Konten dari Pengguna

Bahaya Statuta Tidak Sah Dipedomani dalam Memilih Anggota Dewan Pers

Hendra J Kede
Ketua Dewan Pengawas YLBH Catur Bhakti / Partner pada Kantor Hukum E.S.H.A and Partners / Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI 2017-2022 / Ketua Pengurus Nasional Mapilu-PWI 2003-2013 / Wakil Ketua Dept. Kerjasama dan Komunikasi Umat ICMI Pusat
29 November 2024 10:56 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hendra J Kede tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Dewan Pers. Foto: antara
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Dewan Pers. Foto: antara
ADVERTISEMENT
Dewan Pers kabarnya sudah membentuk Badan Pekerja Pemilihan Anggota (BPPA) Dewan Pers periode 2025-2028. Bahasa umumnya Tim Seleksi Calon Anggota Dewan Pers. Nah, apakah Statuta Dewan Pers yang digunakan sebagai payung hukum kerja BPPA tersebut sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat?
ADVERTISEMENT
Tulisan ini untuk mengingatkan Dewan Pers dan BPPA agar jangan sampai mengeluarkan dana APBN untuk proses seleksi Calon Anggota Dewan Pers, padahal payung hukum proses seleksinya mungkin saja tidak sah. Dewan Pers dan BPPA juga harus ingat bahwa Anggota Dewan Pers periode 2025-2028 seharusnya disiapkan dan dilindungi sedemikian rupa sehingga tidak ada sedikitpun celah untuk dipermasalahkan dari sisi legitimasi hukum.
Terkait keabsahan BPPA, penulis sudah menyampaikan pandangan hukum penulis pada tulisan terdahulu dengan judul : "Bola Panas Dewan Pers Menggelinding Menuju Presiden Prabowo?"

Statuta Dewan Pers dan UU Pers

Rapat paripurna (12/11/2024). Foto: Abid Raihan/kumparan
Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) tidak memiliki Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaannya maupun peraturan perundang-undangan pada level lebih operasional, seperti Peraturan Presiden, yang dikeluarkan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Pemerintah hanya menerbitkan Keputusan Presiden untuk mengesahkan secara administratif hasil kerja BPPA tentang pengesahan Anggota Dewan Pers. Lalu Peraturan Menteri yang membidangi pers untuk menetapkan struktur dan tata kelola Sekretariat Dewan Pers yang dipimpin birokrat karier eselon IIA.
Peraturan lebih operasional dari UU Pers ditetapkan melalui Peraturan Dewan Pers, termasuk dan tidak terbatas Statuta Dewan Pers yang salah satunya mengatur tentang segala sesuatu terkait seleksi dan tim seleksi (BPPA) Calon Anggota Dewan Pers.
Bedanya dengan peraturan yang dikeluarkan oleh seluruh lembaga yang dibentuk dengan UU adalah seluruh peraturan Dewan Pers tidak satu pun yang diundangkan dan dicatatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia maupun Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (lihat tulisan penulis sebelumnya dengan judul "Jika Statuta Dewan Pers Belum Diundangkan")
ADVERTISEMENT
Alasannya, kabarnya, denger-denger, demi menjaga independensi institusi Dewan Pers. Alasan yang bikin sakit perut penulis saja karena ketawa. Lah sekelas Peraturan Mahkamah Agung saja diundangkan kok. Kurang apa harus independennya Mahkamah Agung, cabang kekuasaan yudikatif yang independensinya diperintahkan dan dilindungi langsung  oleh Konstitusi, UUD NKRI 1945?
Hal demikian tentu saja membawa posisi seluruh peraturan Dewan Pers, termasuk Statuta Dewan Pers, dapat diubah suka-suka kapan Dewan Pers mau mengubah saja, kapan mau diganti ya diganti sesuai selera, tinggal jalankan prosedur formal berupa pleno.
Dan pembentukan Peraturan Dewan Pers juga tidak menjalani proses pembentukan sebuah peraturan perundang-undangan sebagaimana diamanahkan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan sebagaimana sudah diubah terakhir dengan UU Nomor  13 Tahun 2022 secara utuh.
ADVERTISEMENT
Dan juga tidak mempedomani Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014  tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 12 Tahun 2011 Pembentukan Peraturan Perundang-undangan secara komperhensif.

