Konten dari Pengguna

Doni Salmanan: Aset Kembali, Bebas Ganti Rugi, dan Pentingnya Literasi Finansial

Hery Subandri
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
23 Desember 2022 19:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hery Subandri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Kamis, (15/12/2022) Doni salmanan mendapatkan putusan dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bale Bandung bahwa dia tidak harus mengganti kerugian pengguna aplikasi opsi binari Quotex. Doni tidak wajib mengganti kerugian itu karena dianggap tidak terbukti melanggar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) seperti yang didakwakan jaksa.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut membuat para korban menjadi kesal. Mereka semakin kesal karena hukuman juga terlampau ringan, yaitu hanya divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 10 Miliar subsider 6 bulan. Parah, bukan?
Bukan Hal Baru
Apa yang bergulir tentang Doni Salman sebenarnya bukan hal baru. Ada juga crazy rich yang terjerat kasus serupa, yaitu Indra Kenz. Keduanya sama-sama bergulat dalam dunia investasi yang menggiurkan, namun sama-sama kelam: bodong. Doni salman tersangkut kasus platform binary option Quotex. Sementara Indra Kenz tersangka terkait dugaan kasus penipuan pada investasi binary option melalui aplikasi Binomo.
Sungguh disayangkan, melihat kejadian yang telah sedemikian rupa, nyatanya masyarakat masih banyak yang tergiur untuk mengikuti investasi-investasi semacam itu. Singkat saja, pola pikir masyarakat ini sebenarnya ingin kaya tanpa kerja keras. Titik sesingkat itu.
ADVERTISEMENT
Investasi-investasi semacam itu sebenarnya sudah lama ada. Muhammad Fajar Fadhillah menuliskan di kompas.tv bahwa investasi bodong tersebut sudah ada sejak 1968. Fajar mengulik berita-berita yang terbit di Kompas dengan pola yang kurang lebih sama. Bedanya dengan era Doni Salmanan dan Indra Kenz hanya soal media teknologi digital.
Era Doni Salmanan dan Indra Kenz ini menarik karena mereka memanfaatkan media sosial sebagai influencer. Dalam postingan mereka di media sosial, mereka menampilkan serba-serbi kemewahan yang pada akhirnya membuat pengikut mereka tergiur akan kesuksesan dalam usia yang terbilang masih muda. Apalagi nama mereka tenar ketika masyarakat mulai mengalami keruntuhan akibat pandemi. Pada akhirnya “pesugihan” semacam itu dianggap sebagai alternatif untuk memulihkan keadaan ekonomi yang berantakan.
ADVERTISEMENT
Investasi-investasi seperti itu kiranya juga sebenarnya ramai di sekitar kehidupan kita, namun kurang terpantau dan beda media. Apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi? Ada dua hal sebenarnya yang patut digaris bawahi.
Otoritas yang Perlu Lebih Optimal
Pola investasi bodong yang sejak lama bercokol tersebut tentunya tak berkelindan begitu saja. Jika digali lebih dalam, regulasi tentang investasi bisa saja kurang serius dalam mengakomodir wadah-wadah investasi yang ada saat ini.
Peran hukum juga seharusnya memiliki urgensi besar. Melihat vonis yang dijatuhkan kepada Doni Salman diatas, kita jadi perlu mempertanyakan ulang, sejauh mana hukum di Indonesia berperan pada pelaku investasi bodong tersebut? Pasalnya hukuman yang ringan, harta dikembalikan, lalu korban tidak mendapat ganti rugi, terdengar cukup tidak adil. Setelah dipenjara beberapa tahun, Doni Salmanan bebas dan setelah itu ia akan tetap kaya. Sedangkan korban?
ADVERTISEMENT
Dari kenyataan tersebut, seorang pengacara kondang sekaliber Hotman Paris pun turut berkomentar. Hotman mengunggah sebuah foto tangkapan layar sebuah berita media online di laman Instagram-nya pada Kamis, 15 Desember 2022. Dalam judul berita yang diunggah Hotman Paris tersebut memperlihatkan perbandingan hukuman yang diberikan untuk Doni Salmanan dan Indra Kenz. Di mana letak perbedaannya? Jika Doni tak dihukum membayar ganti rugi, sedangkan aset milik Indra Kenz disita atau lebih tepatnya dirampas negara. Postingan tersebut oleh Hotman Paris diberi caption “What? Why? Parahhh”. Dari sana nampak jelas bahwa Hotman tengah mempertanyakan putusan itu.
