Membangun Konsep Masyarakat Ideal Pada Budaya Masyarakat Kota di Indonesia

Firly Aldrina Putri
Mahasiswa Ilmu Komunikasi di UPN Veteran Jakarta
Konten dari Pengguna
6 Desember 2022 17:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Firly Aldrina Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Masyarakat di Indonesia. Foto: Firly Aldrina
zoom-in-whitePerbesar
Masyarakat di Indonesia. Foto: Firly Aldrina
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, masyarakat dapat diartikan sebagai suatu sistem sosial yang kompleks dari kehidupan manusia. Di Indonesia sendiri, terdapat 56,7% penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan (Rosa, 2022). Dengan adanya data tersebut, penduduk di Indonesia didominasi oleh masyarakat kota yang membentuk karakter tertentu bagi setiap penduduknya. Hal ini menciptakan adanya suatu kelompok masyarakat yang memiliki ciri sosial budaya yang berbeda dengan lapisan masyarakat lainnya. Mulai dari perbedaan latar belakang seperti status, kepentingan dan kondisi masyarakat kota yang memiliki ciri khasnya tersendiri. Karakteristik masyarakat kota yang paling menonjol, yakni semakin padatnya penduduk dan dekat secara fisik, namun yang dirasakan, yakni jarak sosialnya justru yang semakin jauh. Permasalahan tersebut semakin didukung dengan melemahnya peran pemerintah sebagai pihak penegak hukum dan memberikan keadilan bagi masyarakat (Harruma, 2022). Pernyataan tersebut sejalan dengan terjadinya kasus-kasus korupsi sepanjang tahun 2021. Organisasi lawan korupsi (ICW) menekankan tiga kelemahan penegak hukum, yaitu diantaranya adanya vonis yang ringan terhadap pelaku, kurang maksimalnya tuntutan jaksa dari KPK, dan pengembalian kerugian keuangan negara yang tidak sepadan dengan nilai korupsi.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya peran pemerintah, masyarakat kota juga memiliki karakteristik budaya yang cenderung negatif, yaitu kurangnya kehidupan keagamaan dan individualis (Arif, 2015). Seperti yang kita ketahui, sikap individualis dapat merusak jiwa masyarakat Indonesia, karena individualis adalah sikap seseorang yang mempertahankan kepribadian serta kebebasan dirinya sendiri, atau dapat dikatakan mereka menganggap bahwa kepentingannya sendiri lebih penting dibandingkan dengan kepentingan masyarakat dan negara (AM, 2018). Tentu adanya polemik masyarakat kota tersebut menjadi permasalahan untuk kemajuan bangsa Indonesia seutuhnya yang terjadi sepanjang waktu, sehingga saat ini diperlukan adanya implementasi konsep masyarakat ideal atau yang biasa disebut sebagai masyarakat madani di Indonesia yang dapat memperbaiki budaya tersebut dan menjadikannya sebagai satu kesatuan utuh dari sebuah sistem sosial di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Masyarakat ideal dapat dikatakan sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi nilai peradaban, atau masyarakat yang diidam-idamkan. Menurut (Ibrahim, 2012), masyarakat ideal adalah masyarakat yang terbuka, rukun dan damai walaupun memiliki ragam kepercayaan. Setiap individu diperbolehkan untuk menyampaikan argumentasi atau kritiknya secara bebas dan demokratis dalam konsep masyarakat ideal. Karakteristik masyarakat ideal, yakni hidup dengan berlandaskan keadilan dan kesejahteraan bersama, membantu dan saling berkontribusi satu sama lain untuk pembangunan, motivasi, berpartisipasi, transparan, menjunjung tinggi etika dan moralitas. Masyarakat madani adalah sekelompok masyarakat yang mengedepankan toleransi, di mana mereka dengan terbuka menerima pandangan tidak hanya dalam berkehidupan masyarakat, namun juga menerima pandangan politik serta sikap sosial yang berbeda. Begitu pula dengan keadilan sosial yang jadi landasan hidup masyarakat ideal, di mana tidak adanya monopoli pemusatan kehidupan pada satu kelompok masyarakat saja, sehingga seluruh masyarakat memiliki hak yang sama sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah (Ubaidillah, 2000).
