Intervensi Punitif AS terhadap Tiongkok atas Pelanggaran HAM di Xinjiang

Syarifah Fadila
Mahasiswi Hubungan Internasional Universitas Mulawarman
Konten dari Pengguna
7 April 2024 9:54 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarifah Fadila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada abad ke-21 yang terus berkembang, hubungan antara negara-negara besar tidak hanya ditandai oleh perdagangan dan diplomasi, tetapi juga oleh isu-isu hak asasi manusia yang semakin mendapat perhatian global. Salah satu sengketa yang mencuat dalam beberapa tahun terakhir adalah situasi di Xinjiang, wilayah otonom di barat laut Tiongkok, yang menjadi pusat perdebatan internasional terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang sistematis terhadap minoritas Uighur dan etnis Muslim lainnya.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Sanksi, Foto : Istock
Pada saat ketegangan mencapai puncaknya, Amerika Serikat (AS) memutuskan untuk mengambil langkah drastis sebagai tanggapan terhadap dugaan pelanggaran HAM oleh Tiongkok di Xinjiang. Langkah itu termasuk intervensi punitif berupa sanksi ekonomi dan diplomatik yang dirancang untuk memberikan tekanan kepada pemerintah Tiongkok agar mengubah kebijakan mereka terkait perlakuan terhadap minoritas di wilayah tersebut.
Sanksi yang diberlakukan oleh AS terhadap Tiongkok melibatkan berbagai sektor, termasuk perdagangan, teknologi, dan keuangan. Beberapa perusahaan Tiongkok besar dilarang untuk melakukan bisnis dengan perusahaan AS atau bahkan dilarang memasuki pasar AS secara keseluruhan. Langkah-langkah ini dirancang untuk merugikan ekonomi Tiongkok dan membuatnya lebih terbuka terhadap tekanan internasional.
Namun, reaksi Tiongkok terhadap intervensi punitif AS tidaklah diam. Pemerintah Tiongkok menolak tuduhan pelanggaran HAM di Xinjiang sebagai campur tangan dalam urusan dalam negeri mereka. Mereka juga menanggapi sanksi AS dengan tindakan serupa, memberlakukan sanksi terhadap individu dan perusahaan AS yang mereka anggap telah mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Dampak dari intervensi punitif AS terhadap Tiongkok atas pelanggaran HAM di Xinjiang tidak hanya terasa dalam hubungan bilateral kedua negara, tetapi juga memiliki konsekuensi global yang luas. Ketegangan antara dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia ini telah menciptakan getaran di pasar global dan meningkatkan kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya konflik yang lebih besar di masa depan.
Di tengah ketegangan geopolitik yang semakin memanas, banyak pihak internasional mendorong dialog dan diplomasi sebagai jalan keluar dari konflik ini. Meskipun penting untuk menegakkan keadilan dan menghormati hak asasi manusia, pendekatan yang penuh dengan konfrontasi dan sanksi ekonomi dapat memiliki konsekuensi yang merugikan bagi kedua belah pihak, serta stabilitas global secara keseluruhan.
Dengan demikian, sementara intervensi punitif AS terhadap Tiongkok atas pelanggaran HAM di Xinjiang menyoroti pentingnya memperjuangkan hak asasi manusia di tingkat internasional, penting juga untuk mencari solusi yang lebih baik dan lebih terarah untuk menyelesaikan konflik ini tanpa menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi kedua belah pihak.
ADVERTISEMENT