Konten dari Pengguna

Mengganti Kurikulum: Solusi atau Beban Baru bagi Dunia Pendidikan?

Iis Winaningsih
Profesi sebagai guru di SMAN 1 Tegalwaru
6 November 2024 10:52 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Iis Winaningsih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
foto ilustrasi perubahan kurikulum (dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
foto ilustrasi perubahan kurikulum (dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang digelar pada Minggu, 20 Oktober 2024 didampingi para menteri pilihan terbaiknya termasuk menteri pendidikan,diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan yang terjadi di negara kita. Harapan masyarakat sangat besar mengingat janji politik yang pernah disampaikan oleh presiden dan wakil presiden ketika masih menjadi capres dan cawapres. Namun semakin tinggi kita berharap, maka semakin tinggi pula kekecewaan kita jika ekspektasi tidak sesuai dengan realita.
ADVERTISEMENT
Perubahan yang signifikan terjadi di dunia Pendidikan. Keluhan demi
keluhan, ketidakpuasan terhadap kurikulum merdeka mencuat laksana air sungai yang terbendung sekian lama kemudian membobol bendungan hingga banjir cacian. Kita merasa bahwa kurikulum merdeka adalah suatu beban yang luar biasa dan sangat tidak sesuai, menyebabkan kegaduhan dan kekecewaan dari berbagai pihak.
Lantas, perlukah kita membuat kurikulum baru atau kembali menggunakan kurikulum yang sebelumnya yaitu kurikulum 2013? Apakah kurikulum baru dapat menjawab tantangan zaman?
Pernahkah kita memikirkan apa dampak yang akan terjadi jika kurikulum berganti lagi? Kita coba renungkan dampak bagi para guru maupun pada siswa jika kurikulum berganti lagi.
Dampak perubahan kurikulum jika diganti lagi antara lain:
1. Beban kerja guru meningkat
ADVERTISEMENT
Kurikulum sebelumnya belum dipahami, dikuasai, dan dinikmati, kemudian muncul kurikulum baru lagi yang harus dipahami, dikuasai, dinikmati, dan diterapkan dalam pembelajaran dengan siswa. Guru harus mengikuti lagi pelatihan untuk mempelajari kurikulum baru, sehingga meninggalkan siswa untuk belajar mandiri.
2. Kurangnya waktu persiapan
Pergantian kurikulum seperti ‘tahu bulat’ yang mantap disantap saat ‘digoreng dadakan’. Itu ‘tahu bulat’ tapi tidak dengan dunia
pendidikan. Suatu sistem kebijakan tidak bisa sekonyong-konyong jadi, sekolah harus mengimplementasikan dalam kurun waktu tertentu, serba cepat, serba expres, namun kesiapan dari guru sendiri terseok-seok, terpincang-pincang, bahkan mungkin ‘ngesot’ untuk mengikuti perubahan tersebut.
3. Ketidakpastian
‘Digantung itu tidak nyaman, kawan!’ kata anak-anak remaja-remaja ‘alay’. Tapi memang benar, ketika dunia pendidikan memiliki sistem yang tidak pasti maka guru yang merupakan ‘supir’ bagi siswa akan ikut limbung dalam menyampaikan pembelajaran. Berpikir tentang materi pelajaran yang berbeda, terutama masa depan siswa yang belum pasti.
ADVERTISEMENT
4. Tekanan psikologis
Kurikulum baru dapat memberikan tekanan psikologis bagi guru. Ketakutan salah dalam mengimplementasikan kurikulumnya, takut kurikulum tidak sesuai dengan siswa, takut ditegur oleh pimpinan jika tidak dapat menerapkan kurikulum baru. Tekanan ini justru dapat menyebabkan turunnya semangat guru dalam mengajar.
