Konten dari Pengguna

Benarkah Gaya Hidup Organik Adalah Gaya Hidup yang Sehat?

Generasi Milenial
Generasi Milenial
20 November 2020 15:56 WIB
clock
Diperbarui 21 Januari 2021 10:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Generasi Milenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi makanan organik. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi makanan organik. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Menyoal gaya hidup sehat pastinya masih banyak orang-orang yang enggan memikirkan, makanan apa yang layak atau baik dikonsumsi secara terus menerus. Asalkan itu terlihat bersih dan enak, pasti semuanya akan dimakan tanpa berpikir panjang.
ADVERTISEMENT
Sebagian orang masih ada yang belum sadar bahwa makanan memiliki dua jenis, yaitu organik (tidak ditanam dan tidak ditumbuhkan dengan bantuan pestisida) dan non-organik (konvensional).
Pertanyaannya, benarkah gaya hidup organik adalah gaya hidup yang sehat? Untuk mendapatkan jawabannya, University of California, Berkeley dan Friends of the Earth melakukan sebuah penelitian berjudul "Organic For All: Results of the Organic Diet Biomonitoring Study" yang dibantu oleh empat keluarga yang tinggal di wilayah berbeda di Amerika Serikat.
Penelitian tersebut berlangsung selama dua pekan. Pada enam hari pertama, masing-masing keluarga tersebut menjalani diet normal. Sampel urin dari tiap peserta penelitian diambil pada hari terakhir pekan pertama, untuk diperiksa kandungan pestisida dalam tubuh mereka.
ADVERTISEMENT
Hasil pemeriksaan sampel urin pekan pertama inilah yang membuat Tara terkejut. "Oh, wow, apa yang kami makan?" ujar Tara terkejut melihat temuan dari sampel urin dia dan kedua anaknya. Empat puluh jenis pestisida ditemukan dalam tubuh keenam belas peserta penelitian.
Ilustrasi sayur-sayuran organik. Foto: Pixabay
Pada pekan kedua, keempat keluarga tersebut menjalani diet organik. Sampel urin kembali diambil dari masing-masing peserta pada akhir pekan. Hasilnya, kandungan pestisida dalam tubuh para peserta menurun drastis—rata-rata 60,5 persen atau paling rendah 37 persen, dan paling tinggi 95 persen.
"Melihat kadar kandungan pestisida menurun drastis hingga sedikit di atas nol hanya dalam enam hari, membuat saya bertanya-tanya 'Wow, bagaimana jika kami melakuan ini selama setahun?'," ujar Tara lagi.
Seperti yang kita ketahui, pestisida merupakan racun, tidak hanya bagi tumbuhan melainkan juga bagi manusia. Pestisida masuk ke dalam tubuh manusia dengan berbagai cara, termasuk lewat udara yang kita hirup. Namun, bagi kita yang tidak berada di garis depan pertanian, pestisida umumnya masuk ke dalam tubuh lewat makanan yang kita konsumsi.
ADVERTISEMENT
Jadi, apakah makanan organik satu-satunya makanan yang boleh dikonsumsi? Jawabannya, tidak selalu begitu. Makanan non-organik tetap aman dikonsumsi, kok. Alasannya karena makanan seperti apel dan bayam konvensional boleh dipasarkan, jika kandungan residu pestisida di dalamnya masih dalam batas aman.
Tapi, kalian perlu berhati-hati, nih. Meskipun masih dalam batas aman, residu pestisida yang menumpuk di dalam tubuh akan mengganggu dan mengacaukan kesehatan tubuh manusia.
Pestisida dalam tubuh sudah terbukti menjadi penyebab kanker, asma, gangguan perkembangan saraf pada anak, dan penyakit neurologis pada orang dewasa. Paparan pestisida juga bisa menyebabkan gangguan reproduksi.

