Hey PSSI, Kamu tuh Enggak Diajak

Herlambang Fadlan Sejati
Alumnus FH Univ. Gadjah Mada yang selalu mencintai musik dan sepakbola
Konten dari Pengguna
9 Oktober 2022 21:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Herlambang Fadlan Sejati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
“….. bagianmu koyo biasane, bagian seng nglarani aku wae… (bagianmu seperti biasanya, bagian yang menyakitiku saja) – Klebus, Ngatmombilung.
ADVERTISEMENT
Mayoritas pengikut persepakbolaan di Indonesia tentu sepakat bahwa PSSI seperti kisah pilu asmara di sinetron Indosiar, karena sebagai pihak yang tampil ketika prestasi muncul dan menghilang ketika masalah muncul. Menyakitkan bukan?!. Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang merupakan puncak dari keburukan PSSI yang terjadi bertahun-tahun. Keburukan PSSI sempat terkuak melalui acara yang dipandu Najwa Shihab dan dikemas dengan tema “PSSI Bisa Apa”. Apesnya, sekalipun sudah terkuak PSSI tetap tidak serius berbenah secara komprehensif, padahal acara “PSSI Bisa Apa” sudah 6 jilid dan disiarkan media secara terbuka.
Presiden Indonesia Bapak Joko Widodo bersama Bapak Gianni Infantino selaku Presiden Federation Internationale de Football Association (FIFA) telah melakukan pembicaraan melalui saluran telepon, dan kemudian FIFA mengirim surat sebagai tindak lanjut atas komunikasi tersebut. Substansi surat tersebut disampaikan oleh Presiden Indonesia melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, yang pada intinya akan dilakukan kolaborasi antara FIFA-Asian Football Confederation (AFC)- Pemerintah untuk melakukan transformasi sepakbola di Indonesia. Menarik dicermati, siapa pihak yang tidak disebut dalam hal ini? Adalah Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Secara kelembagaan PSSI memang bagian dari Pemerintah Indonesia, namun pernyataan resmi mengenai urusan sepakbola nasional dengan tidak menyebut sama sekali PSSI yang merupakan lembaga khusus dalam bidang keolahragaan tersebut adalah tamparan keras bagi PSSI, plaaaak.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari Football Fandom yang mengutip pernyataan Bung Towel, komentator bola kawakan Indonesia yang pernah bekerja sebagai jurnalis olahraga di Bandung Pos, bahwa polemik kontroversial wasit, standarisasi stadion, lisensi pelatih kiper musim lalu, dan terbaru Tragedi di Kanjuruhan sudah cukup untuk momentum reformasi PSSI. Pihak yang harus mundur bisa dimulai dari Ketua PSSI. Tragedi di Kanjuruhan berawal dari kompetisi resmi di bawah naungan Liga Indonesia Baru (LIB), yang mendapat mandat pelaksanaan dari PSSI sebagai organisasi tertinggi bidang sepakbola di Indonesia.
Direktur LIB ditetapkan menjadi tersangka Tragedi Stadion Kanjuruhan karena tidak melakukan verifikasi terhadap Stadion Kanjuruhan. Artinya Ketua PSSI pun seharusnya ikut menjadi tersangka dan/atau bertanggung jawab. Pada tahun 2021 PSSI menyatakan Arema FC adalah klub yang sudah berlisensi AFC sehingga dapat tampil di level internasional. Salah satu aspek penilaian adalah infrastruktur klub. Faktanya, stadion Kanjuruhan sebagai kandang Arema FC saja memakan korban meninggal begitu banyak, karena sistem keamanan stadion yang tidak dapat meminimalisir dampak saat terjadi kerusuhan, bahkan pintu stadion saja harus menunggu dibuka, masih konsep pintu konvensional. Artikel 31 FIFA Stadium Safety and Security Regulations menyatakan, “all access gates must be able to be opened or closed quickly without causing any danger or hazard. The gates shall be designed to withstand pressure from large crowds of people …”, artinya semua pintu stadion harus dibuka atau ditutup dengan cepat tanpa menimbulkan bahaya. Gerbang harus dirancang untuk menahan tekanan dari kerumuman. Adapun Artikel 32 menyatakan “all emergency gates must be able to be opened quickly and easily towards the field of play ……, artinya semua pintu darurat stadion harus dibuka dengan cepat dan mudah juga, dilanjutkan “…. all emergency exits shall be staffed at all times and not secured by locks”, artinya semua pintu darurat keluar harus dijaga terus oleh staf dan tidak dikunci.
