Konten dari Pengguna

Piala Dunia U-20: Lolosnya Israel dan Double Standard dalam Sepakbola

Farhan Rizqullah
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Mulawarman
26 Juni 2022 20:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Farhan Rizqullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Timnas Israel U-20 yang untuk pertama kali sukses lolos ke putaran final Piala Dunia U-20 di Indonesia FOTO: (Instagram/israel_football_association)
zoom-in-whitePerbesar
Timnas Israel U-20 yang untuk pertama kali sukses lolos ke putaran final Piala Dunia U-20 di Indonesia FOTO: (Instagram/israel_football_association)
ADVERTISEMENT
Beberapa hari ini media sosial sedang heboh kemungkinan timnas Israel U-20 untuk berpartisipasi dalam putaran final Piala Dunia U-20 yang akan diadakan di Indonesia, 20 Mei-11 Juni tahun depan, netizen menanggapi hal ini beragam, ada yang excited ada pula yang emosi melihat "musuh bebuyutan" mereka secara emosional, berpotensi datang ke "kandang macan".
ADVERTISEMENT
Dan ternyata hal yang mereka khawatirkan rupanya menjadi kenyataan, timnas Israel U-20 berhasil lolos ke putaran final Piala Dunia U-20 di Indonesia, usai saingan mereka di grup B, Serbia dipecundangi oleh Austria dengan skor tipis 2-3 pada hari Minggu (26/6) subuh. Walaupun mereka harus takluk dari Inggris dengan skor 0-1 di Městský Stadion, Czechia. Hasil tersebut tidak mengubah kesuksesan Israel untuk mengunci spot mereka di babak grup putaran final Piala Dunia U-20 di Indonesia, Mei tahun depan.
Kemudian, bagaimana pandangan federasi sepakbola Indonesia, PSSI menyikapi hal ini? seperti yang telah diketahui secara luas, Indonesia dan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik, walaupun kedua negara tidak pernah berkonflik secara terbuka, namun rakyat Indonesia memandang eksistensi Israel sebagai suatu hal yang ilegal, sebab aksi dan tindakan mereka kepada rakyat Palestina, yang telah dianggap sebagai saudara oleh mayoritas rakyat Indonesia selama beberapa dekade, dipandang sebagai bentuk penjajahan di era modern, tentunya ada potensi konflik dan amit-amit persekusi terhadap pemain dan official Israel ketika hadir di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan alias Iwan Bule mengatakan
ia lantas menambahkan,
Dari ucapan ketua umum PSSI ini dapat disimpulkan bahwa PSSI telah menyiapkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dalam hajatan Piala Dunia U-20 nanti, termasuk kehadiran timnas Israel di Indonesia.
Mungkin, saya berspekulasi pemilihan Bali sebagai salah satu venue adalah salah satu cara bagi PSSI untuk mengakomodir timnas Israel yang akan datang nanti, karena Pulau Dewata ini bisa dikatakan tempat yang lebih "aman dan damai" untuk tiap delegasi, terutama Israel yang tentunya akan menghadapi potensi sentimen-sentimen negatif di wilayah lain di Indonesia sebagai negara mayoritas muslim yang bersolidaritas dengan rakyat Palestina.
Namun, tetap saja potensi untuk terjadinya polemik terjadi di kalangan suporter Indonesia tidak bisa dihindarkan, bahkan potensi aksi diskriminasi, psywar, dan chant provokatif bisa saja terjadi saat timnas Israel U-20 datang ke Indonesia tahun depan.
ADVERTISEMENT
Kalau melihat secara historis, banyak kasus politik yang berhubungan dengan Israel dalam dunia sepakbola telah terjadi.
Jauh beberapa dekade lalu, tepatnya pada ronde kedua Kualifikasi Piala Dunia Zona Asia 1958, saat itu timnas Israel berada di grup A bersama Indonesia, Mesir, dan Sudan. Indonesia saat itu tinggal selangkah lagi menuju Piala Dunia di Swedia, namun bersama dengan Mesir dan Sudan yang bersolidaritas terhadap rakyat Palestina, mereka menolak bertanding dan secara otomatis gagal melaju ke putaran final Piala Dunia. Bahkan, kapten timnas Indonesia yang legendaris pada masa itu, Maulwi Saelan mengatakan:
Beliau tidak sudi bertanding dengan timnas Israel yang dianggap melakukan penjajahan terhadap rakyat Palestina, walaupun yang dipertaruhkan adalah tiket ke Piala Dunia di Swedia.
ADVERTISEMENT
Selain di level tim nasional dan federasi, Israel juga kerap menghadapi kritikan dan kampanye politik di level suporter klub yang mendukung dan bersolidaritas terhadap perjuangan rakyat Palestina.
