus terjadi, penulis berpendapat bahwa baiknya kita harus mempersiapkan diri dalam menyeimbangkan budaya seiring perkembangan dunia.
ADVERTISEMENT
(dstaasp)