Konten dari Pengguna

Masyarakat Madani dan Kerukunan Umat Beragama

Erryka Yusnita Rahmadani
Mahasiswa di Universitas Brawijaya
17 September 2021 20:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Erryka Yusnita Rahmadani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber : https://pixabay.com/id/photos/tim-persahabatan-kelompok-tangan-4529717/
zoom-in-whitePerbesar
sumber : https://pixabay.com/id/photos/tim-persahabatan-kelompok-tangan-4529717/
ADVERTISEMENT
Pengertian dan Konsep Masyarakat Madani
Beberapa ahli menganggap bahwa pembahasan mengenai masyarakat madani memiliki persamaan dengan civil society. Civil society adalah suatu konsep dari transformasi atau perubahan pada masyarakat Eropa Barat dari gaya hidup feodal ke masyarakat industri kapitalis .
ADVERTISEMENT
Konsep masyarakat madani dikembangkan lebih lanjut oleh filosuf John Locke dengan istilah civillian govermant yang bertujuan untuk menghidupkan pesan masyarakat dalam upaya menghadapi kekuasaan mutlak para raja dan hak istimewa para bangsawan. Oleh karena itu, terdapat otoritas rakyat serta perjanjian politik yang harus dilaksanakan antara masyarakat dan pihak penguasa yang terlibat pada keikutsertaan masyarakat menentukan masa depannya serta berakhirnya monopoli kaum elite yang berkuasa dengan kepentingan manusia.
Ilmuwan Barat menganggap bahwa masyarakat madani adalah sebuah sistem sosial yang tumbuh berdasarkan prinsip moral yang dapat menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kehidupan sosial. Inisiatif dari individu dan masyarakat berupa pemikiran, seni digunakan pemerintah berdasarkan undang-undang, bukan karena nafsu atau hanya keinginan pribadi. Masyarakat madani idealnya bukan hanya untuk tercapainya kemandirian masyarakat berhadapan dengan negara, tetapi juga untuk menunjukkan nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat, terutama persamaan dan keadilan, kebebasan, dan kemajemukan (pluralism).
ADVERTISEMENT
Sementara itu, cendekiawan muslim umumnya percaya bahwa istilah madani berasal dari kata madaniah (Arab) yang artinya adalah peradaban, sehingga masyarakat madani berarti toleransi, kesediaan pribadi-pribadi untuk bisa menerima berbagai macam tingkah laku sosial dan pandangan politik. Pada konsep ini, terdapat integrasi umat atau masyarakat yang mengacu pada pembentukan peradaban yang berdasarkan kepada al-dīn, al-tamāddun atau al-madīnah yang secara harfiah artinya adalah kota.
Dengan demikian konsep masyarakat madani terdapat tiga hal yaitu agama sebagai sumbernya, peradaban sebagai prosesnya, dan masyarakat kota atau perkumpulan sebagai hasilnya. Berdasarkan kalimat tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep masyarakat madani mengacu kepada masyarakat Islam yang didirikan oleh Nabi Muhammad saw di suatu daerah yang bernama Yasrib kemudian diubah menjadi Madinah sebagai bentuk perwujudan cita-cita untuk mendirikan dan membangun masyarakat yang ideal.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan penjelasan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani adalah masyarakat yang tertib, masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, saling toleransi, menerima berbagai macam pandangan dan perbedaan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, kesejahteraan bagi semua warga, perlindungan terhadap kaum yang lemah (kelompok minoritas), serta terwujudnya masyarakat yang berkualitas yaitu masyarakat yang bermoral dan berakhlak mulia.
