Konten dari Pengguna

Kebijakan Transum di Tengah Polemik: Antara Janji Pemerintah & Realita Lapangan

Dio Rakha
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pancasila
2 Mei 2025 19:53 WIB
·
waktu baca 1 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dio Rakha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Freepik.com
ADVERTISEMENT
Isu transportasi umum kembali menjadi sorotan tajam dalam kancah politik nasional setelah pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan baru yang mewajibkan aparatur sipil negara (ASN) di kota-kota besar untuk menggunakan transportasi publik dalam aktivitas kerja harian mereka. Kebijakan ini diklaim sebagai bagian dari upaya menurunkan emisi karbon dan mengatasi kemacetan yang kian parah.
ADVERTISEMENT
Namun, keputusan tersebut menuai pro dan kontra di kalangan politisi maupun masyarakat. Partai oposisi menilai kebijakan ini bersifat populis dan belum siap secara infrastruktur. “Kebijakan ini bagus di atas kertas, tetapi di lapangan kita lihat masih banyak daerah yang belum memiliki akses transportasi umum yang memadai, apalagi yang layak dan aman,” ujar Riko Ardian, anggota DPR RI dari Fraksi Rakyat Progresif.
Sebaliknya, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menyatakan bahwa langkah ini merupakan bentuk komitmen terhadap target net zero emission 2060. “Kami sudah mengalokasikan anggaran tambahan untuk revitalisasi armada dan penambahan rute di kota-kota prioritas seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya,” kata Menteri Perhubungan, Budi Prasetyo.
Di sisi lain, banyak pekerja dan pengguna jalan mengaku mendukung niat pemerintah tetapi masih meragukan pelaksanaannya. Keluhan seperti jadwal bus yang tidak konsisten, keamanan, hingga kurangnya integrasi antar moda transportasi menjadi sorotan utama. Aktivis transportasi dari LSM Kota Bergerak, Anisa Putri, menambahkan bahwa "tanpa koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, kebijakan ini hanya akan menjadi beban baru bagi masyarakat."
ADVERTISEMENT
Dengan meningkatnya tekanan politik, banyak pihak menunggu apakah pemerintah benar-benar mampu memperbaiki sistem transportasi umum atau sekadar menjadikannya alat pencitraan menjelang tahun politik.