Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
16 Ramadhan 1446 HMinggu, 16 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Gratifikasi yang Mengarah kepada Suap dalam Hadiah untuk Guru
16 Maret 2025 2:35 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Hilman Firdaus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada momen-momen tertentu, guru biasa mendapatkan hadiah dari muridnya atau dari orang tua muridnya, baik yang diberikan secara pribadi maupun secara kolektif kelas. Seperti momen menjelang lebaran sekarang ini, wacana pemberian hadiah kepada guru kembali muncul ke permukaan. Pro dan kontra terjadi. Di kubu pro, argumen yang disampaikan adalah bingkisan lebaran sebagai tanda terima kasih. Di kubu kontra, argumen yang disampaikan adalah hadiah yang diterima dari orang tua murid masuk kategori gratifikasi.

Munculnya istilah gratifikasi dalam perdebatan pemberian hadiah kepada guru tentu memunculkan pertanyaan: apa itu gratifikasi? Karena pembahasan tentang gratifikasi tanpa memahami apa itu gratifikasi akan membawa pada perdebatan yang tak kunjung selesai. Untuk itu hal pertama yang harus dilakukan adalah mengulik terlebih dahulu arti dari gratifikasi.
ADVERTISEMENT
Apa itu Gratifikasi?
Dalam laman KBBI Online Kemendikbud, gratifikasi merupakan kata benda yang berarti “pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat yang diperoleh”. Pengertian ini bersifat netral. Di luar konteks pergeseran makna yang sudah terjadi, gratifikasi adalah sesuatu yang lumrah terjadi ketika seseorang mendapatkan layanan atau manfaat dari sesuatu. Lantas kenapa makna kata ini bergeser ke arah negatif?
Hal ini tidak terlepas dari UU No. 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Pada pasal 12B disebutkan bahwa “setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya”. Meskipun masalah ini secara tersurat tidak mendefinisikan gratifikasi, namun bergandengnya kata “gratifikasi” dengan kata “suap” membuat istilah gratifikasi seolah-seolah sama dengan suap.
ADVERTISEMENT
Padahal sebenarnya gratifikasi dan suap adalah dua hal yang terpisah sebagaimana tercantum pada pasal 12B di atas. Gratifikasi adalah pemberian; pemberian ini bisa menjadi suap ketika ada kondisi tertentu yang berhubungan dengan jabatan yang dimiliki oleh si penerima pemberian.
Siapa Subjek Gratifikasi?
Dalam UU tersebut tersurat disebutkan “gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara”. Implikasi hukum dari pasal tersebut sebenarnya terang benderang. Karena yang tersebut dalam UU adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara, maka pegawai swasta yang menerima gratifikasi tidak termasuk ke dalam kategori subyek penerima “gratifikasi yang dianggap suap”.
Secara hukum pidana seperti itu. Meskipun tidak menutup kemungkinan pihak swasta memiliki peraturan kode etik tersendiri yang melarang pegawai yang bekerja menerima hadiah dari klien atau costumer yang berpotensi mengarah pada suap. Hal yang sama berlaku bagi guru di sekolah swasta yang pembiayaannya berasal dari orang tua. Secara implikasi hukum pidana seharusnya guru di bawah naungan yayasan tidak masuk ke dalam subyek gratifikasi yang dianggap suap.
ADVERTISEMENT
Apa Saja Objek Gratifikasi?
Secara umum, objek gratifikasi adalah semua jenis pemberian, baik berupa benda fisik maupun non-fisik. Beberapa contoh objek gratifikasi di antaranya pemberian uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya.
Dalam konteks guru yang mendapat bingkisan lebaran, objek gratifikasi biasanya berupa benda-benda fisik seperti sembako, makanan jadi, pakaian, perlengkapan ibadah, aksesoris, atau barang-barang lain yang menurut penilaian orang tua murid dibutuhkan oleh guru tersebut.
Gratifikasi vs. Suap dalam Hadiah kepada Guru
Kembali kepada pengertian asal dalam KBBI, gratifikasi adalah pemberian karena layanan atau manfaat yang diperoleh. Artinya, orang tua atau murid yang memberi hadiah kepada guru karena guru sudah memberikan layanan atau manfaat bisa disebut sudah memberikan gratifikasi. Pemberian ini berpotensi menjadi suap ketika memenuhi dua syarat merujuk pada Pasal 12B UU No. 21/2001: berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban.
ADVERTISEMENT
Sebagai ilustrasi, Orang Tua Murid A memberikan bingkisan lebaran kepada wali kelas anaknya yaitu Guru B. Pada saat memberikan bingkisan tersebut, Orang Tua Murid A mengucapkan terima kasih atas pendampingan yang diberikan Guru B kepada anaknya. Di luar ucapan terima kasih itu, keduanya berbincang banyak tentang perkembangan Murid A, beratnya tugas Guru B, dan obrolan santai lainnya. Ilustrasi ini menunjukkan Guru B telah menerima Gratifikasi dari Orang Tua Murid A.
Gratifikasi tersebut hanya berhenti sebagai gratifikasi ketika Orang Tua Murid A selesai memberi hadiah, lalu pulang, dan tidak pernah mengajukan permintaan apapun kepada Guru B terkait anaknya. Merujuk pada pasal 12B, gratifikasi tersebut berubah menjadi suap ketika Orang Tua Murid A berkata kepada Guru B: “tolong nilai anak saya di Mapel 1, Mapel, 2, Mapel 3, dan Mapel 4 dibantu supaya bisa di atas 80”. Permintaan yang mengikuti hadiah ini masuk dalam kategori “berhubungan dengan jabatan” yaitu sebagai wali kelas dan “berlawanan dengan kewajiban” yaitu memberi nilai secara obyektif.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, dalam membahas pemberian hadiah kepada guru, terutama guru swasta yang tidak mendapatkan gaji dari pemerintah, kita harus terlebih dahulu menetralkan istilah gratifikasi dan secara lebih spesifik membahas isu suap. Karena, merujuk pada pasa 12B di
atas: semua pemberian adalah gratifikasi, tapi tidak semua gratifikasi adalah suap.