Statuta Dewan Pers 2016

Ilustrasi "Pers" Foto: Indra Fauzi
Statuta Dewan Dewan Pers 2016 (Statuta 2026) diberlakukan berdasarkan Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/IX/2016 tentang Statuta Dewan Pers tanggal 8 September 2016; dan berdasarkan (?) Peraturan Dewan Pers Nomor 02/Peraturan-DP/I/2023 tentang Statuta Dewan Pers tanggal 13 Januari 2023.
Menurut hemat penulis, terhadap Statuta 2016 dapat diberlakukan azas hukum administrasi "Presumption of Legality" atau  dalam bahasa latin "Presumptio Iustae Causa". Azas hukum ini menjelaskan bahwa setiap keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dianggap sah dan berlaku hingga ada keputusan hukum yang menyatakan sebaliknya.
ADVERTISEMENT
Apa pun isi Statuta 2016 sah berlaku sepanjang tidak dicabut oleh lembaga pembuatnya (Dewan Pers) atau dibatalkan oleh lembaga yudikatif melalui judicial review (Mahkamah Agung).
Hal itu tidak terlepas dari fakta hukum bahwa Statuta 2016 secara administrasi ditandatangani oleh orang yang berwenang yaitu Ketua Dewan Pers, walaupun tidak diundangkan dan dicatatkan dalam Lembaran Negara dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia. Setidaknya mengikat Dewan Pers dan organ-organnya, termasuk dan tidak terbatas BPPA.
Kalau keluar jelas tidak memiliki kekuatan hukum mengikat karena tidak diundangkan dan dicatatkan dalam Lembaran Negara dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia sehingga dan oleh karena itu pihak eksternal dapat mendalilkan tidak tahu akan adanya Statuta Dewan Pers tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebuah peraturan baru memiliki kekuatan hukum mengikat setelah ditandatangani sebagai bentuk pengesahan oleh orang atau pejabat yang berwenang. Mengikat ke dalam setelah ditandatangani oleh pimpinan institusinya. Mengikat keluar setelah diundangkan oleh pejabat yang berwenang mengundangkan sebuah peraturan.
Sah dan berlakunya secara umum Peraturan Dewan Pers menurut hukum administrasi setelah ditandatangani oleh Ketua Dewan Pers dan diundangkan oleh pejabat yang berwenang mengundangkan dan mencatat sebuah peraturan dalam Lembaran Negara dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia.
Pembahasan selanjutnya hanya terkait untuk menjawab pertanyaan apakah Peraturan Dewan Pers berupa Statuta 2023 sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat dari sisi pengesahan oleh pimpinan institusi Dewan Pers yaitu Ketua Dewan Pers. Sementara terkait pengundangan tidak dibahas karena secara sadar memang tidak diundangkan oleh Dewan Pers.
ADVERTISEMENT

Statuta Dewan Pers 2023

Ilustrasi pers Foto: Nunki Pangaribuan
Pertanyaan pertama yang perlu dijawab adalah siapa Ketua Dewan Pers saat Statuta 2023 diputuskan dalam rapat pleno Dewan Pers tanggal 13 Januari 2023?
Jawaban pastinya tentunya adalah Ketua Dewan Pers yang diangkat dan ditetapkan berdasarkan Statuta sebelum Statuta 2023 itu diputuskan, ditetapkan, dan disahkan. Tidak ada opsi lainnya karena hanya dan hanya Ketua Dewas Pers yang diangkat dan ditetapkan berdasarkan Statuta sebelum Statuta 2023 itu yang berwenang menandatangani Peraturan Dewan Pers tentang Statuta 2023.
Bagaimana jika yang menandatangani Statuta 2023 itu bukan Ketua Dewan Pers yang diangkat dan ditetapkan berdasar Statuta sebelum Statuta 2023?
Semua ahli hukum akan mengatakan tidak ada implikasi hukum apa pun baik ke internal Dewan Pers apalagi ke publik umum. Statuta yang ditandatangani bukan oleh orang yang memiliki kewenangan akan dipandang bahwa tidak tidak ada Peraturan Dewan Pers tentang Statuta itu walaupun dibubuhi stempel basah dan nomor Peraturan sekalipun.
ADVERTISEMENT
Terhadap Statuta yang bukan ditantadatangani oleh orang yang berwenang tidak dapat diberlakukan azas hukum administrasi "Presumption of Legality" atau  dalam bahasa latin "Presumptio Iustae Causa", karena memang dipandang tidak ada.
Ini sama saja, misal, Undang Undang ditandatangani pengesahannya oleh bukan pejabat yang berwenang, seperti ditandatangani oleh Menteri, maka UU itu akan dipandang tidak ada karena yang berwenang menandatangani pengesahan UU adalah Presiden. Kalau ada UU yang seperti itu maka merupakan perbuatan pidana bagi yang menandatanganinya. Dan UU itu dianggap tidak ada dan tidak mengikat siapa pun sama sekali dan tidak memiliki posisi sebagai objek judicial review.
Statuta 2023 ditandatangani oleh Dr. Ninik Rahayu dengan mencantumkan statusnya sebagai Ketua Dewan Pers dalam lembar Peraturan Dewan Pers mengenai Statuta 2023.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya adalah apakah Dr. Ninik Rahayu Ketua Dewan Pers saat pleno penetapan Peraturan Dewan Pers Nomor : 02/Peraturan-DP/I/2023 tentang Statuta Dewan Pers (Statuta 2023) tersebut sehingga dan oleh karenanya memiliki kewenangan menandatangani untuk mengesahkannya?

