Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
13 Ramadhan 1446 HKamis, 13 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Purifikasi Gerakan politik Mahasiswa: Berkawan atau Melawan
13 Maret 2025 11:26 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Muhammad Diva Muzizat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Gerakan politik mahasiswa di Indonesia telah mengalami perjalanan yang panjang dan berliku. Sejak awal kemerdekaan, mahasiswa telah menjadi motor penggerak perubahan, berperan penting dalam berbagai dinamika politik bangsa. Dalam sejarah politik Indonesia, mahasiswa sering kali muncul sebagai kekuatan kritis yang menantang kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro-rakyat atau tidak sesuai dengan prinsip demokrasi. Peran ini telah terbukti dalam berbagai peristiwa besar, seperti gerakan mahasiswa pada tahun 1966 yang berujung pada jatuhnya rezim Orde Lama, atau pada masa reformasi 1998 yang berhasil menggulingkan rezim Orde Baru. Bahkan jika di telisik lebih jauh peran pemuda dan mahasiswa berpengaruh dalam agenda pra kemerdekaan seperti peristiwa Sumpah Pemuda dan peristiwa Rengasdengklok.
ADVERTISEMENT
Pada masa itu, menjadi mahasiswa adalah seperti anugrah karena tak jarang keluarga yang mampu menguliahkan anaknya. Pada masa itu juga mahasiswa dikenal sebagai agen perubahan atau dalam bahasa kerennya Agent Of Change yang memiliki idealisme tinggi dan berfokus pada kepentingan masyarakat, dengan mengutamakan keadilan, demokrasi, dan hak asasi manusia. Gerakan mahasiswa bukan hanya berjuang untuk kepentingan mereka sendiri, tetapi untuk rakyat Indonesia secara keseluruhan. Dalam banyak hal, mahasiswa menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan penindasan yang terjadi di berbagai lapisan masyarakat. Gerakan mereka, yang berbasis pada idealisme dan nilai-nilai keilmuan, mendorong terbentuknya berbagai kebijakan yang lebih berpihak kepada rakyat.
Namun, seiring berjalannya waktu, peran mahasiswa dalam politik Indonesia semakin terdistorsi. Di era reformasi, ketika ruang untuk kebebasan berekspresi dan berpolitik semakin terbuka, gerakan mahasiswa mulai kehilangan arah. Sebagai akibatnya, ada kecenderungan bahwa gerakan mahasiswa lebih terfokus pada politik praktis dan kekuasaan ketimbang pada perjuangan ideologis dan sosial. Hal ini dapat dilihat dalam banyak fenomena, seperti keterlibatan mahasiswa dalam partai politik atau organisasi yang lebih menonjolkan kepentingan pribadi atau kelompok ketimbang tujuan bersama yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam dinamika politik Indonesia saat ini, mahasiswa sering kali menjadi korban dari polarisasi politik yang tajam. Mahasiswa yang seharusnya menjadi agen perubahan, sering kali terjebak dalam agenda politik praktis yang justru menurunkan kredibilitas mereka sebagai suara moral dalam politik. Tidak jarang gerakan mahasiswa dipengaruhi oleh kepentingan kekuasaan atau politik praktis yang sempit, sehingga menyebabkan hilangnya marwah mereka sebagai kekuatan pembaru bangsa.
Fenomena ini juga diperburuk oleh adanya pengaruh luar dan media sosial yang mempercepat penyebaran informasi yang sering kali tidak terverifikasi, memanipulasi opini publik, dan merusak citra gerakan mahasiswa. Di sisi lain, mahasiswa juga menghadapi tantangan besar dalam menjaga independensinya, di tengah-tengah tekanan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, partai politik, dan kelompok kepentingan lainnya. Dalam banyak kasus, mahasiswa menjadi rentan terhadap co-optation (penyerapan) oleh kepentingan politik tertentu, yang mengurangi efektivitas mereka dalam memperjuangkan agenda perubahan sosial yang lebih besar.
ADVERTISEMENT
Selain itu, fenomena politisasi kampus yang semakin marak juga menambah kompleksitas dalam gerakan politik mahasiswa. Banyak kampus yang menjadi ajang bagi partai-partai politik untuk merekrut kader muda, yang akhirnya membuat mahasiswa lebih terfokus pada politik praktis dan kurang mengedepankan nilai-nilai keilmuan dan akademik dalam berpolitik. Politisasi kampus ini juga sering kali memunculkan konflik antar kelompok mahasiswa, yang justru mengganggu proses pendidikan dan peran mahasiswa sebagai agen perubahan.
