Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Memahami Model Bisnis Online Food pada Masa Pandemi COVID-19
21 Mei 2021 13:42 WIB
Tulisan dari Fanji Lesmana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 menjadi pukulan telak bagi dunia pariwisata, kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif, melakukan survei secara nasional mengenai pandemi COVID-19 ini telah mengakibatkan 92% dari 5.242 orang pekerja sektor pariwisata merasakan kehilangan pekerjaannya dan usaha restoran terdampak sebesar 2,4%.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menekan penyebaran virus COVID-19 ini dengan terpaksa harus mengurangi ruang gerak masyarakat, kebijakan ini mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang semakin melambat. 29 mei 2020 pemerintah secara resmi memberlakukan kebijakan “new normal” atau adaptasi kebiasaan baru, kebijakan ini ditandai dengan pelonggaran aktivitas sosial masyarakat di beberapa daerah dan tetap melakukan prokes dan 3M (menjaga jarak, menggunakan masker, mencuci tangan), dan tetap tidak berkumpul.
Tuntutan meminimalisasi kontak langsung ini berbarengan dengan perkembangan pemanfaatan teknologi dalam kehidupan sehari-hari, pada tahun 2020 tercatat pertumbuhan pengguna internet terdapat peningkatan 25 juta pengguna internet atau sebanyak 17% dari data tahun 2019, sedangkan 55% dari penguna mobile internet melakukan pembelian online melalui aplikasi mobile, tak terkecuali dengan pemesanan makanan secara online atau pesan antar.
ADVERTISEMENT
Tahun 2020 Gofood sendiri memiliki peningkatan jumlah mitra menjadi sebanyak 750.000 mitra, sedangkan Grabfood mencatatkan pertumbuhan jumlah merchant sebanyak 153%, nilai transaksi bruto GrabFood mencapai Rp 83 triliun sedangkan GoFood Rp 28 triliun. di sisi lain pengeluaran digital konsumen perbulan selama pandemi COVID-19 menyatakan sebanyak 97 % dihabiskan untuk pemesanan makanan, 76% Jasa Pengiriman, 75% Transportasi.
Kecenderungan market Indonesia yang latah dengan strategi “hype marketing” membuat bisnis model food ecommerce seperti ini sangat menguntungkan, fenomena ini mirip seperti online travel pertama kali marak pada sekitar tahun 2014 s.d 2015, strategi bakar uang berupa promo discount dan harga spesial yang biasa dilakukan oleh startup bisnis technology ini membuat penguna ketergantungan dan terbiasa menggunakan platform food e-commerce ini, salah satu penilaian keberhasilan bisnis food e-commerce adalah traffic user dan user active perhari. Hal ini lah yang menjadi daya tarik untuk para merchant bergabung dengan platform food e-commerce tersebut.
ADVERTISEMENT
Demand yang begitu besar yang dimiliki oleh startup platform food e-commerce menjadi daya tarik utama untuk menggaet merchant, dibalut dengan strategy kolaborasi merek, kolaborasi merek sendiri mampu membawa customer baru pada produk anda, mampu me-refresh citra merek, meningkatkan ceruk pasar atau mengembangkan teknologi perusahaan melalui pertukaran pengetahuan tentang teknologi.
Produk yang dikemas dengan adanya kolaborasi merek diharapkan mampu menjangkau pelanggan baru. Situasi ini terasa lebih manis untuk merchant dalam mengembangkan bisnis usaha culinary, peningkatan penjualan menjadi 2 kali lipat terlihat sangat manis dan menolong bisnis mereka.
Platfrom food e-commerce/penyedia jasa pembelian & layanan antar makanan online ini mensyaratkan adanya pemotongan keuntungan (fee) bagi mitra merchant (pebisnis kuliner), grabfood sendiri pada tahun 2021 memiliki sekema potongan 30% dengan menjanjikan peningkatan volume pembelian sebanyak 100 kali lipat dari volume pembelian sebelum menjadi merchant di grabfood. Sedangkan gofood sendiri memiliki skema potongan 20% + Rp5.000,- untuk mitra yang terdaftar setelah 5 maret 2021, dan untuk mitra yang terbagung sebelum tanggal tersebut dikenakan potongan sebesar 12% + Rp 5.000,- atau diperbolehkan mengubah ke skema 20% + Rp 1.000,-.
ADVERTISEMENT
Dengan iming-iming jumlah peningkatan jumlah transaksi sampai dengan 2 kali lipat, dan dengan beban ongkos teknologi yang dibebankan kepada pihak merchant ini bagaikan simalaka untuk pihak merchant.
Biaya tersebut memberikan dilema tersendiri bagi pihak mitra (merchant) yang harus menyesuaikan harga dengan membuat dua harga jual, harga offline dan online, untuk harga online diberikan kenaikan sampai dengan 30% dari harga offline, hal ini memberi efek citra negatif terhadap brand mereka untuk sebagian pelanggan, dan membuat segelintir pelanggan mengurungkan niat untuk memesan karena merasa “kemahalan”. Selain menerapkan strategi tersebut, beberapa merchant melakukan efisiensi cost dan menaikkan harga sedikit agar tidak kehilangan pelanggan setia mereka dengan terpaksa memotong keuntungan untuk menutupi beban ongkos teknologi tersebut.
ADVERTISEMENT
Disparitas harga ini selain mempunyai dampak negatif terhadap citra, juga pihak merchant harus memotong atau mengurangi pendapatan bersih mereka untuk fee platform food e-commerce sehingga walaupun mempunyai tingkat penjualan jauh lebih banyak daripada penjualan offline, pendapatan bersih yang dihasilkan lebih kecil dari pendapatan bersih yang dihasilkan dari penjualan offline, karena mereka harus kehilangan potensi keuntungan sampai dengan 30%, selain itu pendapatan bersih yang dihasilkan ini tidak dapat langsung diproses ke rekening merchant, tetapi masih harus menunggu beberapa waktu proses pencairan terlebih dahulu.
Paus Fransiskus wafat di usia 88 tahun pada Senin pagi (21/4) akibat stroke dan gagal jantung. Vatikan menetapkan Sabtu (26/4) sebagai hari pemakaman, yang akan berlangsung di alun-alun Basilika Santo Petrus pukul 10.00 pagi waktu setempat.