Konten dari Pengguna

Riuh Rendah Kebijakan Gas LPG 3 Kilogram

Unisa Yogyakarta
Universitas Aisyiyah Yogyakarta (UNISA) sebagai sebuah institusi pendidikan tinggi berdiri sejak 6 Juni 1991. Dengan pengalaman lebih dari 30 tahun UNISA Yogyakarta bertransformasi menjadi sebuah universitas berwawasan kesehatan.
6 Februari 2025 11:34 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Unisa Yogyakarta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dinamika mengenai kebijakan gas LPG subsidi 3 kilogram (kg) masih terus menjadi perbincangan dan kerap menjadi ajang perdebatan ditengah masyarakat. Disatu sisi, gas LPG 3 kg dianggap sebagai solusi tepat bagi masyarakat pasca kebijakan konversi gas, namun disisi lain dengan konsep subsidi yang ditanggung oleh APBN, keberadaan gas LPG 3 kg dianggap menjadi beban bagi pemerintah. Jika menilik sejarah, kehadiran gas LPG subsidi 3 kg tidak lepas dari peran pemerintahan era SBY-Jusuf Kalla, Jusuf Kalla yang ketika itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI dianggap sebagai pihak yang berjasa dalam upaya konversi minyak tanah ke gas yang secara matematis dianggap dapat menghemat anggaran negara hingga triliunan rupiah.
kebijakan gas LPG 3 kilogram
zoom-in-whitePerbesar
kebijakan gas LPG 3 kilogram
Dalam perjalanannya, meskipun sempat mengalami Fase Cultural Jump pada rentang tahun 2007-2010, dimana masyarakat masih gagap penyesuaian, rentetan kecelakaan teknis dan bahkan ledakan dalam penggunaan gas 3 kg, nyatanya kebijakan alih konversi ini lambat laun dapat diterima oleh masyarakat luas. Puncak manfaat dari kebijakan ini terlihat pada tahun 2015, ditandai dengan menurunnya penggunaaan minyak tanah dari 9.85 juta kilo liter pada tahun 2007 menjadi hanya 850 ribu kilo liter pada tahun 2015.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan menekan penggunaan minyak tanah dan pemaksimalan penggunaan gas LPG 3 kg ternyata masih menyimpan beberapa masalah terselubung. Pemerintah memang berhasil menekan penggunaan minyak tanah, namun skema subsidi yang diterapkan pada distribusi dan penggunaan gas LPG 3 kg membuat kemampuan anggaran pemerintah mulai terganggu. Salah satu momen krusial terjadi pada rentang tahun 2016-2020 dimana pemerintah terus berupaya mencari cara terbaik dalam menerapkan system subsidi tertutup guna memastikan distribusi gas LPG 3 kg lebih tepat sasaran.

Kebijakan Trial and Error

Berbicara mengenai implementasi kebijakan untuk hajat masyarakat luas, kita harus mengakui bahwa akurasi data dan teknis pelaksanaan hampir selalu menjadi kendala dalam berbagai penerapan kebijakan di Indonesia, tidak terkecuali mengenai implementasi subsidi gas LPG 3 kg. Patut diakui bahwa distribusi dan penggunaan gas LPG 3 kg masih banyak yang belum tepat sasaran. Kondisi ini pada akhirnya membuat pemerintah “terpaksa” mencoba menerapkan kebijakan trial and error untuk mengatasi masalah tersebut secara jangka pendek.
ADVERTISEMENT
Namun sayangnya, dalam konteks pelaksanaan kebijakan distribusi gas LPG 3 kg ini pemerintah dianggap kurang koordinasi, salah kalkulasi dan melupakan aspek dampak kebijakan. Kebijakan yang dianggap mendadak, kurang sosialisasi, dan tidak memihak kepada masyarakat pada akhirnya mendapat respon negatif dari berbagai kalangan. Baik mereka yang menggunakan gas LPG 3 kg maupun tidak. Publik tidak dapat menerima, ketika kebutuhan dasar dan sangat privat seperti memasak di dapur rumah harus dilalui dengan proses antrian panjang dan memakan waktu yang lama di pangkalan gas. Lebih parahnya lagi, dilaporkan di beberapa lokasi antrian tersebut sampai merenggut korban jiwa. Hal tersebut tentu tidak dapat diterima oleh akal sehat masyarakat yang tinggal di negara yang dianggap mampu mengelola sumber daya alamnya (terutama gas alam).
ADVERTISEMENT
Desakan pembatalan alur distribusi gas LPG 3 kg yang tersentral di pangkalan resmi Pertamina terus menggema dan cepat menyebar. Pada akhirnya kebijakan tersebut dibatalkan oleh para pembuat kebijakan sebelumnya. Lagi dan lagi, mekanisme kebijakan trial and error digunakan untuk menguji respon publik. Pola seperti ini menunjukkan bahwa seringkali kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan kurang reasonable dan tidak melalui proses kajian yang mendalam serta terstruktur.
Subsidi gas LPG 3 kg yang mencapai angka Rp87 triliun tiap tahun memang dapat dikategorikan sebagai sektor yang membebani anggaran negara. Namun, merubah kebijakan secara drastis tanpa memperhitungkan dampak jangka pendek maupun jangka panjang juga berpotensi membuat situasi masyarakat menjadi chaos. Diperlukan koordinasi, pemikiran, komitmen dan eksekusi yang matang guna memastikan penyaluran gas 3 kg ini nantinya lebih tepat sasaran. Salah satu cara yang dapat dijadikan alternatif guna memastikan subsidi gas 3 kg dapat lebih tepat sasaran adalah melalui penyederhanaan proses dan verifikasi kelayakan penerima subsidi gas 3 kg melalui sistem digital. System digital berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) masyarakat dapat diterapkan baik terhadap penjual pada tingkat pangkalan dan pengecer serta konsumen rumah tangga. Perlu dibangun sistem digital yang komprehensif dan kuat agar antara penjual dan pembeli terverifikasi sebagai pihak yang memang layak mendapatkan subsidi. Sistem digital yang kuat dan terintegrasi diyakini dapat meminimalisir terjadinya penyalahgunaan penyaluran subsidi gas LPG 3 kg.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, kebutuhan dasar masyarakat sudah selayaknya dijamin keberlangsungannya dengan baik oleh pemerintah. Tugas pemerintah memastikan segala bentuk kebutuhan dasar masyarakat dapat dipenuhi dengan mudah, aman dan nyaman. Kualitas kebijakan publik menjadi kunci jawaban yang harus diberikan kepada pemerintah kepada masyarakat. Hal tersebut hanya dapat dipenuhi melalui proses yang matang dan terstruktur dengan baik.
Penulis : Gerry Katon Mahendra, S.IP., M.I.P.-Administrasi Publik UNISA Yogyakarta