Organik Lebih Lezat

ayur, buah, dan biji-bijian organik mengandung lebih banyak antioksidan dan karenanya memiliki rasa yang lebih lezat. Foto: Pixabay
Hasil penelitian yang diterbitkan di jurnal ilmiah, British Journal of Nutrition (BJN) menyebutkan bahwa buah, sayur, dan biji-bijian organik memiliki rasa yang lebih lezat jika dibandingkan dengan pangan sejenis yang ditanam secara konvensional.
ADVERTISEMENT
Rasa yang lebih kuat pada buah, sayur, dan biji-bijian organik berasal dari kadar antioksidan yang lebih tinggi. Tingkat konsentrasi antioksidan berbanding lurus dengan sifat organoleptic—rasa, aroma, dan tekstur—makanan.
Tingkat konsentrasi antioksidan sendiri berasal dari cara pangan organik ditanam dan dirawat. Tanpa pestisida, pangan jenis ini cenderung bekerja lebih keras untuk melindungi diri.
Bentuk pertahanan diri mereka adalah antioksidan yang lebih banyak—satu porsi pangan organik memiliki kadar antioksidan setara dengan tiga porsi pangan konvensional.
“Konsep terroir bisa dilacak hingga stres biologis pada sebuah wilayah tertentu atau jenis tanah tertentu yang memengaruhi cara tanaman menangani stres,” ujar Charles Benbrook, salah satu peneliti dalam penelitian ini.
“Bahan kimia yang diproduksi tanaman untuk mengatasi stres, menjadi bagian dari rasa khas tanaman tersebut. Manusia sangat mendambakan rasa yang lebih kuat.”
ADVERTISEMENT

Bagaimana dengan Susu?

Sapi-sapi penghasil susu organik menghabiskan banyak waktu di ruang terbuka untuk merumput. Foto: Pixabay
Tidak hanya sayur, buah, dan biji-bijian, susu juga bisa dinyatakan sebagai organik dan non-organik. Susu organik dihasilkan dari sapi yang dirawat secara organik, sementara susu konvensional tidak harus selalu berasal dari sapi yang mendapatkan perawatan serupa.
Salah satu syarat untuk melabeli susu peternak sebagai produk organik adalah: sapi-sapi mereka harus mendapatkan setidaknya tiga puluh persen makanan mereka dari merumput.
Dengan membebaskan sapi di padang rumput selama tiga puluh persen dari waktu makan, sapi-sapi tersebut akan terpapar sinar matahari dan bisa bergerak bebas. Untuk peternakan yang berada di wilayah yang lebih banyak mendapat sinar matahari, persentasenyapun akan lebih tinggi.
Di luar makanan yang mereka dapatkan dari merumput, sapi-sapi penghasil susu organik juga harus mendapatkan asupan makanan organik. Pangan sapi organik harus berasal dari tanaman yang dirawat tanpa pupuk kimia, pestisida, atau biji-bijian yang dihasilkan tanpa rekayasa genetika.
ADVERTISEMENT
Syarat lainnya, susu organik harus berasal dari sapi-sapi yang tidak diberi antibiotik dan suntikan hormon. Jika kesehatan sapi organik sudah sebegitu gawat hingga penggunaan antibiotik tidak terhindarkan, peternak tidak lagi boleh memerah sapi yang bersangkutan untuk menghasilkan susu organik. Bahkan, meski pangannya tetap seratus persen organik.
Organik Baik untuk Lingkungan
Ilustrasi bayam organik. Foto: Pixabay
"Hasil (penelitian) ini menunjukkan bahwa diet organik berhasil," tulis Friends of The Earth dalam laporan penelitiannya.
"Dan, selain menurunkan kadar paparan pelaku diet organik terhadap pestisida beracun, sistem pertanian organik melindungi kesehatan pekerja pertanian; petani; komunitas pedesaan; udara, air, dan tanah kita; serta serangga pembantu penyerbukan dan spesies-spesies kritis lainnya."
Petani organik, berbeda dengan petani konvensional. Mereka bekerja bersama alam dalam praktik pertanian mereka. Petani organik menggunakan pupuk kompos untuk pengganti pupuk kimia, mempraktikkan rotasi tanaman, menanam tanaman penutup tanah untuk mutu tanah yang lebih baik, dan bekerjasama dengan serangga pembantu penyerbukan.
ADVERTISEMENT
Petani organik juga menggunakan lebih sedikit energi fosil dan menghasilkan lebih sedikit emisi gas rumah kaca—pengaruh besarnya adalah absennya penggunaan bahan kimia dan pupuk sintetis, yang proses produksinya menggunakan minyak bumi.
Dampak positif pertanian organik, ditambah dampak positif pangan organik (mengandung lebih sedikit residu pestisida, lebih kaya akan antioksidan, dan lebih lezat), membuat pertanyaan "benarkah gaya hidup organik adalah gaya hidup yang sehat?" dan "mengapa gaya hidup organik menjadi tren kesehatan?" jadi lebih mudah terjawab. (bel)