Konten dari Pengguna

Bencana Depan Mata, Masyarakat Wajib Ikut Pengelolaan Risiko Bencana

Dompet Dhuafa
Dompet Dhuafa Republika adalah lembaga nirlaba milik masyarakat indonesia yang berkhidmat mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum dhuafa
22 September 2022 19:28 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dompet Dhuafa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Achmad Lukman selaku Ketua Forum Pengurangan Resiko Bencana DKI Jakarta sekaligus Manager Pengurangan Risiko Bencana DMC Dompet Dhuafa dalam agenda Konferensi Nasional Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (KNPRBBK) ke XV-2022  pada (Rabu, 21/09/2022) mengatakan, Dalam kebencanaan baik di Desa maupun Kota Besar bukan hanya kewajiban pemerintah saja, seluruh elemen masyarakat juga turut andil dalam upaya penanggulangan hingga memberikan edukasi bagi sesama.
zoom-in-whitePerbesar
Achmad Lukman selaku Ketua Forum Pengurangan Resiko Bencana DKI Jakarta sekaligus Manager Pengurangan Risiko Bencana DMC Dompet Dhuafa dalam agenda Konferensi Nasional Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (KNPRBBK) ke XV-2022 pada (Rabu, 21/09/2022) mengatakan, Dalam kebencanaan baik di Desa maupun Kota Besar bukan hanya kewajiban pemerintah saja, seluruh elemen masyarakat juga turut andil dalam upaya penanggulangan hingga memberikan edukasi bagi sesama.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
JAKARTA- Jakarta menempati urutan pertama dari 100 kota yang diprediksi paling rentan terhadap dampak dari krisis iklim berdasarkan laporan Verisk Maplecroft, lembaga riset global di bidang lingkungan. Beberapa bukti kerentanan kota Jakarta terhadap dampak dari krisis iklim adalah banjir besar yang terjadi pada awal tahun 2020, cuaca ekstrem, serta suhu kota yang semakin meninggi. Selain itu, ada juga bahaya dari meningkatnya muka air laut, di mana sudah ada peningkatan sebanyak kurang lebih tiga meter semenjak 30 tahun yang lalu. Bersama dengan penurunan muka tanah, hal ini akan menjadi bencana bagi kota Jakarta jika tidak ada langkah mitigasi yang diambil (WRI Indonesia,2020)
ADVERTISEMENT
Disisi lain, tingginya nilai ekonomi kawasan tersebut terancam oleh adanya tekanan lingkungan. Tekanan lingkungan akibat perkembangan DKI Jakarta, disebabkan oleh alih fungsi lahan yang masif. Tingginya laju pertumbuhan penduduk menyebabkan vegetasi penutup beralih fungsi menjadi area terbangun. Apabila tidak dikendalikan, maka area terbangun diestimasikan mencapai 93.2% pada tahun 2050 (Moe et al., 2017). Salah satu efek domino dari meningkatnya area terbangun perkotaan yaitu tingginya beban bangunan yang memperparah penurunan muka air tanah. Selain itu, jumlah penduduk yang besar mendorong ekstraksi air tanah berlebih, sehingga menimbulkan penurunan muka tanah (Ward et al., 2011).
Penurunan muka tanah yang dimulai tahun 1983 memberi konsekuensi logis berupa elevasi yang berada di bawah permukaan laut, sehingga mengakibatkan terjadinya banjir rob. Hal tersebut diperparah oleh peningkatan cuaca ekstrem serta kenaikan muka air laut setinggi 6 mm pertahun (Andreas, 2021). Akibatnya, volume genangan diestimasikan mencapai 16,460 Ha.
ADVERTISEMENT
Menurut Achmad Lukman selaku Ketua Forum Pengurangan Resiko Bencana DKI Jakarta sekaligus Manager Pengurangan Risiko Bencana DMC Dompet Dhuafa dalam agenda Konferensi Nasional Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (KNPRBBK) ke XV-2022 pada (Rabu, 21/09/2022) mengatakan, “Dalam kebencanaan baik di Desa maupun Kota Besar bukan hanya kewajiban pemerintah saja, seluruh elemen masyarakat juga turut andil dalam upaya penanggulangan hingga memberikan edukasi bagi sesama”.
Selanjutnya, risiko terkait perubahan iklim dan bencana terbesar yang dihadapi Jakarta adalah banjir dengan dampak buruk sangat besar bagi perekonomian dan masyarakat Jakarta. Empat puluh persen dari wilayah perkotaan, sebagian besar di daerah utara, berada di bawah permukaan laut dan sangat rentan terhadap banjir karena air pasang, badai, dan kenaikan tingkat permukaan laut di masa depan. Baik jumlah maupun intensitas curah hujan telah meningkat, serta naiknya suhu global dan efek urban heat island telah meningkatkan suhu rata-rata.
ADVERTISEMENT
“Ditengah berbagai bencana yang terjadi, khususnya lingkup masyarakat urban harus menjadi perhatian dalam memahami perubahan iklim, sehingga akan timbul kejadian-kejadian alam, seperti banjir dan lain-lainnya. Seluruh lapisan masyarakat terutama di wilayah perkotaan wajib mengetahui dan mempersiapkan diri ketika sebelum, saat dan sesudah bencana. Masyarakat juga harus bersiaga dalam bencana seperti pengamanan dokumen-dokumen dengan prioritaskan seperti dokumen penting,” tambah Lukman.
Data dari Badan Pusat Statistik DKI. Jakarta pada tahun 2021 terdapat 7 kali banjir di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, Banjir Bandang sebanyak 22 Kali di Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Sementara angin puting beliung sebanyak 2 kali di Jakarta Timur dan Jakarta Utara.
Lukman berharap, “Seluruh elemen komunitas masyarakat wajib berperan penting dalam kesiap siagaan. Selain itu juga kita memberikan edukasi kepada masyarakat baik tingkat RT hingga Kelurahan, kita juga membentuk pelatihan-pelatihan sehingga membentuk masyarakat tangguh terhadap bencana”. (DD)*
ADVERTISEMENT