Membangun Budaya 'Santun' Berlalu Lintas

Hani Adhani
PhD Candidate, Faculty of Law, International Islamic University Malaysia (IIUM) - Alumni The Hague University. Alumni FH UI dan FH UMY.
Konten dari Pengguna
6 Januari 2021 8:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hani Adhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu ke belakang kita melihat ramainya pemberitaan tentang bagaimana aksi pengendara kendaraan bermotor roda empat yang “ugal-ugalan” dijalan, tersulut emosi, saling mepet hingga akhirnya menyebabkan kecelakaan dan mengarah kepada kematian masyarakat yang berada di jalan raya. Potensi kematian akibat aksi ugal-ugalan pengendara kendaraan bermotor baik roda empat ataupun roda dua ini menjadi momok yang sangat menakutkan yang berpotensi akan juga merenggut nyawa kita dan keluarga kita setiap saat.
ADVERTISEMENT
Selain itu, tidak jarang kita melihat terjadinya kecelakaan lalu lintas yang diawali dengan aksi “ugal-ugalan” yang dilakukan oleh pengendara yang memang memiliki mental dan perilaku yang arogan, tidak santun dan tidak menghormati pengendara lain baik di jalan raya biasa ataupun di jalan bebas hambatan (tol).
Mental dan perilaku seperti ini tentu sangat membahayakan keselamatan kita semua sebagai masyarakat pengguna jalan raya. Aksi ugal-ugalan tersebut bukan hanya dilakukan oleh masyarakat biasa akan tetapi juga seringkali dilakukan oknum aparatur, oknum penegak hukum dan bahkan oknum pejabat negara yang seharusnya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat saat mereka berlalu lintas di jalan raya.
Hal lain yang juga seringkali kita lihat adalah adanya oknum aparat dan/atau aparatur serta oknum pejabat negara yang menggunakan plat khusus tanpa pengawalan resmi dari kepolisian namun “meraung-raung” di jalan raya dengan menggunakan lampu strobo dan suara sirene yang sangat mengganggu konsentrasi pengendara lainnya karena berusaha menyalip kanan-kiri seolah-olah dialah “raja jalanan” yang bisa seenaknya meminta pengguna jalan lain untuk minggir.
ADVERTISEMENT
Belum lagi ditambah para pejabat negara yang secara resmi menggunakan pengawalan resmi berupa voorijder yang juga terkadang mengagetkan kita selaku pengguna jalan dengan bunyi sirene dan lampu strobo yang terkadang sangat membuat kita tidak nyaman dan mengganggu konsentrasi pengemudi lainnya. Padahal kita sangat memahami bahwa fasilitas yang digunakan oleh para pejabat tersebut berasal dari pajak masyarakat yang tentunya fasilitas tersebut harus digunakan secara santun, arief dan bijak sehingga jangan sampai mengganggu masyarakat.
Budaya Arogan di Jalan Raya
Sikap dan tingkah laku “arogan” di jalan raya ini memang menjadi hal yang patut kita renungkan bersama, oleh karena sikap arogan ini sepertinya sudah menjadi budaya di tengah masyarakat kita.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “arogan” memiliki arti sombong, congkak, angkuh atau mempunyai perasaan superioritas yang dimanifestasikan dalam sikap suka memaksa atau pongah, sedangkan “budaya” menurut KBBI memilki arti sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah.
ADVERTISEMENT
Dengan melihat berbagai fakta yang ada dan seringkali kita lihat dalam kehidupan sehari-hari saat berlalu lintas di jalan raya, maka kita dapat menyimpulkan bahwa sikap “arogan” di jalan raya ini memang sudah menjadi budaya yang sudah sangat akut sehingga ada potensi akan sulit untuk di rubah.
Berkendara di jalan raya menjadi sebuah momok yang sangat menakutkan bagi kita semua. Tidak jarang kita lihat para pengendara atau pengemudi yang stress akibat terlalu sering berkendara sehingga menyebabkan adanya perubahan mental dan sikap saat mereka berinteraksi dengan keluarga dan orang-orang terdekat mereka.