Ketua Dewan Pers Sebelum Statuta 2023 Disahkan

Azyumardi Azra. Foto: Andika Ramadhan/kumparan
Sepanjang kurun waktu 2016 sampai saat tulisan ini dibuat hanya ada 2 (dua) Peraturan Dewan Pers tentang Statuta yaitu Statuta Dewan Pers tahun 2016 dan Statuta Dewan Pers tahun 2023.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa Ketua Dewan Pers yang berwenang menandatangani Statuta 2023 adalah Ketua Dewan Pers yang ditetapkan berdasarkan Statuta 2016. Tidak ada selain dari pada itu.
Ketua Dewan Pers periode 2022-2025 yang ditetapkan berdasar Statuta 2016 adalah Prof. Dr. Azyunardi Azra. Namun beliau meninggal dunia 18 September 2022. Tentu Prof. Dr. Azyumardi Azra bukan yang memiliki wewenang hukum untuk menandatangani Statuta 2023 tertanggal 13 Januari 2023 tersebut.
ADVERTISEMENT
Pasal 18 Ayat (1) Statuta 2016 menyatakan Wakil Ketua otomatis menjadi Ketua Dewan Pers jika Ketua Dewan Pers berhenti. Wakil Ketua Dewan Pers periode 2022-2025 yang dipilih berdasarkan Statuta 2016 adalah Muhamad Agung Dharmajaya.
Sehingga tentunya yang berwenang menandatangani Statuta Dewan Pers 2023 tanggal 13 Januari 2023 adalah Muhamad Agung Dharmajaya karena merujuk Pasal 18 Ayat (1) Statuta 2016  bahwa per tanggal 18 September 2022 sebagai tanggal wafatnya Ketua Dewan Pers atas nama Prof. Dr. Azyumardi Azra otomatis Ketua Dewan Pers adalah Muhamad Agung Dharmajaya.
Namun karena faktanya ketentuan Wakil Ketua Dewan Pers yang seharusnya otomatis menjadi Ketua Dewan Pers tidak dipedomani oleh Dewan Pers dengan hanya menetapkan Muhamad Agung Dharmajaya sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Dewan Pers, maka itupun tidak memberikan kewenangan kepada siapa pun selain Muhamad Agung Dharmajaya untuk menandatangani Statuta 2023, walaupun sebagai Plt. Ketua Dewan Pers.
ADVERTISEMENT

Implikasi Hukum

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyampaikan sambutan saat diskusi Pemberitaan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak di Jakarta, Selasa (29/10/2024). Foto: Rini Friastuti/kumparan
Faktanya, apa yang dinamakan Statuta Dewan Pers 2023 ditandatangani pengesahannya oleh Dr. Ninik Rahayu.
Faktanya, Muhamad Agung Dharmajaya tidak berhalangan tetap sebagai Wakil Ketua maupun sebagai Anggota Dewan Pers dan masih berstatus Plt Ketua Dewan Pers saat pengesahan Statuta Dewan Pers 2023 itu.
Faktanya, Ninik Rahayu tidak pernah dipilih dan ditetapkan sebagai Ketua Dewan Pers berdasarkan Statuta 2016.
Sehingga dengan demikian, hanya dan hanya Muhamad Agung Dharmajaya yang berwenang menandatangani pengesahan berlakunya Statuta 2023. Tanpa ditandatangani oleh Muhamad Agung Dharmajaya, entah sebagai Ketua atau Plt. Ketua Dewan Pers, maka Statuta Dewan Pers 2023 tidak pernah ada.
Bukan dianggap tidak ada alias batal demi hukum. Kalau batal demi hukum itu kewenangan lembaga peradilan yang memutuskan dan baru berlaku semenjak ada Putusan inkrah pengadilan. Sementara ini, benar-benar tidak ada.
ADVERTISEMENT

Pedoman Seleksi Calon Anggota Dewan Pers oleh BPPA

Ilustrasi wartawan. Foto: Shutter Stock
Memperhatikan penjelasan di atas, penulis berpendapat sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Belum terlambat bagi Dewan Pers untuk berbenah dan kembali ke koridor hukum saat bekerja, mumpung proses seleksi Calon Anggota Dewan Pers belum dimulai.
Apalagi ujung dari kerja BPPA ini adalah Keputusan Presiden tentang Pengesahan Anggota Dewan Pers 2025-2028 yang akan diterbitkan Presiden Prabowo Subianto.
Dewan Pers, kalaupun tidak bisa meringankan beban Presiden Prabowo dalam rangka mewujudkan Indonesia Emas 2045, janganlah memberi beban yang tidak perlu kepada Presiden dengan nantinya meminta Presiden menerbitkan Keputusan Presiden tentang Pengesahan Anggota Dewan Pers periode 2025-2028 yang sangat sarat dengan potensi masalah hukum.
Di samping itu kasihan juga Anggota Dewan Pers terpilih tersebut nantinya, apalagi institusi Dewan Pers dan komunitas pers Indonesia.
Terima kasih