Bukan hanya bagi guru, dampak perubahan kurikulum juga dirasakan oleh putra-putri kita. Siswa adalah subjek dari dunia pendidikan. Dampak bagi siswa akibat perubahan kurikulum antara lain:
1. Kebingungan
Guru saja bingung apalagi siswa. Begitulah realita yang terjadi di sekolah. Ketika kurikulum berganti bukan hanya guru, bahkan siswa pun akan merasa kebingungan karena terjadi perubahan lagi. Siswa akan bertanya-tanya ‘kenapa sih beda lagi?’ ‘Berarti yang sebelumnya salah, ya?’. Konsep anak, jika sesuatu harus diganti maka artinya ‘salah’ jika salah maka sia-sia dong yang sudah dipelajari selama ini. Hal ini akan berdampak penurunan minat dan semangat belajar mereka.
ADVERTISEMENT
2. Ketidakstabilan Pembelajaran
Perubahan kurikulum akan mempengaruhi pembelajaran di kelas. Hal ini berdampak langsung adalah siswa. Pembelajaran siswa menjadi tidak stabil, berubah-ubah, dan mengganggu kontinuitasnya.
3. Ketidakmerataan Capaian
Capaian pembelajaran menjadi tidak merata karena perbedaan kemampuan siswa dalam memahami materi pembelajaran. Dengan adanya perubahan kurikulum baru, bagi siswa yang memiliki kemampuan dapat dengan mudah beradaptasi, namun bagi yang memiliki kesulitan belajar mungkin akan semakin tertinggal.
4. Tekanan Akademik
Kurikulum berganti salah satunya akibat ketidakpuasan hasil Pendidikan. Maka standar penilaian akan semakin tinggi. Hal ini
menyebabkan tekanan akademik bagi siswa. Siswa semakin terbebani dan semakin berdampak pada semangat belajarnya.
Itulah dampak jika terjadi perubahan kurikulum baik bagi guru maupun bagi siswa. Lalu apakah seharusnya kurikulum itu tidak boleh berubah?
ADVERTISEMENT
Kurikulum sah-sah saja untuk berubah karena kurikulum bersifat dinamis dan harus bisa beradaptasi dengan perubahan zaman. Namun perlu kita harus memperhatikan berbagai aspek terutama kebutuhan guru dan siswa yang merupakan subjek langsung dalam penerapan kurikulum.
Agar perubahan kurikulum tidak terlalu berdampak negative maka perlu dilakukan beberapa hal yakni:
1. Perencanaan yang matang
Perubahan suatu system yang sangat luas perlu perencanaan yang sangat matang dari berbagai sudut pandang. Perlu analisis yang mendalam dan meluas agar kurikulum Pendidikan dapat diimplementasikan di seluruh pelosok Indonesia bukan pada daerah tertentu saja.
2. Sosialisasi yang efektif dan efisien
Sosialisasi secara menyeluruh tapi efektif dan efisien. Terlalu sering berganti kurikulum menyebabkan sebagian guru pesimis terhadap kurikulum baru. ‘Ah, kurikulum baru, sama saja kok, nanti juga ganti lagi, gimana kita weh, ngajar mah’, hal ini sering kita dengar dari para guru senior yang sudah makan asam garam sehingga paham betul dinamika perubahan kurikulum Pendidikan. Oleh karena perlu dilakukan sosialisasi yang efektif agar kurikulum baru dapat direalisasikan.
ADVERTISEMENT
3. Dukungan sumber daya
Ketika membuat kebijakan kurikulum baru maka sebaiknya pemerintah menyertai kebijakan tersebut dengan sumber daya yang memadai sehingga implementasi kurikulum dapat dilakukan.
4. Melakukan evaluasi berkala
Evaluasi dilakukan bukan untuk penekanan terhadap guru atau siswa karena akan berdampak tekanan psikologis dan akademik, namun penilaian lebih pada mengatasi masalah dan memberikan solusi bagi permasalahan.
5. Kolaborasikan kurikulum sebelumnya
Kurikulum dibuat tidak ada yang buruk semuanya bertujuan baik dan untuk kepentingan kemajuan Pendidikan. Maka tidak perlu anti kurikulum lama, sehingga menghapus semua hal yang berbau ‘kurmer’ namun gali kembali hal yang bermanfaat dan perbaiki yang kurang tepat.
Semoga dunia Pendidikan kita akan menjadi baik-baik saja dan meningkat menjadi sangat baik sehingga luar biasa.
ADVERTISEMENT