Dalam konteks Indonesia, terdapat perbedaan pandangan dan pendapat tentang konsep masyarakat madani . Nurcholish Madjid menyarankan bahwa masyarakat madani di Indonesia harus lebih menekankan aspek horizontal, maksudnya yaitu berfokus pada budaya dan toleransi antar umat beragama. Masyarakat madani berkaitan dengan masyarakat kota Madinah pada zaman Rasulullah. Menurutnya, Piagam Madinah merupakan dokumen politik pertama dalam sejarah umat manusia yang meletakkan dasar-dasar pluralisme dan toleransi. Kalangan lain, seperti Ryaas Rasyid dan Daniel Dhakidae, mencoba merumuskan Masyarakat madani lebih berfokus pada aspek vertikal, yakni dalam hal hubungan masyarakat dengan negara, prinsip-prinsip otonom dan kemandirian.
ADVERTISEMENT
Sejarah Masyarakat Madani
Dalam sejarah, tercatat ada dua masyarakat madani yaitu:
1) Masyarakat Saba’, merupakan masyarakat pada masa Nabi Sulaiman. Nama saba’ digunakan sebagai salah satu surat al-Qur’an yaitu surat ke-34 yang menggambarkan kondisi masyarakat Saba yang tinggal di tanah subur dan nyaman.
2) Penduduk Madinah setelah terjadi traktat, perjanjian Madinah antara Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Taktrat Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al-Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya, serta memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Nadirsyah Hosen dalam Shari’a and Constitutional Reform in Indonesia, menegaskan bahwa Piagam Madinah merupakan salah satu penggambaran konstitusi yang demokratis. Piagam tersebut menekankan hak orang-orang Muslim dan orang-orang Yahudi yang terlibat di dalam perjanjian. Mereka yang ikut serta di dalam perjanjian disebut ummah, meskipun di antara mereka kelompok minoritas di madinah. Uniknya, di dalam piagam tersebut tidak menyebutkan “ Negara Islam”.
Konstitusi tersebut membuktikan bahwa Islam adalah agama yang melindungi dan memelihara kebhinekaan serta berkomitmen untuk membangun perdamian sebagai prasyarat kesejahteraan. Dengan demikian, pada hakikatnya adalah gerakan untuk menegakkan hukum, toleransi dan menegakkan hak asasi manusia, serta mematuhi hukum yang telah menjadi kesepakatan bersama-sama.
Dalam buku “Citizens and Civil Society” (2019) karya Heri Herdiawanto dan kawan-kawan dijelaskan beberapa ciri masyarakat madani, yaitu :
ADVERTISEMENT
• Ruang publik bebas, yaitu ruang publik yang bebas berfungsi sebagai sarana berekspresi.
• Demokrasi, artinya masyarakat dapat berperilaku santun dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitar, tanpa membedakan suku, ras, dan agama.
• Toleransi, menunjukkan sikap bahwa masyarakat madani telah berkembang, menunjukkan kegiatan saling menghormati dan menghargai orang lain.
• Pluralisme, pluralisme erat kaitannya dengan sikap toleransi terhadap sesama, yang sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat yang majemuk.
• Keadilan sosial, keseimbangan dan pemerataan hak dan kewajiban setiap warga negara dalam segala bidang kehidupan.
Syarat Menjadi Masyarakat Madani
Untuk mewujudkan cita-cita masyarakat madani dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diperlukan berbagai prasyarat, seperti yang diungkapkan oleh Han Sung-Jun yaitu :
1. Diakui dan dilindunginya hak-hak individu dan kemerdekaan berserikat serta mandiri oleh negara.
ADVERTISEMENT
2. Adanya kebebasan memberikan ekspresi di ruang publik bahwa setiap orang dapat berpendapat mengenai masalah politik.
3. Adanya gerakan sosial yang didasarkan pada nilai-nilai budaya tertentu
4. Adanya kelompok inti pada kelompok menengah yang mengakar dalam masyarakat dan dapat menggerakkan masyarakat dalam pelaksanaan modernisasi sosial dan ekonomi.
Ciri-ciri Masyarakat Madani
Sebagai masyarakat yang mandiri dan progresif, masyarakat madani memiliki ciri-ciri atau ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan bentuk-bentuk sosial lainnya. Menurut A.S. Hikam, ada empat ciri utama masyarakat madani, yaitu:
1. Relawan, berarti tidak ada paksaan, tetapi komitmen bersama untuk mencapai tujuan
2. Keswasembadaan, setiap anggota memiliki harga diri yang tinggi, kemandirian yang tinggi, dan tidak bergantung pada negara atau lembaga negara atau organisasi lain.
