Mengendalikan Populasi Kucing agar Tidak Mengganggu Ekosistem

Febrina Valencia
Beswan Djarum 2022/2023
Konten dari Pengguna
14 September 2023 16:43 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Febrina Valencia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sejumlah kucing liar yang diberi makan oleh pecinta kucing di kawasan Warung Jati Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah kucing liar yang diberi makan oleh pecinta kucing di kawasan Warung Jati Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kira-kira 10 ribu tahun yang lalu, kucing liar (felis silvestris) mengalami domestikasi atau penjinakan menjadi kucing domestik (felis catus) di daerah Timur dan Mesir (Driscoll, dkk., 2007). Menjinakkan kucing dilakukan sebagai upaya dalam memanfaatkan peran kucing untuk memangsa hewan pengerat seperti tikus yang merusak wilayah pertanian.
ADVERTISEMENT
Kucing domestik memberikan kesejahteraan kepada manusia, terutama pada masa-masa bertani, sehingga menjadikan hubungan kucing dan manusia terjalin lebih erat dari sekadar hewan pembasmi menjadi hewan peliharaan yang hidup dekat dengan manusia.
Kucing domestik dapat hidup secara liar di lingkungan sekitar tempat tinggal manusia dan dikenal dengan sebutan kucing komunitas. Kucing komunitas terbagi menjadi dua kategori, yaitu stray cat dan feral cat.
Kedua kategori kucing liar memiliki perbedaan terbesar pada tingkat sosialisasinya dengan manusia. Stray cat merupakan kucing liar yang pernah memiliki interaksi dekat dengan manusia, tetapi kehilangan pemilik atau tempat tinggalnya. Sedangkan feral cat merupakan jenis kucing liar yang hidup secara berkelompok dan memiliki interaksi yang minim dengan manusia akibat kehilangan kemampuannya dalam beradaptasi.
ADVERTISEMENT
Pada 2018, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara dengan pemelihara kucing terbanyak di Asia. Hasil survei mengenai hewan peliharaan yang dilakukan oleh Rakuten Insight terhadap 97 ribu penduduk Asia menyatakan bahwa 47 persen dari responden pemilik kucing berasal dari Indonesia.
Hal tersebut tidaklah mengejutkan, karena World Society for the Protection of Animals (WSPA) mencatat bahwa terdapat sekitar 15 juta ekor kucing di Indonesia pada tahun 2007 dan penelitian yang dilakukan oleh Rahmiati pada tahun 2020 menyatakan bahwa populasi kucing telah bertambah 18 kali lipat tiap tahunnya, akibat kemampuan kucing untuk melahirkan 1-6 ekor anak dalam satu masa bunting serta masa birahinya yang dimulai kembali setelah 2 bulan melahirkan. Waktu yang sangat singkat bukan?
ADVERTISEMENT
Salah satu kunci tingginya populasi kucing di Indonesia lantaran kesejahteraan kucing liar yang seiring berjalannya waktu semakin terjamin karena keberadaan fenomena street feeding yang marak dilakukan akhir-akhir ini.
Street feeding merupakan suatu gerakan yang dilakukan tidak hanya oleh komunitas pecinta hewan, melainkan juga masyarakat umum dengan memberikan makanan kepada hewan liar, terutama kucing dan anjing liar yang mudah dijumpai di lingkungan sekitar manusia (Zain, 2022).
Gerakan street feeding menjadi populer pada tahun 2021 dan merangkul masyarakat Indonesia untuk melakukan aksi mulia agar kucing-kucing jalanan dapat tumbuh sehat.