ADVERTISEMENT
Adapun pro dan kontra para ahli yang menganggap bahwa masyarakat ideal atau masyarakat madani adalah terjemahan dari civil society, namun dalam perspektif islam, masyarakat madani bukanlah terjemahan dari kata tersebut karena karakternya berbeda dengan ciri masyarakat yang dibangun oleh Rasulullah. Menurut (Iskandar, 2010), konsep masyarakat ideal yang benar adalah yang menjamin antara keseimbangan kebebasan perseorangan dan stabilitas masyarakat. Dengan adanya beberapa pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa manusia bisa mempertahankan eksistensinya dan berkembang bersama-sama dalam hidupnya melalui adanya gotong royong dengan manusia lainnya, di mana implementasi ini diwujudkan dalam kehidupan masyarakat ideal yang perlu diterapkan pada masyarakat kota di Indonesia.
Kendalanya, masyarakat kota di Indonesia tengah dilanda oleh arus globalisasi yang kian memengaruhi kehidupan masyarakatnya. Globalisasi tentunya memberikan pengaruh positif, yaitu untuk memudahkan komunikasi masyarakatnya dan membuka wawasan individu untuk semakin memperluas pengetahuan dan menuju modernisasi. Namun, di sisi lain, derasnya globalisasi tersebut memberikan pengaruh buruk seperti membuat “jarak sosial” antar individu untuk berinteraksi secara langsung dan makin lama akan mengikis rasa sikap saling toleransi dan kepedulian mereka untuk saling gotong royong dalam membangun relasi sosial secara nyata serta kehilangan jati dirinya untuk tetap menjaga identitas sejatinya (Ubaidillah, 2000).
ADVERTISEMENT
Maka sebab itu, dalam membangun konsep masyarakat ideal pada karakteristik kehidupan budaya masyarakat kota di Indonesia memerlukan langkah-langkah berkelanjutan yang disusun dengan sistematis untuk merubah adanya paradigma dan kebiasaan pola hidup masyarakat kota di Indonesia. Seperti yang kita ketahui, penerapan konsep masyarakat madani dalam kehidupan masyarakat kota bukanlah hal yang mudah dan termasuk konsep yang relatif baru di masyarakat karena memengaruhi sikap dan budaya dalam berkehidupan sosial. Dalam hal ini, terobosan atau inovasi diperlukan dalam mengaktualisasikan konsep masyarakat ideal yang dapat merubah sikap masyarakat kota. Beberapa implementasi yang dapat dilakukan, yakni yang pertama, membentuk pribadi yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam membangun individu yang bertakwa tidaklah mudah, diperlukan adanya edukasi atau didikan sejak dini baik di pendidikan formal maupun informal untuk menjadi bekal yang nantinya dapat diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua, menyeimbangkan budaya modern dan aspek organisasi di masyarakat. Dalam mewujudkan konsep tersebut dilakukan dengan membangun pola pikir masyarakat yang melembaga dalam pemerintahan dan tata kelola pemerintah yang transparan, memperbaiki iklim yang menyenangkan di masyarakat dan meningkatkan aspek organisasi untuk menciptakan sikap jujur, disiplin, dan mampu meningkatkan kemampuan berkomunikasi antar manusia. Ketiga, membangun pluralisme yang harmonis. Pluralisme merupakan kebhinekaan dalam ikatan peradaban manusia di dalam sebuah perbedaan (Rahman, 2014). Untuk membangun adanya pluralisme dilakukan dengan cara meningkatkan rasa hormat, kerja sama, dan saling menghargai antar pemeluk agama, serta mengakui adanya persamaan derajat hak dan kewajiban sebagai masyarakat Indonesia serta menerima adanya perbedaan.
