Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Meneladani Nasionalisme Adipati Pengging Andayaningrat
7 Agustus 2024 7:17 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Faisal Muhammad Safii tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Secara historis, perkembangan nasionalisme Indonesia sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit berkuasa. Spirit nasionalisme pada saat itu telah digelorakan oleh Patih Gajah Mada dengan visi globalisasinya yaitu sumpah palapa yang di ikrarkan dihadapan Tribhuwana Tunggadewi Raja ketiga Kerajaan Majapahit (Widyawati & Andalas, 2020:122).
ADVERTISEMENT
Selain Maha Patih Gajah Mada, ada pula seorang Adipati muslim yang mengobarkan semangat nasionalisme dalam rangka mempertahankan Kerajaan Majapahit era Prabu Brawijaya V dari serangan Demak di Wirasabha. Adipati tersebut bernama Andayaningrat yang memerintah dan mengusai daerah Pengging.
Mengenal Adipati Andayaningrat
Jaka Sengara atau Ki Ageng Pengging Sepuh atau sering dikenal dengan nama Sri Makurung Prabu Andayaningrat adalah raja (adipati) pertama Kerajaan Pengging yang muncul dan menjadi bagian dari wilayah kekuasaan periode akhir Kerajaan Majapahit.
Menurut Agus Sunyoto (2017) Andayaningrat merupakan muslim yang mengabdi untuk Kerajaan Majapahit. Dilansir dari nusantarapedia.net , Ki Ageng Pengging Sepuh atau Andayaningrat memiliki nama Sharif Muhammad Kebungsuan, adalah putra bungsu Sayyid Husen Jumadil Kubro dengan putri Jauhar dari Kerajaan Muar Lama, Malaysia.
ADVERTISEMENT
Versi lain mengatakan Andayaningrat adalah putra dari pasangan Harya Pandaya III dan Dyah Retna Mundri. Apabila ditarik secara garis keturunan maka masih terhubung dengan Maha Patih Gajah Mada. Andayaningrat ini kemudian dinikahkan oleh Prabu Brawijaya V dengan putrinya yang bernama Retna Pembayun (Ahmad Luthfi, 2023:317). Setelah pernikahan tersebut, Prabu Brawijaya V memberikan gelar Adipati kepada Andayaningrat.
Kisah Pertempuran Dan Wafatnya Adipati Andayaningrat
Penaklukan Kerajaan Demak terhadap Kerajaan Majapahit dipimpin langsung Sunan Ngudung di Wirasabha. Dalam menghadapi invasi Kerajaan Demak tersebut, pihak Kerajaan Majapahit menerjunkan dua adipatinya, yaitu Adipati Terung dan Adipati Andayaningrat.
Di gambarkan dalam Serat Kandaning Ringgit Purwa Jilid IX Pupuh 413 pertempuran yang berlangsung di Wirasabha begitu membara, dimana Andayaningrat mengamuk di tengah medan tempur, menggiriskan nyali krodhanya, yang dilewati lari tunggang langgang (Agus Sunyoto, 2017: 350).
ADVERTISEMENT
Sunan Ngudung menyaksikan, bagaimana pasukannya terdesak hebat dalam pertempuran, melawan amukan Andayaningrat. Andayaningrat menunggang kuda jragem, dan Sunan Ngudung menunggang kuda putih, mereka berdua sama-sama membawa tombak, dan saling tombak-menombak, namun tidak ada yang kalah satu sama lain.
Pasukan Majapahit bersorak-sorai, dan dibalas sorakan pasukan Demak. Sorak-sorai bergemuruh sewaktu Andayaningrat kalah dalam bertempur, karena terkena tombak dadanya. Andayaningrat pun jatuh dari atas kudanya, lalu kepalanya dipenggal. Pasca kejadian itu, Andayaningrat di makamkan di Dusun Malangan, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Semangat Nasionalisme Adipati Andayaningrat
Tanah air, bangsa, dan kemerdekaan merupakan hal yang amat penting untuk diperjuangkan oleh setiap manusia. Membela maupun mempertahankan tanah air adalah betuk nasionalisme (Juma', 2022:130).
ADVERTISEMENT
Nasionalisme yang dikonsepsikan dalam kisah pertempuran di Wirasabha itu ialah nasionalisme sebagaimana dikatakan oleh Lothrop Stoddard (1996), yakni kepercayaan oleh sebagian besar orang bahwa, mereka memiliki perasaan kebersamaan sebagai sebuah bangsa.
Perjuangan Adipati Andayaningrat yang beragama Islam untuk membela Kerajaan Majapahit dari penyerbuan pasukan Demak secara tidak langsung telah melahirkan semangat nasionalisme yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, kesetiaan, kerelaan berkorban, dan mengutamakan kepentingan negara-bangsa daripada kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
Disamping itu, semangat nasionalisme tersebut mengandung pesan bahwa kenyakinan manusia atas agamanya tidak akan mengurangi rasa cintanya kepada bangsa dan negara. Bahkan justru sebaliknya, menambah kecintaannya terhadap tanah air (Azman, 2017:268).