Konten dari Pengguna

Penggambaran Nilai Sosial Budaya dalam Novel "Anwar Tohari Mencari Mati"

Eling Arliyan
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
27 Oktober 2022 5:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eling Arliyan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar ini merupakan hasil foto sendiri. sebuah novel Karya Mahfud Ikhwan yang berjudul Anwar Tohari Mencari Mati
zoom-in-whitePerbesar
Gambar ini merupakan hasil foto sendiri. sebuah novel Karya Mahfud Ikhwan yang berjudul Anwar Tohari Mencari Mati
ADVERTISEMENT
Karya sastra adalah sebuah karya dari hasil imajinasi yang di tuangkan ke dalam bentuk tulisan oleh seorang penulis. Karya sastra memiliki keterikatan dengan masyarakat, karena aspek-aspek sosial yang berada di masyarakat, berhubungan dengan sebuah karya sastra. Karya sastra merupakan cerminan dalam kehidupan langsung yang dialami oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Aspek-aspek sosial budaya sangat penting dalam kehidupan karena memiliki nilai esensi yang menguatkan jati diri dalam menghadapi perkembangan globalisasi. Mengenal aspek sosial budaya yang berada di masyarakat, dapat menggali berbagai unsur tradisi dan dapat bermanfaat membangun karakter pribadi dalam berkebangsaan.
Novel Anwar Tohari Mencari Mati menegaskan aspek sosial budaya yang berlatar belakang di wilayah pesisir Jawa Timur, dan digambarkan dengan latar tempat berdampingan dengan hutan. Novel ini berkarakter dengan penggunaan bahasa yang lugas, dan juga ceplas-ceplos. Novel ini menarik dalam pengkajian sosiologi sastra karena mengandung nilai-nilai sosial budaya Jawa yang berada.
Nilai sosial budaya yang terkandung di dalam novel Anwar Tohari Mencari Mati ialah alat-alat yang biasa digunakan pada kehidupan manusia, seperti cangkir yang biasa digunakan sebagai wadah pembuatan kopi. Aspek sosial budaya yang berada di dalamnya ialah ketika minum kopi. Di dalam novel ini dengan menyeruput sedikit demi sedikit, agar lebih terasa kenikmatan ketika menikmati kopi. seperti pada kutipan yang membuktikan bahwa minum kopi lebih nikmat di seruput sedikit demi sedikit.
ADVERTISEMENT
Aku meraih kopiku, menuangnya dalam Cangkir, meniupinya meski sudah hampir dingin, dan menghirupnya, sembari tetap mencuri pandang ke arahnya. “Kopinya, pak. Nanti dingin.”
Kutipan tersebut menegaskan bahwa nilai sosial budaya yang terkandung pada novel ini adalah ketika minum segelas kopi, akan terasa lebih nikmat ketika di tiup dan di seruput meskipun kopi tersebut sudah tidak lagi panas.
Selanjutnya adalah penggunaan sarung, dimanah sarung sendiri merupakan ciri khas bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya ialah seorang muslim. Sarung selalu dijadikan alat untuk perlengkapan salat, baik salat sendiri maupun salat berjamaah di masjid. seperti pada kutipan yang menjadikan sarung sebagai nilai budaya.
“Dari ke semua bayanganku tentang santri, aku hanya menemukan sarung saja yang masih tersisa di badannya, yang kemudian menjadi ciri khas tentang dirinya di kalangan kami. Itu pun tak pernah lebih dari dikalungkan di leher, macam syal para penggemar Grateful Dead pada tahun enam puluhan, atau sekadar diikatkan di pinggang, atau, yang paling sering, dikerudungkan menutupi kepala dan seluruh tubuh bagian atasnya.”
ADVERTISEMENT
Kutipan tersebut menerangkan bahwa sarung menjadi ciri khas pada tokoh Warto Kemplung, pada saat waktu tertentu. Selain digunakan untuk salat sarung juga digunakan sebagai pembungkus mayat.
“dia mengangkat mayat dalam sarung itu, meletakkannya di pijakan kaki skuterku. Aku bisa lihat sarung dan onggokan tubuh yang ada di dalamnya itu begitu basah. Aku pernah mendengar kisah-kisah tentang truk yang mengangkut orang-orang dalam karung sebelumnya. Malah mini Vespaku yang melakukannya. Bedanya, mayat itu dibungkus selembar sarung.”
Selanjutnya pada sistem bermasyarakat yang di gambarkan di dalam novel Anwar Tohari Mencari Mati adalah sebuah kekerabatan yang sangat bertoleransi beragama, dan juga kebersamaan meskipun tidak memiliki ikatan dalam keluarga. seperti pada kutipan yang menggambarkan kebersamaan.
ADVERTISEMENT
"Lebih buruk dari itu, aku membawa teman, terlalu banyak teman, di lantai bawah rumah toko itu. Dan tentu saja hampir keseluruhan teman yang datang ke rumah, para pengarang dan seniman yang sebagian besar tak laku atau tak jadi, adalah jenis orang yang paling tak disukai oleh keluargaku yang Tiongkok dan pedagang."
Kutipan tersebut merupakan sebuah gambaran sosial dalam bermasyarakat yang harus memiliki rasa kebersamaan antara satu sama lain selain itu juga menumbuhkan rasa kepedulian terhadap sesama.
Selain itu terdapat kutipan yang menggambarkan sebuah toleransi beragama meskipun Awnar Tohari tidak terlalu dikenal sebagai tokoh yang religius akan tetapi dia memiliki rasa toleransi yang cukup tinggi dengan yang lainnya. Berikut bukti kutipannya.
ADVERTISEMENT
"Jadi apa yang harus kulakukan agar aku tidak digebuki oleh dua malaikat kalian itu?"
"Hmmm…jadilah seperti kami."
"seperti kamu? Jadi Masyumi?"
"Semacam itu."
"Tidak, tidak, terima kasih. Ada cara lain"
"Ya jadi NU "
"Aduh"
"Ya sudah"
"Mati aku!"
"Kau sudah mati saat dua malaikat itu menggebukimu "
"Terus bagaimana? Tidak, jangan kau sarankan aku pindah agama. Cukuplah aku mengentengkan agama keluargaku, jangan kau buat aku menelantarkan agamamu. Aku memang tak bisa menabur kebaikan sebagaimana yang aku cita-citakan, tetapi jangan paksa aku berbuat lebih banyak keburukan."
Demikianlah aspek-aspek sosial budaya yang tergambar dalam sebuah novel Anwar Tohari Mencari Mati. Oleh karena itu pesan sosial yang dapat di ambil ialah bahwa kita sebagai masyarakat perlu adanya memahami kebiasaan-kebiasaan yang berkembang di masyarakat selain itu juga kita sebagai makhluk sosial harus memiliki rasa kebersamaan terhadap orang lain meskipun tidak memiliki ikatan keluarga. selain itu juga kita harus memiliki toleransi beragama meskipun memiliki perbedaan.
ADVERTISEMENT