Konten dari Pengguna

Membela Nadiem Makarim

Khabibur Rohman
Dosen UIN Tulungagung. Direktur intelektual Edu
29 November 2024 15:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Khabibur Rohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Kumparan.com
ADVERTISEMENT
Sebuah anomali sedang terjadi. Jika biasanya pada setiap pergantian menteri pendidikan orang-orang khawatir kurikulum juga berganti, maka tidak demikian dengan saat ini. Jika mencermati kericuhan di media sosial, sepertinya lebih banyak orang yang berharap menteri pendidikan yang baru mengubah kurikulum yang saat ini diterapkan, atau setidaknya dikembalikan ke kurikulum terdahulu (KTSP atau K-13).
ADVERTISEMENT
Banyak pihak berpendapat bahwa kurikulum yang saat ini diterapkan (Kurikulum Merdeka) tidak tepat dengan kondisi Bangsa Indonesia. Beberapa poin dari Kurikulum Merdeka yang dianggap bermasalah adalah zonasi, penghapusan UN dan Pendekatan Pembelajaran yang digunakan. Dan pihak yang paling bertanggung jawab untuk hal ini adalah Nadiem Makarim. Beragam komentar bernada negatif ditunjukkan kepada Nadiem, seolah segala yang dia lakukan selama menjadi menteri pendidikan adalah kesalahan.
Tulisan ini mencoba memberikan pembelaan kepada Nadiem Makarim. Benar bahwa ada masih banyak problem di dunia pendidikan Indonesia saat ini, namun hal itu tidak menutup kenyataan bahwa Nadiem telah melakukan banyak hal hebat selama 5 tahun masa jabatannya. Tulisan ini akan berusaha keras menunjukan beberapa kebijakan Nadiem yang mungkin disalahpahmi.
ADVERTISEMENT
Satu di antara kebijakan Nadiem yang patut diapreasi adalah menghapus Ujian Nasional. Sebenarnya sudah cukup banyak kajian yang menunjukan bahwa Ujian Nasional itu bermasalah, hanya saja para menteri terdahulu tidak memiliki cukup keberanian menghapusnya. Sebagai sebuah alat evaluasi, UN hanya mampu mengukur aspek kognitif. Ujian berstandar Nasional juga mengabaikan fakta bahwa terdapat kesenjangan infrastruktur dan SDM di berbagai wilayah Indonesia. Hasil UN yang semestinya dijadikan dasar perbaikan pendidikan di sebuah wilayah justru dijadikan dasar untuk menghakimi (grading dan labeling) siswa. Tidakkah mengherankan jika saat ini banyak orang yang berharap UN kembali diadakan?
Berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan pembelajaran, Nadiem juga membuat terobosan besar. Selama ini para guru mengeluhkan beban kurikulum yang terlalu besar, sehingga membuat para guru harus berpacu dengan waktu untuk menyampaikan keseluruhan materi kepada siswa. Imbasnya adalah pembelajaran menjadi kurang bermakna karena hanya mengejar ketersampaian keseluruhan materi. Kurikulum Merdeka mencoba mengatasi permasalahan tersebut dengan konsep materi esensial. Guru diberi kewenangan untuk menyampaikan materi apa saja yang perlu dan tidak untuk disampaikan kepada siswa, tentu saja dengan tetap berpegang pada Badan Standar Kurikulum Pendidikan. Hal ini memungkinkan pembelajaran menjadi lebih bermakna dan berbobot.
ADVERTISEMENT
Kebijakan Nadiem lain yang mendapat cukup banyak kritik adalah zonasi. kebijakan ini membagi wilayah menjadi beberapa zona geografis. Kebijakan ini berlaku untuk penerimaan siswa baru ke sekolah negeri. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan yang adil kepada semua warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Kebijakan ini sebenarnya tidak hanya ditujukan untuk siswa, melainkan juga untuk guru. Siswa dan guru yang bersekolah tidak jauh dari tempat tinggalnya akan menekan ongkos transportasi. Siswa dan guru yang berasal dari daerah yang sama juga akan membuat pembelajaran menjadi lebih personalisasi.
Sumber: Kumparan.com
Pada praktiknya terdapat cukup banyak permasalahan, mulai dari para orang tua yang memindah domisili Sang Anak ke keluarga yang lokasinya dekat dengan sekolah hingga sekolah yang melakukan praktik jual-beli kursi. Belum lagi permasalahan kesenjangan kualitas antar sekolah masih sangat menganga. Sepertinya Indonesia memang belum siap menerapkan konsep zonasi dalam dunia pendidikan. Tapi, cepat atau lambat kebijakan ini tetap harus diterapkan.
ADVERTISEMENT
Faktor Penghambat
Hal penting yang tak boleh orang-orang lupakan mengapa Nadiem tidak bisa bekerja optimal di masa jabatannya adalah adanya Pandemi Covid-19. Selain sektor kesehatan dan ekonomi, sektor yang sangat terdampak pandemi adalah pendidikan. Para siswa tidak bisa belajar sebagaimana biasanya hampir 2 tahun lamanya. Sebelum teknologi video confrence begitu populer seperti sekarang ini, para guru dan siswa pernah begitu kebingungan melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Masalah ini bukan hanya milik Indonesia, tapi juga dialami oleh hampir semua bangsa di dunia.
Faktor lain yang juga menjadi penyebab tidak optimalnya Kurikulum Merdeka adalah ketidaksiapan SDM dan birokrasi. Terjadi banyak resistensi dari para orang tua dan guru yang sebenarnya disebabkan ketidaktahuan mereka akan maksud dari kebijakan Kurikulum Merdeka. Belum lagi nalar birokrasi Indonesia yang terlalu berbelit dan seremonial. Kegiatan sosialiasi, pelatihan, workshop Kurikulum Merdeka yang akhirnya tidak optimal. Sehingga sampai beberapa tahun implementasi kurikulum ini masih saja disalahpahami.
ADVERTISEMENT
Perubahan Kurikulum
Sebenarnya, perubahan kurikulum pendidikan bukanlah sesuatu yang selalu buruk. Jika kita berpegang teguh pada kaidah bahwa pendidikan harus selalu didesain menyesuaikan tantangan zaman, maka sebenarnya perubahan kurikulum sediri adalah sebuah keniscayaan. Kurikulum perlu untuk terus menyelaraskan diri dengan laju kemajuan zaman yang begitu masif. Selama perubahan yang dilakukan didasarkan pada kajian dan kebutuhan, bukan sekadar egosentris menteri baru, sepertinya tidak masalah.
Sumber: kumparan.com
Menarik untuk menunggu perubahan seperti apa yang akan dilakukan oleh menteri pendidikan yang baru. Kita tentu saja berharap agar perubahan yang dilakukan tidak semata perubahan istilah dan tidak esensial. Perubahan bisa jika dilakukan untuk mengevaluasi kurang optimalnya implementasi Kurikulum Merdeka. In Abdul Mu'ti We Trust.