ADVERTISEMENT
3. Tingkat kemandirian yang tinggi dari individu dan kelompok dalam masyarakat, terutama dalam berurusan dengan negara.
4. Keterkaitan ke nilai hukum yang disepakati bersama. Masyarakat madani adalah masyarakat hukum, bukan negara kekuasaan.
Sementara itu, Nurcholis Madjid memaparkan ciri-ciri masyarakat madani dari sudut lain sebagai berikut:
1. Semangat egalitarianisme atau kesetaraan.
2. Imbalan untuk orang didasarkan pada prestasi, bukan prestise seperti keturunan kesukuan, ras, dan lain-lain.
3. Keterbukaan.
4. Partisipasi semua anggota masyarakat.
5. Menentukan pemimpin melalui pemilihan umum
Sementara itu, Hidayat Syarif berpendapat bahwa masyarakat madani memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Masyarakat yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, Pancasilais, dan memiliki cita-cita serta harapan masa depan.
2. Masyarakat yang demokratis dan beradab yang menghargai perbedaan.
ADVERTISEMENT
3. Masyarakat yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).
4. Masyarakat yang tertib dan sadar hukum yang diwujudkan dari adanya budaya malu apabila melanggar hukum.
5. Masyarakat yang memiliki kepercayaan diri dan kemandirian.
6. Masyarakat yang cakap dan berdaya saing dalam suasana kerjasama, penuh persaudaraan dengan negara lain dengan jiwa kemanusiaan yang universal (beragam)
Peran atau Urgensi Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
1) Kualitas SDM Umat Islam
Dalam QS. 3 (Ali Imran) :110 yang artinya : ”kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran, dan beriman kepada allah sekiranya ahli kitab beriman dan tentulah itu lebih baik dari mereka adalah orang yang fasik”
ADVERTISEMENT
Allah menyatakan bahwa umat islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompok umat manusia yang diciptakan Allah. Kebaikan umat Islam termasuk kualitas sumber daya manusia yang lebih tinggi dibandingkan dengan non-Muslim. Keunggulan kualitas muslim yang disebutkan dalam Al-Qur'an adalah normatif dan laten, tidak nyata. Realitas norma-norma tersebut tergantung pada kemampuan umat Islam untuk menggunakan norma atau potensi yang ada dalam dirinya. Dalam sejarah Islam, norma atau potensi keunggulan umat Islam diwujudkan pada masa Dinasti Abbasiyah. Umat Islam telah membuat kemajuan di segala bidang: sains, teknologi, militer, bisnis, politik, dan bidang lainnya.
Pada saat itulah lahir nama-nama ilmuwan besar dunia, Ibnu Sina, Ubnu Rasyid, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dll. Kemunduran umat Islam terjadi pada pertengahan abad ke-13, setelah Dinasti Bani Abbasiyah digulingkan oleh cucu Jenghis Khan, Hula Khan. Semangat memajukan atas dasar nilai-nilai Islam telah dimulai, melalui gagasan Islamisasi ilmiah, melalui Islamisasi lembaga ekonomi dan bank syariah serta lembaga ekonomi lainnya.
