Ilmuwan Roket dan Satelit dari Soviet: Sergei Korolev

Desy Viani
Staf Humas Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Konten dari Pengguna
24 Juni 2022 21:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Desy Viani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi. Sumber: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi. Sumber: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Ketika berbicara tentang roket, kebanyakan orang mungkin hanya mengenal nama Wernher Von Braun. Ilmuwan roket yang sukses mengembangkan V-2 atau vengeance weapon number 2 saat Perang Dunia Kedua. Sebenarnya Von Braun memiliki rival yang juga ahli roket bertangan dingin. Ia adalah Sergei Korolev.
ADVERTISEMENT
Korolev adalah ahli roket terbaik yang dimiliki Uni Soviet kala itu. Korolev ditunjuk menjadi pimpinan teknisi untuk mempelajari teknologi roket V-2 milik Jerman yang sebelumnya ditemukan tentara Soviet saat melakukan pengejaran terhadap Von Braun dan tim.
Berakhirnya Perang Dunia Kedua membuat persaingan penguasaan teknologi roket berubah haluan. Semula roket dikembangkan sebagai senjata militer, pada tahun 1950 penguasaan teknologi roket mengarah pada perlombaan luar angkasa atau Space Race. Korolev maupun Von Braun sama-sama berambisi melakukan perjalanan luar angkasa. Mereka memulai langkah pertama dengan berencana meluncurkan satelit pengorbit bumi.
Korolev membutuhkan roket dengan kapasitas mesin pendorong yang sangat besar agar mampu meluncurkan satelit ke luar angkasa. Ia sadar tidak bisa melakukannya sendiri, untuk itu Korolev meminta bantuan Valentin Glusko, perancang mesin roket terbaik di Soviet.
ADVERTISEMENT
Untuk pertama kalinya Soviet membuat roket terbesar yang diberi nama R-7. Saking besarnya, tempat peluncurannya pun sangat terpencil sekitar 1400 mil dari Moscow. Mewujudkan ide tentang satelit ini tidaklah mudah. Korolev harus mendapat persetujuan dari pimpinan Soviet. Ia mencoba menyampaikan proposalnya kepada pihak militer. Korolev memastikan bahwa roket R-7 mampu meluncur keluar atmosfer bumi dengan membawa muatan satelit. Keseimbangan yang tercipta antara kecepatan satelit di luar angkasa dan gravitasi bumi akan menahan benda buatan manusia tersebut untuk tetap berada diorbitnya. Sayangnya proposal tersebut ditolak.

Pengembangan Roket Bermuatan Satelit

Korolev akhirnya mendapat lampu hijau untuk membuat satelit setelah meyakinkan Nikita Sergeyevich Khrushchev, pemimpin Soviet pada saat itu. Atas persetujuan Nikita, proyek yang diberi kode Objek D dimulai. Namun, Impian Korolev tak seindah yang dibayangkan. Objek D menemui banyak kendala hingga akhirnya mencapai titik kritis. Uji terbang pertama hanya mampu membawa R-7 meluncur selama 90 detik sebelum akhirnya meledak. Hingga pada uji terbang yang keenam, roket R-7 mampu meluncur lebih dari 6.000 kilometer.
ADVERTISEMENT
Bersamaan dengan uji terbang R-7, pada 8 Agustus 1955 Politbiro Partai Komunis Uni Soviet menyetujui proposal untuk membangun sebuah satelit buatan. Korolev menjadi peneliti kunci dari program Sputnik. Ia yang merancang sekaligus merangkap sebagai Kepala Desainer, dibantu oleh asistennya Kerim Kerimov.
Desain awal direncanakan selesai pada Juli 1956. Sputnik diharapkan bisa menghitung kepadatan atmosfer dan komposisi ionnya, angin matahari, medan magnet, dan pancaran sinar kosmik. Data-data ini sangat penting untuk pengembangan satelit di masa depan.
Tepat pada 4 Oktober 1957 pukul 22.28 waktu setempat, satelit yang diberi nama Sputnik 1 diluncurkan ke orbit dan sukses mengelilingi Bumi. Satelit dengan bobot 83 kilogram ini diluncurkan menggunakan roket R-7 yang merupakan modifikasi SS-6 Sapwood, rudal balistik antarbenua milik Soviet. Sputnik 1 diluncurkan dari Kosmodrom Baikonur di Kazakhstan. Satelit ini diperkuat baterai seng perak yang dirancang untuk beroperasi selama dua minggu. Meski demikian, Sputnik 1 tetap bisa mengirim sinyal selama 22 hari.
ADVERTISEMENT
Satelit berbentuk bulat dengan empat antena ini membawa satu pemancar radio. Tujuannya sangat sederhana, yaitu untuk membuktikan kepada dunia bahwa Sputnik sudah mengorbit. Pemancar radio berfungsi mengirimkan sinyal dari luar angkasa. Sputnik 1 menghasilkan sinyal durasi 0,4 detik pada band 7 dan 15. Empat antena dipasang pada sudut 35 derajat untuk mengirim sinyal menuju Bumi. Satelit ini mengorbit pada ketinggian 227 kilometer pada titik terdekat dan 941 kilometer pada titik terjauh Bumi.

Amerika Ketakutan saat Soviet Meluncurkan Sputnik

Pada 4 Oktober 1957 tepat pukul 00.03 waktu Moscow, Sputnik 1 menjadi objek pertama buatan manusia yang mengorbit Bumi. Peluncuran satelit ini sekaligus menandakan partisipasi Uni Soviet untuk Tahun Geofisika Internasional (IGY) yang dimulai 1 Juli 1957 hingga 31 Desember 1958. Peluncuran ini sekaligus menjawab pernyataan Presiden Amerika Dwight D. Eisenhower yang disampaikan pada 29 Juli 1955, bahwa pihaknya akan meluncurkan sebuah satelit.
ADVERTISEMENT
Peluncuran Sputnik 1 memicu ketegangan antara Uni Soviet dan Amerika Serikat. Sputnik 1 mengelilingi Bumi setiap 96 menit. Bunyi sinyal “Bip..Bip.. Bip..” yang tertangkap antena radio di seantero Bumi memunculkan beragam reaksi. Rasa bangga dan takjub menghinggapi warga Soviet, namun di sisi lain Amerika yang menjadi seterunya merasa khawatir. Negara Paman Sam ini takut Soviet melakukan pengintaian, bahkan kemungkinan terburuknya menyerang Amerika.
Operator radio di seluruh dunia memantau sinyal Sputnik hingga baterai transmiter habis pada 26 Oktober 1957. Setelah tiga bulan berada di orbit, Sputnik 1 terbakar pada 4 Januari 1958 saat memasuki atmosfer bumi . Total Sputnik 1 mengelilingi Bumi sebanyak 1.440 kali dengan jarak jelajah mencapai 70 juta kilometer.
ADVERTISEMENT