Saat Jerat Pemburu Menghentikan Langkah Gagah sang Harimau Sumatera

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
1 Agustus 2019 4:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penyelamatan seekor Harimau Sumatera yang terkena jerat pemburu satwa liar. Foto: BKSDA Bengkulu
zoom-in-whitePerbesar
Penyelamatan seekor Harimau Sumatera yang terkena jerat pemburu satwa liar. Foto: BKSDA Bengkulu
ADVERTISEMENT
Seketika langkah gagah Harimau Sumatera terhenti. Suara aumannya keras menembus belantara, seolah ingin membelah langit. Menggetarkan siapa saja yang mendengarnya.
ADVERTISEMENT
Mungkin itulah yang dirasakan para raja rimba penjaga belantara Sumatera, ketika jerat-jerat baja sang pemburu merobek dan menyayat kaki berbulu halus mereka. Tanpa daya, mereka pun ambruk dengan kaki bersimbah darah. Seolah tidak ada lagi keperkasaan yang mereka punya.
Global Tiger Day atau Hari Harimau Sedunia yang diperingati setiap tanggal 29 Juli setiap tahunnyai, kali ini tidak ada lagi yang namanya selebration. Demikian dikatakan oleh Munawar Kholis, Ketua Forum HarimauKita saat memberikan sambutan pada acara talkshow dan diskusi bertajuk “Darurat Jerat: Jerat Sebagai Salah satu Ancaman Utama Konservasi Harimau Sumatera” di Ruang Rimbawan 1, Manggalawanabakti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehuntanan (KLHK), Jakarta, Rabu (31/7).
“Tidak ada selebrasi pada Global Tiger Day kali ini. Pasalnya kita semua sedih. Ini menjadi bentuk refleksi rasa keprihatinan kita, karena jera-jerat tersebut hingga hari saat ini masih terus menghantui satwa-satwa kebanggaan kita. Tidak hanya Harimau Sumatera yang menjadi korbannya, tetapi juga Badak dan Gajah,” kata Munawar Kholis.
Contoh sebagian jerat yang berhasil disapu tim KLHK. Foto: KLHK
Dalam diskusi tersebut diketahui jerat yang berupa sling baja tersebut menjadi ancaman serius yang harus di hadapi Harimau Sumatera (Phantera Tigris Sumatrae). Upaya penyelamatan salah satu satwa kharismatik dunia yang ada di Indonesia ini tidak bisa dilakukan sendiri. Perlu adanya kerjasama yang sinergi dari semua berbagai komponen dan pihak, agar dapat berjalan lebih efektif.
ADVERTISEMENT
"Hari ini sebagian jerat hasil patroli, kami hadirkan di ruangan ini. Silahkan, boleh dipegang. Karena memang harus justru dipegang. Agar rekan-rekan tahu seperti apa atau bagaimana rasanya jika Harimau itu dijerat dengan benda seperti ini," kata Wiratno, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) dalam sambutannya.
Wiratno juga mengatakan, bahwa pihaknya telah emberikan instruksi kepada setiap unit pelaksana teknis (UPT) pengelola kawasan konservasi agar semakin intensif lagi untuk melakukan kegiatan penamanan serta membersihkan jerat. Juga membangun kesadaran dan sekaligus bekerjasama dengan masyarakat sekitar kawasan dan pemerintah daerah setempat untuk bersama-sama mewujudkan kawasan konservasi dengan fungsi ekologinya yang baik.
Law enforcement harus ditujukan kepada aktor intelektual dibalik itu. Karena biasanya yang tertangkap tangan itu ya hanya orang-orang yang dilapangan itu. Ini tantangan kita bersama untuk membuktikan,” kata Wiratno, saat sesi diskusi.
ADVERTISEMENT
Harimau Sumatera merupakan satu-satunya jenis Harimau tersisa di Indonesia, setelah Harimau Bali dan Harimau Jawa sudah dinyatakan punah beberapa dekade lalu. Berdasarkan data Population Viability Analisys (PVA) 2016, populasi Harimau Sumatera di habitatnya berjumlah lebih dari 600 ekor yang tersebar pada 23 kantong habitat. Namun, keberadaannya semakin terancam oleh berbagai tekanan terhadap populasinya. Seperti konflik antara manusia dan hewan, perburuan, fragmentasi habitat, penyakit dan semakin berkurangnya pakan alami dan banyaknya jerat yang tidak hanya dipasang pada batas-batas wilayah kebun masyarakat, tetapi juga dalam kawasan hutan.
