Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Sri Mulyani Ungkap Pentingnya Aturan Ditjen Pajak Intip Data Nasabah
29 Mei 2017 14:10 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Pemerintah mengungkapkan pentingnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
ADVERTISEMENT
Rasio kepatuhan pajak atau tax ratio Indonesia selama ini cukup rendah juga disebabkan oleh sebagian besar wajib pajak yang menghindari dan menyimpan dananya ke negara suaka pajak atau tax haven.
Tak hanya itu, pemerintah juga menyebut kesamaan aturan bermain atau level of playing field antarnegara selama ini tidak sama. Artinya, masyarakat dengan pendapatan sangat tinggi memiliki opsi untuk menyimpan dananya di luar negeri. Sementara pemerintah Indonesia tidak memiliki akses untuk menindaklanjuti hal tersebut.
"Jadi kesenjangan semakin terlihat, orang yang melakukan penghindaran pajak jauh lebih besar pada top 5-10 persen," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (29/5).
Baca Juga:
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut ia mengatakan, selama ini dasar hukum yang ada pada UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan UU Perbankan secara eksplisit dijelaskan bahwa Indonesia tidak memiliki akses keuangan masyarakat untuk kepentingan perpajakan.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga mengatakan, setidaknya ada 250 miliar dolar AS atau sekitar Rp 3.250 triliun kekayaan orang Indonesia yang disimpan di luar negeri. Dari angka tersebut, setidaknya ada Rp 2.600 triliun yang disimpan di Singapura, dengan 150 miliar dolar AS atau Rp 1.050 triliun berupa deposit, ekuiti, dan fix income.
ADVERTISEMENT
"Dari studi McKinsey mengenai asset under management terdapat 250 miliar dolar AS kekayaaan dari high network individual Indonesia yang berada di luar negeri. Sementara jumlah deklarasi aset di luar negeri dan repat di dalam negeri Rp 1.439 triliun, maka ada potensi Rp 2.670 triliun aset WNI di luar negeri namun belum masuk," pungkasnya.