Penolakan Colorblindness: Mengabaikan Ras Bukanlah Solusi terhadap Rasisme

Hasna lathifah hendrawan
Mahasiswa S1 Kedokteran Hewan Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
27 Mei 2023 10:06 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hasna lathifah hendrawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Rasisme. Foto: ShutterStock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Rasisme. Foto: ShutterStock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
“Warna adalah penglihatan pertama dan juga kenikmatan terakhir," begitu kata pelukis terkenal, John Ruskin. Lantas, mengapa dalam isu rasial, kita justru berusaha untuk 'buta warna'?
ADVERTISEMENT
Konsep 'Colorblindness' atau 'buta warna' dalam konteks sosial rasial, bukanlah solusi atas masalah rasisme yang kita hadapi, melainkan dapat menjadi bagian dari masalah itu sendiri.
Pada permukaannya, gagasan 'buta warna' terdengar idealis dan penuh niat baik. Yakni, tidak membedakan individu berdasarkan ras atau warna kulit mereka dan memperlakukan semua orang sama rata. Namun, penolakan terhadap pengakuan ras ini justru dapat memperburuk masalah rasisme, bukan menyelesaikannya.
Melalui lensa 'buta warna', kita mungkin beranggapan bahwa kita telah beranjak dari masa lalu yang rasis. Tetapi, fakta menunjukkan bahwa masalah rasisme masih sangat nyata dan berakar kuat di berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari pendidikan, pekerjaan, hingga hukum dan penegakan hukum.
Ilustrasi rasis. Foto: Getty Images
Menurut data dari NAACP, orang kulit hitam di Amerika Serikat memiliki peluang 5 kali lebih besar untuk dipenjara dibandingkan dengan orang kulit putih. Fakta ini menunjukkan bahwa rasisme sistemik masih ada dan tidak dapat diabaikan.
ADVERTISEMENT
Martin Luther King Jr. pernah mengatakan, "Tidak bisa ada keadilan sosial tanpa pengakuan atas realitas sosial." menjadi 'buta warna' berarti mengabaikan realitas tersebut.
Mengabaikan ras berarti mengabaikan pengalaman dan tantangan unik yang dihadapi oleh kelompok rasial tertentu, termasuk diskriminasi dan rasisme yang mereka alami.
Kita harus mengakui bahwa setiap individu memiliki pengalaman hidup yang berbeda berdasarkan ras mereka. Sebagai contoh, orang-orang berkulit hitam dan kulit berwarna cenderung lebih sering mengalami diskriminasi dan prasangka rasial dibandingkan dengan mereka yang berkulit putih. Mengabaikan ras berarti kita mengabaikan pengalaman dan perjuangan mereka dalam menghadapi rasisme.
Ilustrasi rasis. Foto: Getty Images
Penulis feminis Audre Lorde pernah menulis, "Tidak ada hal yang disebut hidup yang netral," menjadi 'buta warna' bisa berarti kita mengabaikan perbedaan yang ada dan menganggap semua orang memiliki posisi yang sama dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Namun, realitasnya tidak seperti itu. Kita hidup dalam masyarakat yang tidak netral, yang penuh dengan ketidaksetaraan dan diskriminasi, termasuk rasisme.
Sebagai alternatif 'buta warna', kita harus berusaha untuk menjadi 'berwarna penuh'-mengakui, merayakan, dan menghargai perbedaan rasial yang ada di masyarakat kita.
Kita perlu mengakui realitas rasisme dan bekerja untuk mengatasi masalah ini. Kita perlu menghargai perbedaan rasial dan menghormati pengalaman individu sebagai bagian dari ras tertentu.
Ilustrasi mahasiswa ujian. Foto: exam student/Shutterstock
Mari kita ambil contoh konkret dari sektor pendidikan. Menurut studi oleh US Department of Education, siswa berkulit hitam 3,5 kali lebih mungkin mendapatkan hukuman disiplin dibandingkan dengan teman sekelas mereka yang berkulit putih.
Jika kita mengklaim 'buta warna', maka kita tidak akan pernah melihat ketidaksetaraan yang jelas ini dan berusaha memperbaikinya. Melalui pemahaman dan pengakuan atas perbedaan ras, kita dapat mulai mengidentifikasi, menantang, dan memperbaiki ketidakadilan ini.
ADVERTISEMENT
Tentu, dalam menghadapi masalah rasisme ini, bukan berarti kita meniadakan prinsip kesetaraan. Bukannya mencoba meniadakan ras, kita seharusnya mengarah pada konsep 'kesetaraan substantif' — yang mengakui perbedaan dan berusaha mengatasi ketidaksetaraan yang ada.
James Baldwin, seorang penulis dan aktivis sosial, pernah berkata, "Tidak semua yang dihadapi dapat diubah, tetapi tidak ada yang dapat diubah sampai dihadapi." dalam konteks ini, buta warna bukanlah pendekatan yang efektif karena tidak menghadapi realitas rasisme yang ada.
Ilustrasi rasis. Foto: Shutterstock
Sebaliknya, pendekatan yang mengakui dan menghargai perbedaan rasial adalah langkah pertama untuk memahami dan akhirnya memperbaiki ketidakadilan rasial.
Tentu saja, ini tidak berarti bahwa kita harus memandang segalanya melalui lensa ras. Namun, mengakui bahwa ras adalah faktor yang penting dan berdampak dalam hidup kita dan masyarakat kita adalah langkah penting dalam upaya kita untuk mengakhiri rasisme.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, kita harus menantang gagasan 'buta warna' dan menggantinya dengan pengakuan dan penghormatan terhadap perbedaan rasial kita. Seperti yang dikatakan oleh Desmond Tutu, "Kami tidak ingin keadilan tanpa kesetaraan, kami ingin keadilan dengan pengakuan."
Memahami perbedaan kita bukanlah bagian dari masalah-sebaliknya, ini adalah bagian dari solusi. Dengan mengakui, memahami, dan merayakan perbedaan kita, kita dapat bersama-sama bergerak maju menuju masyarakat yang lebih adil, setara, dan inklusif. Tidak dengan menutup mata, tapi dengan membuka mata dan hati kita pada semua warna kehidupan.