Setidaknya selama kurun waktu 7 tahun atau 2012 hingga 2019, KLHK menemukan sekitar 3.285 jerat berbagai ukuran dan jenis sling yang paling mematikan digunakan oleh para pemburu satwa liar dilindungi. Melihatnya sungguh benar-benar sungguh miris. Tidak mengherankan jika Harimau Sumatera yang terkena jerat tersebut kondisinya memprihatinkan. Berefek cacat kaki, diamputasi karena kakinya membusuk hingga kematian. Dari beberapa foto yang turut serta dipamerkan dalam acara tersebut dapat terlihat bagaimana mengerikannya dampak yang ditimbulkannya. Kita juga diperlihatkan langsung hasil operasi sapu jerat tersebut. Selain sling, jerat nilon juga menjadi jerat yang juga paling mematikan.
Pemaparan oleh para narasumber. Foto: KLHK
“Jerat diduga lazim dipasang oleh pemburu untuk membuat harimau lumpuh. Contoh salah satu kasus yang ditemukan KLHK awal Juli lalu, jerat telah menyebabkan kaki seerkor Harimau Sumatera terluka dan berujung amputasi. Hal ini terjadi pada Harimau Jantan yang diberi nama Kyai Batua. Ia merupakan korban jerat pemburu satwa liar di dalam kawasan TN Bukit Barisan Selatan. Sedang pada kasus lain, Harimau korban jerat tewas pada masa perawatan,” kata Wiratno.
ADVERTISEMENT
Menurut Rasio Ridho Rani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK, murahnya biaya pembuatan jerat karena bisa menggunakan sling bekas dan lainnya misalnya, menjadikan oknum para pemburu satwa liar tersebut dapat membuat dan memasang ratusan jerat.
“Kejahatan terhadap satwa yang dilindungi seperti Harimau Sumatera ini sangat luar biasa. Karenanya kami terus menguatkan intelilijen serta kerjasama dengan berbagai pihak. Mulai level nasional hingga internasional untuk mengungkap kejahatan ini. Kaitannya dengan kejahatan terhadap Harimau Sumatera menggunakan jerat ini, mari kita jerat pelakunya dengan hukum,” kata Rasio Ridho Rani.
Dijelaskan juga oleh Rasio Ridho Rani, dari 2017 hingga Juli 2019, aparat penegak hukum telah berhasil melakukan 536 operasi pengamanan/penangkapan terhadap pelaku peredaran illegal satwa liar, dimana 163 kasusnya berupa perdaganan konvensional. Sebanyak 797 pelakunya berhasil diamankan dan 380 diantaranya telah dijatuhi vonis oleh hakim berupa hukuman penjara dan denda. Sedangkan 104 kasus lainnya masih dalam proses penyidikan dan proses persidangan. Dikatakan juga 155 kasus penyelundupan satwa dilakukan antar kota-antar provinsi-antar negara dan 113 kasus perdagangan illegal secara daring.
ADVERTISEMENT
Ada satu lagi kasus jerat yang terjadi September 2018. Diinformasi telah ditemukan seekor Harimau Sumatera telah tewas tergantung di tepi jurang akibat terjerat kawat baja di perbatasan Desa Muara Lembu dan Pangkalan Indarung, Kabulaten Kuantan Sintang, Propinsi Riau. Mirisnya, Harimau Sumatera betina tersebut diektahu ternyata sedang mengandung. Jadi, jelas sudah masalah jerat ini benar-benar menjadi ancaman yang sangat serius.
Melihat hal tersebut di atas, Ditjen KSDAE terus berkoordinasi dengan para penegak hukum melalui lembaga-lembaga hukum yang berwenang untuk melakukan penindakan tegas terhadap para pelaku pemasang jerat. Termasuk yang menyuruhnya atau aktor intelektual dibelakangnya.