Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Mengapa Implementasi Sistem Pendidikan Finlandia di Indonesia Gagal?
17 Oktober 2024 16:06 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Muhammad Fakhrul Arifin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pendidikan merupakan suatu kunci keberhasilan negara dalam membangun sumber daya manusia dan memajukan bangsa suatu negara. Banyak negara yang telah berhasil menjadi negara maju berkat pendidikan. Di antara negara tersebut adalah Finlandia, kiblat pendidikan bagi semua negara.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data tes yang diselenggarakan OECD (Organization for Economic Cooperation & Development) pada tahun 2018 yakni tes PISA (Programme for Internasional Student Assessment) Finlandia berada pada jajaran negara teratas dengan kualitas pendidikan terbaik dilihat dari science, reading , dan mathematics. Sedangkan Indonesia berada pada jajaran negara dengan kualitas pendidikan yang rendah.
Hal ini menjadi sebuah pertanyaan mengapa sistem pendidikan Indonesia tidak sesukses diterapkan seperti di Finlandia? Padahal sistem pendidikan Finlandia dan Indonesia memiliki kesamaan seperti tidak adanya basis tes, tinggal kelas dan penerapan zonasi.
Indonesia dan Finlandia memiliki perbedaan paling mendasar dalam penerapan sistem pendidikan. Seringnya sistem pendidikan di Indonesia berganti ganti setiap pergantian menteri. Sejak tahun 1947 Indonesia telah mengalami perubahan kurikulum sebanyak 10 kali.
ADVERTISEMENT
Hal ini menyebabkan sistem pendidikan Indonesia tidak menemukan kurikulum yang efektif terhadap masyarakatnya. Di sisi lain Finlandia selama 40 terus konsisten dengan sistem pendidikan yang telah ada meski mengalami pergantian pemerintahan. Konsistensi inilah yang menyebabkan Finlandia sukses dalam menerapkan sistem pendidikannya.
Perbedaan signifikan antara sistem pendidikan di Indonesia dan Finlandia terletak pada pendekatan filosofi dan pendekatan yang diterapkan. Di finlandia filosofis pendidikan lebih ditekankan pada prinsip kesetaraan, tanggung jawab dan kolaborasi. Finlandia percaya bahwa tidak semua murid memiliki kemampuan yang sama, sehingga menghindari tes baku yang bersifat memaksa seluruh siswa untuk mencapai standar yang sama. Bagi Finlandia sekolah harus meningkatkan kolaborasi dan kerja sama bukan persaingan antarindividu.
Berbeda dengan Indonesia yang hingga saat ini memandang bahwa kompetisi merupakan salah satu elemen penting dalam sistem pendidikan. Pemilahan siswa yang memiliki potensi dan kecerdasan di atas rata-rata dengan siswa yang yang memiliki potensi kecerdasan di bawah rata-rata menjadi salah bukti nyata bahwa sistem pendidikan Indonesia mengedepankan kompetisi guna memilah potensi siswa.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, perangkingan siswa, ujian yang berulang kali, dan beban tugas yang berat masih menjadi ciri khas pendidikan Indonesia. Keberhasilan akademik seorang siswa ditentukan oleh hasil ujian.
Kualitas guru juga menjadi salah satu faktor penting dalam menyukseskan pendidikan. Di Finlandia, seorang guru harus memiliki minimal gelar Master (S2), dan seleksi untuk menjadi guru sangat ketat. Hanya 5% dari lulusan S1 yang diterima untuk menjadi guru, dan bahkan bagi lulusan S2, hanya sekitar 20% yang bisa diterima. Namun hal ini juga setara degan kesejahteraan guru yang sangat diperhatikan. Gaji guru di Finlandia sangat tinggi, mencapai sekitar 40 juta per bulan, yang menempatkan profesi ini sebagai salah satu profesi yang paling diidamkan oleh para pemuda.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya kualitas guru di Indonesia seperti tidak diperhatikan. Kualifikasi guru di Indonesia mengharuskan memiliki minimal gelar sarjana (S1). Dengan jumlah sarjana pendidikan yang cukup banyak pendistribusiannya menjadi tidak merata. Seringnya kualifikasi guru pada daerah pelosok yang rendah dan guru dengan kualifikasi yang bagus berpusat pada sekolah sekolah di kota. Hal ini juga diperparah dengan kesejahterahan guru yang minim perhatian dengan gaji guru yang rendah, terutama guru honorer.