Ancaman Meledaknya Populasi Kucing

Populasi Kucing Liar Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Meskipun merupakan gerakan yang positif dan bermanfaat, apabila street feeding dilaksanakan tanpa pengendalian, populasi dan aktivitas kucing liar dapat merusak lingkungan, dari segi ekosistem maupun terhadap kesehatan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Pernyataan tersebut tidaklah ditulis tanpa adanya landasan. Kasus kehadiran kucing liar yang mengancam populasi hewan lainnya terjadi di Australia. Hingga tahun 2017, tingginya populasi kucing di Australia menyebabkan 99,9 persen dari total area daratan Australia dihuni oleh kucing (Legge, dkk, 2017).
Menurut Threatened Species Recovery Hub, pada 2017, kehadiran kucing di Australia telah menyebabkan kepunahan dari 2 reptil, 40 jenis burung, dan 21 spesies mamalia di Australia. Di masa mendatang apabila populasi kucing tidak dikendalikan, maka kasus serupa berpotensi terjadi di Indonesia, karena faktanya, kucing yang hidup di alam terbuka memang cenderung mengkonsumsi mamalia dan makanan alami (Crawford, dkk, 2019).
Kini, meskipun kucing di Indonesia belum menjadi penyebab kepunahan fauna-fauna dan menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem, ternyata populasi kucing yang begitu banyak telah berdampak negatif terhadap lingkungan. Dari segi populasinya yang begitu banyak dan kesejahteraannya yang semakin didukung dengan adanya street feeding, keberadaan kucing di Indonesia membuat lingkungan tempat tinggal menjadi kotor dan masyarakat menjadi terusik.
ADVERTISEMENT
Kucing yang berkeliaran bebas di jalanan kerap menyebabkan kerusakan terhadap fasilitas umum hingga properti pribadi seperti atap rumah, membuat sampah berserakan, buang air secara sembarangan, bertengkar, bahkan melukai hewan lainnya.
Kehadiran kucing dengan jumlah ekstrem juga dapat menjadi pemicu peningkatan risiko zoonosis, yaitu infeksi yang ditularkan dari hewan vertebrata ke manusia atau pun sebaliknya. Salah satu kasus zoonosis terbesar dari kucing adalah penyebaran toksoplasmosis akibat parasit toxoplasma gondii yang terdapat pada kotoran kucing. Tercatat sebanyak 35-73 persen kasus toksoplasmosis di Indonesia disebabkan oleh kucing (Halimatunisa & Prabowo, 2018).
Toksoplasmosis mengakibatkan pembengkakan kelenjar getah bening serta gangguan pertumbuhan janin hingga keguguran pada ibu hamil. Melihat dampak negatif dari kehadiran kucing di suatu ekosistem yang kita jalani, kegiatan street feeding di Indonesia harus diimbangi dengan kegiatan lain untuk mencegah pembengkakan angka populasi kucing di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dibandingkan penggunaan racun atau pun pembantaian yang berbahaya terhadap kucing, metode sterilisasi kucing merupakan solusi yang tepat untuk mencegah populasi kucing agar tidak menjadi hama di Indonesia.
Sterilisasi atau umumnya dikenal sebagai kebiri, merupakan pembedahan dengan tujuan terapi penyakit reproduksi atau pengendalian populasi suatu makhluk hidup (Prayoga, dkk., 2021). Pada proses sterilisasi, kucing betina mengalami pengangkatan indung telur, sedangkan kucing jantan mengalami pengangkatan testis dari skrotum. Sterilisasi mengakibatkan kucing tidak bisa lagi bereproduksi dan mencegah over populasi kucing.
Sedangkan untuk menjamin kebebasan kucing liar dalam beraktivitas di lingkungan bebas, perlu diterapkan program TNR (Trap, Neuter, Release). Trap berfungsi untuk menangkap kucing liar dengan menggunakan umpan berupa makanan atau tempat tinggal. Setelah kucing terperangkap, kucing disterilisasi (neuter) oleh pihak medis untuk menghilangkan kemampuannya dalam berkembang biak. Langkah terakhir adalah return, yaitu melepas kembali kucing ke lingkungan asalnya untuk berinteraksi dengan kucing-kucing lainnya.
ADVERTISEMENT
Tahap neuter secara umum memakan biaya sebesar Rp 700.000 hingga Rp 1.000.000. Suatu nominal yang tidak kecil bagi sebagian kalangan. Namun, tidak perlu ragu. TNR dapat dijalankan secara sinergis oleh pemerintah, komunitas, masyarakat umum, dan pihak medis.
Pemerintah berperan dalam memberikan subsidi kepada pihak-pihak medis untuk membuka program sterilisasi gratis di klinik-klinik hewan, bersamaan dengan komunitas yang bergerak di bidang kesehatan dan lingkungan menggalang donasi untuk membuka program sterilisasi bersubsidi kepada masyarakat umum.
Akhir-akhir ini sudah banyak komunitas pecinta kucing yang menawarkan program sterilisasi tanpa biaya hingga yang mematok biaya cukup terjangkau, yakni Rp 350.000 sudah termasuk dengan perawatan pasca-sterilisasi. Nominal yang masuk akal untuk dampak positif dalam jangka panjang. Selain kemudahan dari segi dana, komunitas dan pemerintah dapat bekerja sama untuk membuat konten edukasi akan pentingnya mencegah over populasi kucing melalui sterilisasi.
ADVERTISEMENT