ADVERTISEMENT
Keempat, mendorong adanya partisipasi masyarakat di dalam setiap kegiatan pemerintahan. Dalam hal ini masyarakat perlu didorong untuk berperan aktif dalam lingkup pemerintah dalam rangka menguatkan fungsi Lembaga perwakilan rakyat untuk menyampaikan dan menampung aspirasi masyarakat. Sehingga diperlukan sikap masyarakat yang aktif dalam berpendapat serta mandiri dan bermoral dalam menyampaikan aspirasi masyarakat Indonesia. Peran pemerintah juga perlu diperkuat sebagai aparatur negara yang profesional dan menjunjung tinggi keadilan dalam bermasyarakat. Karena nyatanya pemerintah masih kurang mendengarkan suara rakyatnya dengan hadirnya kasus kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang diumumkan oleh pemerintah beberapa bulan yang lalu. Masyarakat berasumsi bahwa kenaikan tersebut disebabkan oleh pihak pemerintah yang tidak mendengarkan suara rakyatnya dan pemerintah dinilai kurang memperhatikan kondisi dan situasi masyarakat yang baru saja bangkit dari pandemi covid-19. Hal ini bertolak belakang dengan slogan pemerintah, yakni “Pulih Lebih Cepat dan Bangkit Lebih Kuat”, karena pada kenyataannya hal ini justru membebankan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kelima, adanya pemberdayaan masyarakat untuk menumbuhkan potensi demokrasi yang adil. Demokrasi bukan hanya sebatas hak sipil dan politik rakyat, namun juga pemenuhan hak-hak ekonomi dan sosial budaya rakyatnya (Rosana, 2016). Demokratis dalam bernegara tidak mudah untuk dibentuk begitu saja, sehingga diperlukan adanya gerakan nyata melalui pemberdayaan yang membantu terciptanya lingkungan yang demokratis tersebut. Keenam, membangun komitmen intelektualitas di masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan organisasi di lingkungan masyarakat sebagai upaya untuk mewadahi mereka dalam berinteraksi sosial dan mengembangkan rasa tanggung jawab di masyarakat, sehingga hal ini dapat mengurangi adanya sikap individualis dalam setiap individu.
Serupa dengan masyarakat kota, masyarakat madani juga tertarik terhadap perkembangan teknologi serta ilmu pengetahuan dengan memanfaatkan teknologi tersebut dengan bijak untuk kepentingan seluruh umat manusia. Perbedaannya, masyarakat madani memiliki kemampuan untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya tetapi tetap dapat menjaga identitas dirinya dengan sebaik mungkin. Sehingga dengan adanya hal ini, masyarakat madani dapat dengan mudahnya untuk beradaptasi dengan adanya tantangan dan perubahan yang terjadi serta dapat menghadapi segala ancaman yang kompleks dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara.
ADVERTISEMENT
.
DAFTAR PUSTAKA
AM, R. (2018). Sifat Individualistis Menurut Al-Quran. Jurnal Ulunnuha, 7(1), 95–103.
Arif, M. (2015). Individualisme Global Di Indonesia (Studi Tentang Gaya Hidup Individualis Masyarakat Indonesia di Era Global). STAIN Kediri Press.
Harruma, I. (2022). Mengapa Penegakan Hukum di Indonesia Lemah? Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Mengapa Penegakan Hukum di Indonesia Lemah?” https://nasional.kompas.com/read/2022/03/24/01150041/mengapa-penegakan-hukum-di-indonesia-lemah-
Ibrahim, F. W. (2012). Pembentukan Masyarakat Madani di Indonesia Melalui Civic Education. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, 13(1).
Iskandar, A. (2010). Civil Society Dan Pendidikan Karakter Bangsa. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan , 16(3), 267–279.
Rahman, M. S. (2014). Islam dan Pluralisme. Fikrah, 2(1), 401–418.
Rosa, C. M. (2022). Sebanyak 66 Persen Penduduk Indonesia Diprediksi Tinggal di Perkotaan Tahun 2035, Pedesaan Ditinggalkan? https://www.kompas.com/wiken/read/2022/05/14/073000281/sebanyak-66-persen-penduduk-indonesia-diprediksi-tinggal-di-perkotaan
ADVERTISEMENT
Rosana, E. (2016). Negara Demokrasi dan Hak Asasi Manusia . Jurnal TAPIs , 12(1), 38–53.
Ubaidillah, A. (2000). Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani. IAIN Jakarta Pusat.