Tentunya hal tersebut akan sangat berdampak terhadap mental seluruh masyarakat. Dengan jumlah pengendara kendaraan bermotor yang semakin hari semakin bertambah, maka diperlukan sesuatu hal yang luar biasa untuk merubah atau setidaknya mengikis “budaya arogan” saat berlalu lintas di jalan raya.
ADVERTISEMENT
UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pembentuk undang-undang yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dan Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif yakni dengan membuat peraturan perundangan-undangan yang komprehensif, tegas dan mudah dipahami oleh masyarakat.
Terkait dengan lalu lintas, telah disahkan pada tanggal 22 Juni 2009, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU 22/2009).
Dalam undang-undang tersebut salah satu penekanan dan menjadi isu utama yakni “etika berlalu lintas”. Dalam penjelasan umum UU 22/2009 dijelaskan tentang pentingnya "etika berlalu lintas" sehingga menjadi budaya bangsa (just culture) melalui upaya pembinaan, pemberian bimbingan, dan pendidikan berlalu lintas sejak usia dini serta dilaksanakan melalui program yang berkesinambungan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, sebagai upaya untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas yang dirasakan sangat tinggi, juga dilakukan upaya penanggulangan secara komprehensif yang mencakup upaya pembinaan, pencegahan, pengaturan, dan penegakan hukum.
Upaya pembinaan tersebut dilakukan melalui peningkatan intensitas pendidikan berlalu lintas dan penyuluhan hukum serta pembinaan sumber daya manusia sedangkan upaya pencegahan dilakukan melalui peningkatan pengawasan kelaikan jalan, sarana dan prasarana jalan, serta kelaikan kendaraan, termasuk pengawasan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan yang lebih intensif.
Hal lain yang juga menjadi isu utama dalam UU 22/2009 adalah terkait dengan pentingnya upaya penegakan hukum yang dilaksanakan lebih efektif melalui perumusan ketentuan hukum yang lebih jelas serta penerapan sanksi yang lebih tegas dimana pengaturan dan penerapan sanksi pidana diatur lebih tegas. Bagi pelanggaran yang sifatnya ringan, dikenakan sanksi pidana kurungan atau denda yang relatif lebih ringan.
ADVERTISEMENT
Namun, terhadap pelanggaran berat dan terdapat unsur kesengajaan dikenakan sanksi pidana yang jauh lebih berat. Hal ini dimaksudkan agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran dengan tidak terlalu membebani masyarakat.
Selain sanksi pidana, dalam undang-undang tersebut juga diatur mengenai sanksi administratif yang dikenakan bagi perusahaan angkutan berupa peringatan, pembekuan izin, pencabutan izin, dan pemberian denda. Selain itu, ketentuan mengenai sanksi pidana dan administratif diancamkan pula kepada pejabat atau penyelenggara jalan. Di sisi lain, dalam rangka meningkatkan efektivitas penegakan hukum diterapkan sistem penghargaan dan hukuman (reward and punishment) berupa pemberian insentif bagi petugas yang berprestasi.
Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Dalam Undang-Undang Lalu lintas dan Jalan Raya juga diatur tentang bagaimana masyarakat dilibatkan dalam upaya menemukan solusi terhadap berbagai permasalahan lalu lintas yang terjadi di tengah masyarakat melalui wadah yang disebut dengan Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang juga sudah diatur dalam UU 22/2009.
ADVERTISEMENT
Dengan keanggotaan Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang terdiri atas unsur pembina, penyelenggara, akademisi, dan masyarakat serta NGO maka tentunya kita berharap forum ini akan menghasilkan solusi dan juga rekomendasi yang akan segera dapat diaplikasikan sehingga "etika berlalu lintas yang santun" menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari budaya Bangsa Indonesia.
Meski forum ini bersifat ad hoc, namun memiliki peranan yang sangat vital dalam upaya membangun budaya dan etika berlalu lintas yang baik dan santun.