ADVERTISEMENT
Penilaian PSSI keliru ketika menetapkan Arema FC sudah berlisensi AFC. Pintu gerbang Stadion Kanjuruhan Malang tidak bersistem buka tutup cepat (otomatis) karena harus menunggu staf untuk membuka gembok dan bahkan pintu darurat tidak ada/tidak berfungsi. Terbukti korban yang meninggal rata-rata tergeletak di depan pintu gerbang.
Salah satu pintu gerbang di Stadion Kanjuruhan sebagai saksi bisu kematian para Aremania. Foto: @bjatremeh/twitter.
PSSI merasa tidak bertanggung jawab dengan alasan Pasal 3 ayat 1d Regulasi Keselamatan dan Keamanan PSSI 2021 yang berbunyi, “Panpel menjamin, membebaskan, dan melepaskan PSSI (beserta para petugasnya) dari segala tuntutan oleh pihak manapun dan menyatakan bahwa Panpel bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kecelakaan, kerusakan dan kerugian lain yang mungkin timbul berkaitan dengan pelaksanaan peraturan ini”. Parahnya, Pasal tersebut diikuti oleh PT LIB melalui Pasal 3 ayat 6 Regulasi Liga 1 2022/2023 yang berbunyi, “Klub menjamin, membebaskan, dan melepaskan LIB terhadap segala tuntutan dari pihak manapun dan menyatakan bahwa klub bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kecelakaan, kerusakan, dan kerugian lain yang mungkin timbul berkaitan dengan pertandingan yang dilaksanakan oleh klub”.
ADVERTISEMENT
Secara hukum, klausul pembebasan dan pelepasan tanggung jawab seperti itu tidak dibenarkan karena melanggar asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian, yaitu penyalahgunaan keadaan. Ahli hukum J. Satrio menyatakan salah satu ciri-ciri terjadinya hal tersebut ketika terdapat kerugian yang sangat besar bagi salah satu pihak. Hasilnya? Pasal kebal hukum dari LIB dapat diterobos, sehingga Direktur LIB menjadi tersangka. PSSI merasa kedudukannya lebih tinggi daripada LIB, sedangkan LIB merasa kedudukannya lebih tinggi daripada klub, sehingga memunculkan pasal penyalahgunaan keadaan. Kolaborasi yang diinisiasi FIFA harus merubah pasal-pasal model “jalur penyelamat” seperti itu.
PSSI telah mencederai tujuan hukum yang juga meliputi keadilan dan kemanfaatan, bukan hanya kepastian hukum. Tidak adil karena PT LIB yang secara langsung di bawah naungan PSSI saja dipersalahkan karena tidak memverifikasi stadion, lha kok PSSI merasa tidak bisa dipersalahkan padahal tahun 2021 telah menetapkan stadion tersebut berlisensi AFC, faktanya tidak layak. Tidak manfaat karena PSSI tahun lalu telah menetapkan stadion Kanjuruhan sebagai bagian infrastruktur dari Arema FC yang layak lisensi AFC, padahal melalui surat terkini FIFA akan membangun standar keamanan stadion di seluruh Indonesia mengingat stadion Kanjuruhan tidak layak. Pekerjaan tahun 2021 ketika PSSI menilai Arema FC sebagai klub berlisensi AFC adalah sia-sia. PSSI tampil paling depan untuk hajat internasional, namun giliran ada masalah lepas dari tanggung jawab. Sungguh menyakitkan bukan?!, pantas saja Presiden Indonesia tidak mengajak PSSI untuk kolaborasi.
ADVERTISEMENT