Lima Kaidah Kebebasan

Penertiban kucing liar di Rusun Tanah Tinggi Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Kontrasnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang menganggap tabu sterilisasi kucing. Berdasarkan satu kegiatan diskusi terbuka melalui media sosial Twitter pada bulan Mei 2023, banyak masyarakat Indonesia yang berpendapat bahwa sterilisasi kucing merupakan bentuk penyiksaan dan perlawanan terhadap kodrat kucing.
Berbicara mengenai hal tersebut, terdapat aturan yang dikeluarkan oleh Britain’s Farm Animal Welfare Council pada tahun 1965 mengenai lima kebebasan yang dimiliki oleh hewan, yaitu bebas dari kelaparan dan kehausan, bebas dari gangguan, bebas dari sakit, luka, atau penyakit, bebas untuk mengekspresikan perilaku alaminya, dan yang terakhir adalah bebas dari ketakutan dan penderitaan.
Kegiatan sterilisasi kucing tidak melanggar satu pun dari kelima aturan tersebut. Mengenai pertentangan masyarakat Indonesia terkait kodrat dan perilaku alami kucing, sterilisasi pada faktanya tidak menghapus perilaku seksual kucing, karena kucing masih memiliki alat kelamin dan dapat melakukan perkawinan, hanya saja kucing betina tidak dapat dibuahi untuk memiliki keturunan-keturunan lainnya.
ADVERTISEMENT
Sehingga, poin bebas mengekspresikan perilaku alami dari lima aturan kebebasan hewan masih terpenuhi. Bahkan, poin-poin lain dari lima aturan tersebut dapat terpenuhi jika sterilisasi dilakukan. Salah satunya adalah kebebasan hewan dari sakit, luka, atau penyakit.
Sterilisasi memungkinkan terjaminnya kesehatan kucing. Kucing jantan steril memiliki penurunan risiko kanker testis dan kucing betina mengalami penurunan risiko tumor kelenjar susu.
Berdasarkan pengaruh sterilisasi terhadap peningkatan kesehatan kucing dan kesejahteraan lingkungan sekitarnya, dapat disimpulkan bahwa sterilisasi merupakan kegiatan yang wajib dilakukan untuk mencegah over populasi kucing dan sebagai pendamping street feeding agar terjadi keseimbangan antara kebebasan kucing dalam menerima makanan dan pencegahan kucing hidup sebagai hama di Indonesia. Terutama, mengingat bahwa kegiatan sterilisasi tidak merampas kodrat kucing dalam mengekspresikan perilaku seksual alaminya. Pada akhirnya, jelas bahwa sterilisasi kucing dapat menguntungkan berbagai pihak, terutama kucing itu sendiri.
ADVERTISEMENT