Finlandia menerapkan kurikulum yang sangat fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Kurikulum mereka lebih berfokus pada pengembangan keterampilan hidup, pemecahan masalah, dan pemikiran kritis.Siswa tidak dibebani dengan tugas-tugas rumah yang berlebihan, dan waktu belajar di sekolah pun lebih singkat, yaitu sekitar 30 jam per minggu. Hal ini berbeda dengan Indonesia, di mana siswa dapat menghabiskan hingga 40 jam per minggu di sekolah, dengan tambahan pekerjaan rumah yang cukup banyak.
ADVERTISEMENT
Di Finlandia, suasana kelas dibuat senyaman mungkin untuk mendorong siswa agar belajar dengan penuh minat. Guru diberikan kebebasan untuk memilih metode pengajaran yang paling sesuai dengan kebutuhan siswa. Sementara di Indonesia, proses pembelajaran sering kali masih dilakukan secara satu arah, di mana guru menjadi pusat dari segala aktivitas di kelas, dan metode ceramah masih mendominasi. Ini menyebabkan banyak siswa di Indonesia yang merasa takut untuk memberikan pendapat karena adanya feodalisme pendidikan.
Pemerintah Finlandia juga memberikan perhatian besar terhadap pengembangan berkelanjutan bagi para guru. Guru-guru di Finlandia mendapatkan kesempatan untuk terus belajar dan meningkatkan kompetensi mereka​Program pengembangan profesional ini tidak hanya berfokus pada peningkatan keterampilan mengajar, tetapi juga pada pengembangan diri secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, program pelatihan dan pengembangan bagi guru memang telah ada, namun masih terkendala oleh keterbatasan sumber daya dan pendanaan. Sebagian besar pelatihan yang ada bersifat sentralistik, sehingga tidak selalu relevan dengan kebutuhan spesifik di lapangan. Seiring berkembangnya zaman kebutuhan metode pengajaran diperlukan pembaharuan namun guru di Indonesia masih menerapkan metode pengajaran pada tahun yang sudah tidak relevan dengan kebutuhan zaman sekarang.
Penerapan sistem zonasi di Indonesia juga menjadi polemik bagi masyarakat. Dengan adanya sistem zonasi yang memiliki harapan agar adanya pemerataan pendidikan di Indonesia sehingga tidak ada lagi sekolah unggulan dan sekolah reguler ini justru menjadi alasan bagi siswa untuk malas belajar karena adanya sekolah yang dekat dengan siswa tersebut. Sistem zonasi juga seringkali terjadi pemalsuan berkas alamat bagi para orang tua untuk mendaftarkan anak anak mereka ke sekolah yang dituju.
ADVERTISEMENT
Perbedaan kualitas sumber daya manusia inilah yang menjadi sebab fundamental sistem pendidikan Finlandia dan Indonesia tidak bisa disamakan. Selain itu faktor ekonomi dan geografis juga menjadi penyebab sulitnya merealisasikan sistem pendidikan Finlandia di Indonesia.
Referensi :
Adha, Gordisona, Ulfatin, Supriyanto. 2019. Analisis Komparasi Sistem Pendidikan Indonesia dan Finlandia. Jurnal Studi Manajemen Pendidikan, 3(2), 146-164.
Haryanto, Iqbal. 2024. Perbandingan Pendidikan di Indonesia dan Pendidikan di Finlandia. Journal Of Social Science Research, 4(4), 6085-6095.
Live Update