Dengan melihat berbagai permasalahan berlalu lintas yang semakin komplek, maka kita berharap agar forum lalu lintas dan angkutan jalan ini memiliki peran yang signifikan dalam upaya mengikis “budaya arogan berlalu lintas” dan membangun “budaya santun berlalu lintas” sehingga forum ini bukan hanya berfungsi sebagai wahana untuk mensinergikan tugas pokok dan fungsi setiap instansi penyelenggara Lalu Lintas dan menganalisis berbagai permasalahan berlalu lintas, namun lebih jauh lagi yakni menemukan solusi dan juga memberikan rekomendasi kepada penyelenggara lalu lintas serta kepada masyarakat tentang bagaimana agar "budaya santun dan etika berlalu lintas" di jalan raya berjalan beriringan dengan program nasional lalu lintas lainnya seperti Polisi Mitra Kampus (Police Goes to Campus), Cara Berkendara dengan Selamat (Safety Riding), Kampanye Keselamatan Lalu Lintas, Taman Lalu Lintas, Sekolah Mengemudi dan Kemitraan Global Keselamatan Lalu Lintas (Global Road Safety Partnership).
ADVERTISEMENT
Budaya Santun Berlalu Lintas di Negara Lain
Salah satu negara yang konseun dalam hal membangun budaya santun berlalu lintas adalah Negara Jepang.
Di Jepang, membunyikan klakson adalah sesuatu yang sangat jarang dilakukan oleh seluruh pengendara kendaraan bermotor dan hanya akan dilakukan apabila dalam keadaan emergency atau darurat saja.
Ini berbeda dengan apa yang terjadi di negara kita, dimana membunyikan klakson menjadi “rumus wajib” dengan tujuan yang terkadang tidak jelas. Ada yang membunyikan klakson yang bertujuan memperingatkan pengendara lain, ada yang juga bertujuan untuk memarahi pengendara lain dan malah ada juga yang bertujuan untuk memanggil penumpang.
Budaya masyarakat Jepang yang hanya membunyikan klakson kendaraan saat emergency atau keadaan darurat ini menjadi begitu terasa sangat menakjubkan bagi kita orang Indonesia. Malah ada yang berpendapat bahwa membunyikan klakson bagi orang Jepang adalah perilaku yang “rude” atau kasar dan primitive.
ADVERTISEMENT
Selain itu, budaya santun berlalu lintas di Jepang juga sudah diterapkan sejak mereka sekolah di tingkat taman kanak-kanak, sehingga budaya santun tersebut terus terbawa hingga mereka dewasa.
Hal lain yang juga menjadi penting adalah bagaimana warga masyarakat Jepang menjadikan “budaya malu” menjadi budaya yang sangat penting sehingga apabila mereka melanggar lalu lintas maka akan berdampak pada rasa malu yang menyebabkan nama baik mereka sendiri baik pribadi dan keluarga tercoreng sehingga mereka akan berupaya untuk selalu taat aturan dan menjaga etika berlalu lintas.
Tentunya kita berharap agar pemerintah, seluruh stakeholder penyelenggara lalu lintas dan masyarakat dapat segera melakukan upaya yang maksimal untuk segera mencari solusi terhadap permasalahan "mental berlalu lintas" khususnya "membangun budaya santun dan beretika saat berlalu lintas", sehingga hal tersebut dapat juga menjadi bagian dari program nasional keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana yang sudah ada dalam undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan.
ADVERTISEMENT
Tentunya program tersebut harus dilakukan secara beriringan dengan program lalu lintas lainnya serta dilakukan secara konsisten sehingga “budaya santun dan beretika berlalu lintas” ini akan terus ada dan menjadi budaya baru bagi masyarakat Indonesia sehingga Bangsa Indonesia pada akhirnya dapat menjadi bangsa yang lebih beradab dan bermartabat yang ditunjukan dengan etika dan santun saat berlalu lintas.
Semoga mimpi ini dapat segera diwujudkan.
*****