Fenomena ini perlu dicermati dengan serius, karena mahasiswa seharusnya memiliki peran yang lebih besar dalam menciptakan perubahan politik yang signifikan, terutama dalam konteks menjaga marwah demokrasi dan membangun kehidupan politik yang lebih inklusif, adil, dan transparan. Oleh karena itu, penting untuk melakukan purifikasi gerakan politik mahasiswa, yaitu mengembalikan mahasiswa kepada tujuan awal mereka dalam berpolitik, yaitu untuk kepentingan masyarakat, untuk keadilan, untuk demokrasi, dan untuk kemanusiaan. Purifikasi ini juga harus melibatkan rekonsiliasi antara gerakan mahasiswa dengan nilai-nilai keilmuan dan etika yang menjadi dasar dari aktivitas intelektual mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, purifikasi gerakan politik mahasiswa tidak hanya berarti mengembalikan mahasiswa pada nilai-nilai idealisme semata, tetapi juga mengajak mereka untuk menghadapi tantangan zaman dengan penuh tanggung jawab, kritis, dan berbasis pada analisis yang mendalam serta pemahaman yang luas tentang dinamika politik kebangsaan. Mahasiswa perlu memiliki kemampuan untuk memahami berbagai isu politik yang terjadi di masyarakat, baik yang berkaitan dengan pemerintahan, ekonomi, sosial, maupun budaya. Dengan demikian, mahasiswa tidak hanya menjadi pengikut atau alat politik dari kekuasaan, tetapi juga menjadi penggerak utama dalam menciptakan perubahan politik yang progresif dan mengarah pada tercapainya tujuan bersama.
Purifikasi Gerakan Politik Mahasiswa, hanya bisa dimulai dengan kesadaran yang sama bahwa pada masa ini sedang terjadi degradasi gerakan bahkan moral dari mahasiswa itu sendiri. Dibalik adanya penyimpangan opini yang marak beredar di media sosial mengenai gerakan mahasiswa yang juga menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat, mahasiswa hari ini juga tidak menunjungkan taringnya, seperti isu yang dibawa tidaklah strategis, aksi yang sekedar festival, konsolidasi yang tidak massif, tidak ada persatuan gerakan dari seluruh kampus, ini juga yang menjadikan citra mahasiswa menjadi buruk dikalangan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Memiliki kesadaran saja tidaklah cukup, perlu ada penguatan bahkan penanaman kembali kepada ideologi gerakan mahasiswa itu sendiri, mahasiswa harus kembali kepada koridornya sebagai kaum-kaum intelektual yang setiap gerakannya berlandaskan dengan ilmu dan melakukannya sebagai amal baik untuk kemaslahatan Bersama. Contohnya Tridarma Perguruan tinggi yang seringkalo mungkin tidak banyak di dengar oleh teman-teman mahasiswa. Sudut-sudut kampus harus terbiasa dalam melakukan kajian-kajian dengan menyediakan forum-forum dialektika yang ber-orientasi pada gagasan. Menunjukan bahwa kampus merupakan laboratorium gerakan yang dihuni oleh insan-insan cendekiawanan. Re-orientasi Ideologi dan nilai dasar gerakan perlu dikuatkan agar mahasiswa terbentuk dengan idealismenya bukan orientasi pragmatis semata.
Dan pemurnian ini, tidak hanya bisa mengandalkan instrument mahasiswa saja tapi juga seluruh civitas akademika yang berada dilingkungan kampus juga harus peduli, rektor dan para dosen memiliki beban moril terhadap bangsa dan juga regenerasi yang dicetak melalui kampusnya. Jangan sampai Pendidikan kita selalu mendepankan orientasi sempit yang hanya mampu mencetak seorang buruh bukan pemimpin. Bisa saja kampus membuat kebijakan untuk membaca sebelum dimulai kelas, dosen ikut serta mendukung gerakan mahasiswa, dosen yang juga mampu memprovokasi mahasiswanya untuk terus terlibat dalam gerakan-gerakan keadilan. Jika semuanya terlibat dalam hal ini, saya yakin mahasiswa akan kembali lahir dengan gerakan-gerakannya.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa juga harus mampu mengembangkan model gerakan yang lebih adaptif, membangun kesadaran kepada masyarakat, menjadikan masyarakat sebagai tempat penelitian, tempat Pendidikan yang menjadikan mahasiswa dekat dengan masyarakat sehingga paham kesusahan rakyat. Gerakan adaptif yang dimaksud adalah memanfaatkan segala instrument baik teknologi, budaya, ekonomi, untuk gerakan yang lebih holisttik. Lewat media kita bisa mencoba membuat konten-konten edukatif yang bisa dilihat masyarakat, kita juga bisa masuk melalui budaya dengan memberikan edukasi langsung, serta memberikan alternatif solusi dalam ekonomi di masyrakat, sebutlah panggilan terhadap masyarakat dari instrument manapun adalah panggilan dari sebuah pengabdian.