Saat playoff UEFA Champions League pada tahun 2016, waktu itu Glasgow Celtics berhadapan dengan Hapoel Be'er Sheva, klub asal Israel. Pendukung Celtics melakukan protes terhadap Israel dengan membentangkan bendera Palestina selama pertandingan berlangsung, harga yang harus dibayar mahal oleh Celtics karena mereka harus membayar sanksi sebesar 10.000 Euro kepada UEFA karena dianggap melanggar UEFA Disciplinary Regulations pasal 16 ayat 2 yang menyebutkan bahwa tidak diperbolehkan menunjukkan ekspresi yang mengandung muatan nilai-nilai politik, ideologi dan agama selama pertandingan berlangsung.
Indonesia sendiri telah merasakan dampak dari sanksi FIFA. Pada 30 Mei 2015 lalu, sepakbola Indonesia sempat dibekukan oleh FIFA dengan alasan pemerintah Indonesia yang dianggap mengintervensi PSSI dan melanggar Pasal 13 dan 17 Statuta FIFA. Sanksi ini tentunya merugikan persepakbolaan tanah air, dimana FIFA memutuskan:
ADVERTISEMENT
Tentunya rakyat Indonesia tidak menginginkan hal diatas kembali terulang, sebab masa-masa tersebut adalah masa terkelam dari sejarah persepakbolaan tanah air.
FIFA dan UEFA sama-sama mengecam keras keterlibatan politik dalam dunia sepakbola, bahkan muncul slogan "Kick Politics out of Football", banyak pihak memandang slogan ini hanya manis di mulut tapi tidak sesuai realita, mereka menuding FIFA dan UEFA begitu hypocrite dan standar ganda, apakah memang demikian? Memang iya, tapi itu hal yang biasa terjadi pada industri, yang mana sepakbola merupakan salah satu diantaranya.
ADVERTISEMENT
Standar ganda FIFA dan UEFA ini begitu dirasakan oleh federasi sepakbola Rusia, Rossiyskiy Futbolnyy Soyuz (RFS). FIFA secara sepihak mengeluarkan timnas Rusia dari playoff Kualifikasi Piala Dunia 2022, sementara itu UEFA mengeluarkan timnas Rusia dan klub asal Rusia dari turnamen regional dan internasional, padahal federasi sepakbola mereka tidak ada hubungannya sama sekali dengan kebijakan yang diambil pemerintah Rusia untuk melakukan invasi terhadap Ukraina. Sementara itu banyak pemain, klub dan suporter di Eropa melakukan aksi solidaritas dengan mengibarkan bendera Ukraina dan berbagai bentuk solidaritas lain, layaknya yang dilakukan oleh suporter Celtics terhadap Palestina pada 2016 lalu, bedanya klub-klub Eropa tadi justru didukung oleh FIFA dan UEFA alih-alih dijatuhkan sanksi layaknya Celtics.
ADVERTISEMENT
Apakah perilaku diatas lagi-lagi menunjukkan kemunafikan dan double standard kedua badan organisasi sepakbola ini?
Kalau dilihat melalui perspektif pertama, seperti yang telah diketahui secara luas, sepakbola telah bertransformasi menjadi industri yang menggairahkan di abad ke-21 ini. Eropa telah menjadi kiblat bagi dunia sepakbola, maka dari itu perang yang muncul di Eropa antara Rusia dan Ukraina menjadi ancaman bagi industri sepakbola yang sedang berkembang karena perang membawa ketidakstabilan politik maupun ekonomi. FIFA dan UEFA akan melakukan apa saja untuk mempertahankan industri persepakbolaan, termasuk mendukung pihak yang dianggap jauh lebih menguntungkan dalam industri ini. Tanpa industri, sepakbola akan mati, maka dari itu standar ganda dalam hal ini sah-sah saja demi menyelamatkan olahraga ini.
ADVERTISEMENT
Kalau dilihat dengan perspektif lain, tentunya yang dilakukan oleh FIFA dan UEFA ini patut disayangkan, mereka yang membuat aturan, mereka juga yang menciderainya dengan standar ganda mereka, FIFA dan UEFA harusnya adil dalam memperlakukan setiap anggotanya, apabila suporter Celtics dihukum karena mengibarkan bendera Palestina sebagai bentuk solidaritas, begitupun seharusnya yang terjadi dengan klub dan suporter di Eropa yang mempromosikan solidaritas bersama Ukraina. Perang Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina adalah hal yang sama, keduanya sama sama memakan korban, seharusnya sebagai olahraga yang konsisten mempromosikan perdamaian, aksi solidaritas yang dilakukan oleh suporter sepakbola di penjuru dunia janganlah dibatasi dengan berbagai sanksi yang mengancam.
Terkait dengan sifat standar ganda yang diterapkan FIFA dan kehadiran timnas Israel pada Mei tahun depan. Indonesia tidak perlu begitu khawatir apabila kita dapat merepresentasikan diri sebagai tamu yang baik selama hajatan ini berlangsung, suporter juga wajib menjaga diri untuk tidak melakukan hal yang ceroboh dan merugikan persepakbolaan tanah air.
ADVERTISEMENT