ADVERTISEMENT
2) Posisi Umat Islam
Sumber daya manusia umat Islam saat ini belum bisa menunjukkan kualitas yang unggul. Oleh karena itu, ia tidak dapat memainkan peran penting dalam bidang politik, ekonomi, militer, ilmu pengetahuan dan teknologi di panggung global. Di Indonesia, proporsi umat Islam melebihi 85%, tetapi karena kualitas sumber daya manusia yang buruk, belum dapat memainkan peran tertentu. Sebenarnya hukum yang berlaku di negeri ini bukanlah hukum Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi belum tertembus oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam pun belum mewujudkan moralitas Islam
Konsep Pendidikan Islam dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Islam adalah agama fitrah; agama rahmatan li al-‘ālamīn. Ajarannya yang berkaitan dengan sosial (hubungan antarmanusia) sangat logis dan dapat diterima oleh setiap manusia. Apa yang dianggap baik oleh agama baik pula menurut akal manusia, begitupun yang buruk bagi agama, buruk pula bagi akal manusia, tergantung dari kemampuan akal pikiran manusia dalam memilih, menerima, dan atau menolak ajaran Islam untuk dijadikan petunjuk dalam berinteraksi sosial dengan masyarakat lainnya (Shihab,2005). Konsep pentingnya pendidikan Islam sebagai sistem koeksistensi masyarakat madani dalam interaksi sosial dengan masyarakat dapat dilihat dari perspektif interaksi sosial Islam, terutama dalam bentuk silaturrahmi dan gotong royong.
ADVERTISEMENT
Konsep Pendidikan Islam Tentang Silaturrahmi
Islam menekankan pentingnya menjaga hubungan baik antar manusia. Hal ini harus mampu membentuk sistem sosial masyarakat sehingga mereka dapat hidup damai, hidup rukun, tidak terpecah belah, dan lebih toleran dan penuh kasih sayang. Dijelaskan dalam QS alNisa/4:1.
Ayat ini sangat menuntut untuk selalu bertakwa kepada Allah dan memupuk silaturrahmi. Takwa dapat membimbing kita untuk membangun hubungan yang baik dengan orang lain. Lebih khusus lagi, menyambungkan ikatan silaturrahmi dengan keluarga yang masih memiliki hubungan nasab. Mengacu pada keluarga itu sendiri, seperti ibu, ayah, anak laki-laki, anak perempuan, atau orang-orang yang memiliki hubungan darah sebelum ayah atau ibu. Ini disebut arham. Kerabat dari suami atau istri adalah menantu dan tidak memiliki kekerabatan dalam kandungan atau garis keturunan.
ADVERTISEMENT
Konsep Pendidikan Islam Tentang Tolong Menolong
Perwujudan sistem tolong menolong dalam Islam didasarkan pada semangat setiap orang atau naluri manusia. Ia perlu membangun melalui pendidikan, karena proses pembangunan merupakan titik awal untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Pendidikan Islam yang bertujuan untuk membudayakan fitrah sosial manusia pada dasarnya merupakan faktor yang sangat menentukan, terutama dalam terjalinnya hubungan interpersonal antara individu dengan orang lain, antara individu dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok lain. Rasurullah dianggap sebagai pembawa pesan Islam.Dengan dukungan hubungan kemanusiaan, ia berhasil membangun peradaban yang mulia, termasuk membantu masyarakat secara materi dan moral.
Metode Tercapainya Masyarakat Madani
Untuk mewujudkan masyarakat madani, Nurcholish menekankan pentingnya penegakan hukum. Karena hukum dan keadilan bukan hanya kewajiban pribadi. Komitmen pribadi yang diungkapkan dalam "itikad baik" mutlak diperlukan sebagai landasan moral dan etika masyarakat.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, iktikad yang baik saja tidak cukup untuk mewujudkan masyarakat berperadaban. Iktikad baik yang merupakan buah keimanan yang harus diterjemahkan menjadi tindakan-tindakan baik yang nyata dalam hidup bermasyarakat, berupa “amal salih”, yang secara takrif adalah tindakan yang membawa kebaikan untuk sesama manusia.
Inilah makna ajaran agama yang diturunkan Allah untuk kemaslahatan umat manusia. Dengan bimbingan agama diharapkan manusia mendapat pegangan yang pasti dan benar dalam menjalani hidup dan membangun peradabannya. Sebab manusia tercipta untuk kepentingan agama. Agama adalah jalan, dan bukan tujuan. Dengan bimbingan agama, manusia berjalan mendekati Allah dan mengharapkan keridaan-Nya melalui amal baik yang berdimensi vertikal (ritual keagamaan) dan horizontal (pengabdian masyarakat).