Jelas, bahwa dari kasus di atas perlu dijadikan evaluasi besar-besaran bagi penegak hukum. Karena apa yang terjadi sangat tidak menguntungkan korban. Para korban yang sebelumnya tidak memahami apa-apa dan tergiur begitu saja sungguh merasa dirugikan—dimiskinkan. Sepatutnya harta yang dirampas itu digunakan untuk mengganti kerugian para korban yang mencapai ratusan juta.
ADVERTISEMENT
Namun hal lain yang perlu diperhatikan pula oleh masyarakat adalah kesadaran tentang investasi tersebut. Oleh karenanya selanjutnya saya akan memaparkan pentingnya literasi finansial agar kejadian investasi bodong tidak lagi terulang.
Literasi Finansial
Banyak masyarakat yang pikirnya masih menginginkan kekayaan dan hidup mewah namun enggan untuk kerja keras. Ditambah lagi sistem kuasa yang acapkali tak sejalan dan tak layak serta peran influencer yang mendominasi media sosial lalu mengajak pengikutnya untuk berinvestasi. Lagi-lagi, janji hanya janji. Mereka dirugikan, investasinya bodong, dan “pesugihan” jaman now tersebut selalu membutuhkan tumbal.
Oleh karena itu untuk mengantisipasi hal tersebut, kita perlu upaya yang menyadarkan dan mencerahkan—setidaknya untuk diri sendiri. Upaya tersebut salah satunya memahami literasi finansial.
ADVERTISEMENT
Literasi finansial adalah kemampuan untuk memahami dan menggunakan berbagai rupa keterampilan finansial, termasuk di dalamnya manajemen finansial, budgeting, dan investasi secara efektif.
Perlu dipahami, setiap investasi selalu memiliki risiko. Semakin tinggi nilai investasi, semakin tinggi pula risikonya. Maka dari itu perlunya kita dengan literasi finansial. Semakin tinggi dasar literasi finansial, semakin rendah risiko menjadi korban penipuan.
Membicarakan literasi finansial, Gerakan Literasi Nasional dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendefinisikan literasi finansial sebagai kecakapan untuk mengaplikasikan pemahaman tentang konsep dan risiko, keterampilan agar mampu membuat keputusan efektif dalam konteks finansial guna meningkatkan kesejahteraan finansial. Hal tersebut dilakukan secara individu maupun sosial, serta mampu berkontribusi dalam lingkungan masyarakat.
Terdapat 5 komponen untuk mengukur sejauh mana literasi finansial seseorang, yaitu:
ADVERTISEMENT
1.Berapa banyak uang yang didapatkan, termasuk penghasilan tetap, pendapatan lain, dan pajak yang perlu dibayar.
2.Bagaimana cara menabung dan berinvestasi, lalu bagaimana membangun dana darurat serta menyisihkan uang untuk tujuan finansial jangka pendek atau jangka panjang.
3.Bagaimana cara melindungi uang melalui asuransi dan mengetahui cara terhindar dari penipuan.
4.Bagaimana mengelola pengeluaran dengan cermat melalui budgeting dan mengkomparasikan harga saat berbelanja.
5.Bagaimana cara meminjam uang dengan bunga serendah mungkin, dan bagaimana memangun kredit yang baik dengan habit pembayaran cicilan di waktu yang tepat.
Dengan memahami dasar literasi finansial, setidaknya kita tak mudah tertipu oleh tawaran investasi yang menggiurkan. Selain itu, pihak otoritas yang memiliki regulasi penuh terhadap hal-hal tentang investasi perlu melakukan tindakan yang tegas agar masyarakat dapat sejahtera dan tak mudah tertipu oleh “pesugihan” model baru tersebut.
ADVERTISEMENT