Konten dari Pengguna

Menyentil Strategi Peta Jalan Transisi Energi Indonesia

Gigih Windu Wijaya
Renewable Energy Enthusiast, Mahasiswa Elektro Universitas Diponegoro
5 Maret 2022 11:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gigih Windu Wijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
IndonesiaTransisiEropaTransisi
Ilustrasi transisi energi (sumber : shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi transisi energi (sumber : shutterstock)
Perubahan iklim, krisis energi, dan polusi udara telah menempatkan transisi energi terbarukan pada garda terdepan agenda dunia. Dikutip dari IRENA (International Renewable Energy Agency) Investasi energi terbarukan tumbuh dengan luar biasa selama 15 tahun terakhir, dari USD 70 Miliar pada 2005 menjadi USD 320 Miliar pada 2020, terlepas dari dampak dramatis pandemi Covid 19. Perkembangan energi terbarukan wilayah Asia-Oseania dipimpin oleh Cina dengan porsi investasi 55%. Eropa dan Amerika Serikat mengikuti dengan porsi 20 % dan 16%.
ADVERTISEMENT
Lantas bagaimana dengan Indonesia ? merujuk pada IESR (Institute for Essential Services Reform) bauran energi terbarukan pada tahun 2021 mencapai 11,5%. Tentunya hal ini masih jauh dari target 23% di 2025. Energi air, geothermal, bioenergy dan solar panel berkontribusi dalam penambahan masing-masing 291 MW, 55 MW, 19 MW dan 21 MW. Investasi energi terbarukan Indonesia pada tahun 2021 mencapai 15 Triliun rupiah. Namun pada saat yang sama, energi fosil menerima investasi yang lebih besar yaitu mencapai 36 Triliun rupiah.
Tentu saja transisi energi bukanlah sebuah opsi, tetapi sebuah jalan yang pasti dilalui oleh Indonesia. Presiden Joko Widodo telah menetapkan pemenuhan Net Zero Emission Indonesia pada tahun 2060 dan menyatakan komitmenya dalam membangun Indonesia dengan ekonomi hijau di Glasgow, the United Climate Change Conference (COP 26). Bahkan Indonesia sebagai ketua G20 2022 menentukan transisi energi hijau berkelanjutan menjadi salah satu topik dalam Konferensi Tingkat Tinggi G20 2022.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, wacara transisi energi ini manis di bibir pahit di realisasi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui target energi baru terbarukakan Indonesia belum dapat terlaksana hingga 2022. Berdasarkan RUEN (Rencana Umum Energi Nasional) target capaian dari sisi EBT adalah 14,5 persen. Sehingga masih terdapat selisih 3 persen dari capaian 2021. Meskipun begitu, Dadan Kusdiana, selaku Direktur Jenderal EBT dan Konservasi Energi Kementerian ESDM di acara webinar Indonesia Economic Outlook, masih percaya diri target EBT 23 persen di 2025 dapat tercapai karena sudah membenahi rencana pencapaian target dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Akselerasi transisi energi fosil menjadi energi baru terbarukan di Indonesia tentunya memiliki tantangan tersendiri. Hal ini terjadi ketika kebijakan investasi yang dilakukan PLN dengan investor diteken pada masa lampau. Sehingga kontrak kerja sama jangka panjang tidak dapat diabaikan begitu saja. Demi mempercepat kontrak pembangkit energi fosil, pastinya pemerintah perlu memberikan kompensasi uang yang tidak sedikit. Apalagi dengan adanya pandemi Covid-19 menyebabkan pertumbuhan ekonomi melambat, daya beli masyarakat menurun, dan pasokan listrik mengalami kelebihan pasokan.
ADVERTISEMENT
Pada awal tahun 2022, Kementerian ESDM menghadirkan peta jalan transisi energi Indonesia dalam “Konferensi Pers Capaian Kinerja 2021 dan Rencana Kerja 2022 ESDM serta Subsektor EBTKE”. Rencana sampai tahun 2025 yaitu Target Implementasi PLTS Atap 3,6 GW, pembangunan PLT EBT 10,6 GW dan tidak melanjutkan pembangunan PLTU 8,8 GW.
Dengan berbagai macam terobosan kebijakan yang dipaparkan pemerintah. Selain dampak lingkungan yang diperjuangkan, terdapat dampak ekonomi harus menjadi perhatian serius oleh pemerintah karena menjadi kunci keberhasilan dilema transisi energi. Kompensasi yang harus dilakukan pemerintah dan tanggungan subsidi listrik untuk golongan rumah tangga tertentu menjadi isu serius dalam pengalokasian anggaran. Jangan sampai masyarakat kecil sebagai konsumen akan menanggung beban dari kebijakan energi ditengah pandemi.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, peran swasta khususnya perbankan menjadi sangat penting untuk membantu anggaran pemerintah dalam transisi energi melalui skema pendanaan hijau. Oleh karena itu, perlu adanya sosialisasi secara menyeluruh terkait gambaran proyek PLTS bagi perbankan di Indonesia. Sangat disarankan dalam pengkaryaan proyek energi bersih yang telah dibiayai secara komersial dan sukses diimplementasikan sebagai acuan. Urgensi pelatihan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dalam mengevaluasi proposal proyek energi bersih. Mendorong proyek pengembangan energi terbarukan yang dibiayai dengan skema project finance.
Peningkatan transparansi penetapan biaya untuk pengurusan dokumen perlu ditingkatkan supaya mencegah adanya praktik pungutan liar dengan cara digitalisasi. Penguatan komitmen dan informasi pemerintah daerah mengenai peraturan pemerintah pusat terkait proyek energi terbarukan secara merata di seluruh Indonesia, utamanya kepada daerah yang potensial. Hal ini akan berdampak pada dukungan pemerintah daerah untuk memperlancar proses pengembangan energi terbarukan di wilayahnya. Sebab, pemerintah daerah memiliki peran penting dalam mencegah risiko yang timbul karena lemah pemahaman tentang kebiasaan dan tradisi sosial dalam masyarakat lokal di sekitar lokasi proyek.
ADVERTISEMENT
Dari segi teknis terkait energi terbarukan ini tentunya memiliki tantangan yang harus segera diatasi. Harus adanya kajian komprehensif terkait kompatibilitas koneksi energi terbarukan dengan jaringan PLN dan titik interkoneksi yang dapat berubah-ubah. Dari sisi administrasi, PLN dalam melakukan evaluasi dan verifikasi form permohonan pemasangan PLTS atap masih membutuhkan waktu yang sangat lama yaitu 15 hari. Sehingga, penting adanya penyederhanaan dan percepatan prosedur perizinan untuk proyek energi terbarukan.
Untuk menyukseskan transisi energi ini, pemerintah tidak dapat bekerja sendirian. Peran semua pemangku kepentingan (masyarakat, akademisi dan swasta) sangat dibutuhkan dalam menciptakan energi hijau yang bebas polusi. Semua ini demi masa depan anak cucu kita yang lebih baik, mengatasi krisis energi dan merawat bumi yang telah memberikan tempat hidup yang layak bagi kita semua.
ADVERTISEMENT