Refleksi Diri dalam Naskah Drama Pelacur karya Jean Paul Sartre

Erros Evani Hasan
Mahasiswa Sastra Indonesia, Universitas Pamulang
Konten dari Pengguna
19 Desember 2022 15:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Erros Evani Hasan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi gambar: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi gambar: Pixabay
ADVERTISEMENT
Pada tulisan kali ini saya akan mengulas salah satu karya sastra yaitu naskah drama. Naskah ini berjudul Pelacur yang dihormati karya seorang filsuf Prancis Jean Paul Sartre. Setelah saya membaca naskah ini, lalu saya penasaran dengan sebuah pementasannya. Ternyata di sebuah kanal Youtube ada sebuah pementasan naskah karya Jean Paul Sartre ini, pementasan ini sekitar satu jam. Naskah ini telah di sadur oleh Toto Sudarto dan dipentaskan oleh beberapa kelompok. Dalam tulisan ini saya lebih memfokuskan pada naskah karya Jean Paul Sartre ini. Saya akan menggambarkan beberapa dialog saja dalam naskah ini.
ADVERTISEMENT
Jean Paul Sartre adalah seorang filsuf berkebangsaan Prancis yang hidup pada abad ke-20. Beliau lahir 21 Juni 1905 dan wafat 15 April 1980. Karya-karyanya seperti novel Nausea (mual), being and nothingness (keberadaan dan ketiadaan), Dinding dan lainnya. Selain itu beberapa karya naskah dramanya seperti, the flies (lalat), les jeux sont faits (permainan dibuat) dan beberapa lainnya, seperti La Puttain Respectues (pelacur yang dihormati) yang kali ini akan saya ulas kedalamannya dari hasil pementasan yang saya tonton.
Pelacur yang terhormat menceritakan tentang seorang pelacur yang bernama Eliza yang dipaksa untuk menandatangani surat pernyataan yang bertentangan dengan kemauannya. Surat itu menjelaskan bahwa seorang calon anggota parlemen yang bernama Thomas tidak melecehkan dirinya dan tidak membunuh seorang gelandangan. Sebaliknya, semua kesalahan dituduhkan kepada teman gelandangan tersebut. Berbagai cara dilakukan keluarga Thomas seperti Firdaus sepupunya untuk memaksa Eliza menandatangani surat tersebut dan kolonel yang bersandiwara kepada Eliza.
ADVERTISEMENT
Tiba-tiba seorang Ibu tua renta yang datang dengan seseorang bersandiwara pula kepada Eliza, karena merasa iba dan teringat kepada Ibunya di kampung halaman. Kolonel memberi pilihan kepada Eliza untuk memilih siapa yang akan dibelanya, seorang gelandangan itu atau ibu dari anak malang itu. Akhirnya Eliza pun menandatangani surat yang akan menyeret sang gelandangan itu. Gelandangan itu juga mendatangi Eliza dan meminta pertolongan kepada Eliza agar Eliza dapat menyelamatkannya. Tetapi ternyata Eliza tertipu, mereka menipu Eliza dengan seorang Ibu tua renta yaitu Ibu Thomas seorang pembunuh dan yang melecehkan Eliza. Setelah mengetahui dirinya tertipu, Eliza membantu kembali gelandangan tak bersalah itu.
Tokoh Eliza (pelacur) yang berusaha melawan atau memberontak bahwa kejujuran tidak pantas untuk diperjual belikan. Kejujuran adalah harga mati bagi orang yang menjaga harga dirinya, pelacur berusaha untuk membenarkan sebuah kebenaran. Namun pejabat kolonel berusaha membeli kejujuran dari Eliza demi sebuah pangkat atau gelar yang tinggi, si kolonel rela disuap untuk kasus yang tidak benar adanya. Jadi jangan beranggapan Pelacur adalah dia yang menjual tubuhnya saja, lalu bagaimana dengan lelaki yang menjual harga dirinya. Dalam kasus ini Eliza berusaha untuk tidak menjual harga dirinya, dengan tetap berkata jujur pada hakim walau kejujurannya dibeli dengan harga yang sangat mahal oleh kolonel.
ADVERTISEMENT
Seperti dalam penggalan naskah ketika Eliza ingin mengatakan kebenaran, namun Firdaus mengejek dirinya dengan menanyakan kembali kebenaran yang ingin Eliza ungkapkan, lalu Firdaus mengatakan kepada Eliza hanyalah seorang lonte sepuluh ribu perak yang ingin mengatakan kebenaran, tidak ada kebenaran manis yang ada hanyalah antara orang terpelajar dan seorang gelandangan, itu saja. Terlihat bahwa Eliza tidak ingin menjual kejujurannya meski ditukar dengan apapun, berkat itu saya sebagai pembaca memberikan simpati dan empati terhadap Eliza Mariam karena sikap keberaniannya.
Dalam dialog naskah ini terdapat pula ketika Eliza lagi-lagi ditawari uang sepuluh juta rupiah oleh Firdaus. Namun Eliza mengatakan "memang dirinya bodoh, namun dirinya tak sudi menerima uang dari Firdaus untuk menjadi saksi palsu". Sekali lagi Eliza tidak ingin menjual kejujurannya hanya karena uang. Tekadnya untuk berbicara kebenaran tidak bisa dibeli dengan apapun.
ADVERTISEMENT
Dalam naskah ini tergambarkan pula bagaimana tekad Eliza untuk membela orang yang tidak bersalah namun tetap dengan berkata jujur. Seperti pada dialog "Ambil keputusan. Kau tanda tangani, atau kami masukkan kau ke dalam bui !" ketika polwan memaksa Eliza untuk menandatangani surat dengan ancaman jika Eliza tidak ingin menandatangani, Eliza akan dimasukkan ke penjara dan ketika Firdaus terus menerus menghina Eliza "Tidak mau bohong ?! Sampah masyarakat !" Namun Eliza tetap dengan pendiriannya, ia tidak gentar dan tidak goyah dengan konsistensi dirinya untuk tetap jujur hanya karena ancaman dan hinaan yang mereka lontarkan pada dirinya.
Dalam naskah ini saat gelandangan itu ingin di ringkus oleh polisi dan Eliza memberikan sebuah pisau kepadanya untuk menikam anak kolonel itu, namun Gelandangan itu takut dan berkata "mereka itu berkuasa". Eliza berkata "jadi mereka berkuasa, mereka berhak menyembelih anda bagai seekor babi? Lagi-lagi gelandangan itu takut dan berkata "mereka itu berkuasa" Eliza pun berkata "goblok" padanya. Eliza pun menyembunyikan gelandangan itu dan menghadap sendiri kepada aparat yang masuk ke dalam rumahnya. Dari dialog tersebut tergambar bagaimana keberanian Eliza seorang perempuan yang ingin tetap menegakkan keadilan.
ADVERTISEMENT
Memang keberanian Eliza begitu mendobrak jiwa saya. Meski dirinya seorang pelacur, bukan berarti segala yang ada pada dirinya bisa dibeli dengan uang. Saya kagum dengan pemikiran dan keberaniannya. Ini sebuah cerminan untuk kita sebagai manusia yang sering menjual kejujuran hanya karena suatu imbalan. Sartre dalam naskah pelacur yang terhormat menggambarkan seorang pelacur yang masih memiliki hati nurani. Di lain pihak, orang-orang yang datang kepadanya lebih memilih uang dan kekuasaan dibandingkan harga dirinya, itu tak ada bedanya dengan seorang pelacur. Tokoh Eliza yang seorang pelacur lebih terhormat dari pada orang-orang yang bukan pelacur namun melacur.