Konten dari Pengguna

Difabel Bukan Halangan bagi Fikar untuk Lulus S3 di Inggris

Indonesia Mengglobal
Indonesia Mengglobal adalah sebuah organisasi nirlaba yang bertujuan untuk menjadi sarana informasi dan sumber inspirasi bagi masyarakat Indonesia untuk menempuh pendidikan dan meniti karir di kancah global. Kunjungi www.indonesiamengglobal.com
11 Agustus 2021 12:03 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indonesia Mengglobal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Zulfikar Rakhmat di depan kampus University of Manchester (Sumber: Dok. pribadi Zulfikar Rakhmat)
zoom-in-whitePerbesar
Zulfikar Rakhmat di depan kampus University of Manchester (Sumber: Dok. pribadi Zulfikar Rakhmat)
ADVERTISEMENT
Di bulan Agustus ini, Indonesia Mengglobal merayakan bulan miladnya dengan tema celebrating resilience. Setelah lebih dari setahun pandemi Covid-19 melanda dunia, Indonesia Mengglobal ingin mengangkat cerita-cerita masyarakat Indonesia di seluruh dunia yang menginspirasi kita untuk terus bertahan mengejar impian walau dihadapi berbagai tantangan.
ADVERTISEMENT
Berikut wawancara Indonesia Mengglobal dengan Muhammad Zulfikar Rakhmat, pemuda asal Pati, Jawa Tengah, yang terlahir dengan keterbatasan motorik. Setelah menghadapi tantangan bertubi-tubi dalam menempuh pendidikan di Indonesia, ia berhasil melanjutkan studi SMA dan S1 di Qatar, lalu S2 dan S3 di Manchester, Inggris. Ia berharap kisahnya bisa menginspirasi teman-teman di Indonesia untuk terus mengejar impian setinggi-tingginya.

Indonesia Mengglobal (IM): Hai Mas Fikar! Boleh ceritakan sedikit tentang latar belakangmu?

Zulfikar Rakhmat (ZR): Saya terlahir dengan asphyxia neonatal yang mengakibatkan saraf motorik saya terganggu. Kondisi ini menyebabkan saya baru dapat berdiri ketika usia tiga tahun dan bahkan ketika SD saya belum dapat berjalan sempurna. Selain itu, saya juga kesulitan menulis dan tulisan saya sukar dibaca.
ADVERTISEMENT
Orang tua saya kesulitan mencari sekolah yang mau menerima saya. Banyak yang menyarankan agar saya dimasukkan ke sekolah luar biasa. Akan tetapi, ayah saya tetap mengusahakan agar saya dapat bersekolah di sekolah biasa dengan kurikulum pada umumnya mengingat saya hanya memiliki keterbatasan fisik saja.
Pada akhirnya, setelah proses perjuangan mendaftar ke berbagai sekolah dan melobi ke berbagai institusi, saya dapat diterima bersekolah dengan syarat saya menjalani serangkaian tes yang berbeda dan jauh lebih banyak daripada anak yang lain untuk membuktikan bahwa saya mampu.

IM: Setelah diterima di sekolah tersebut, adakah tantangan yang dihadapi selama belajar di sana?

ZR: Tidak jarang saya mengalami bullying baik dari teman sekolah, guru, dan bahkan lingkungan sekitar rumah saya. Bahkan tidak hanya bully secara verbal, tetapi secara fisik juga pernah saya alami.
ADVERTISEMENT
Saya teringat ketika salah satu guru menertawai cita-cita saya yang ingin menjadi guru mengingat saya tidak dapat menulis dengan baik. Namun, di sisi lain, hal tersebut semakin memperkuat semangat saya agar tidak menjadi guru yang demikian dan dapat menerima murid dalam kondisi apapun. Saya juga mendapat dorongan semangat dari orang tua saya agar saya tetap berjuang dan jangan membiarkan keterbatasan ini menghambat saya mencapai impian saya.
Selain faktor lingkungan, dari segi teknis, saya menghadapi cukup banyak tantangan, misalnya pada saat ujian nasional. Saya harus meminta izin hingga ke tingkat nasional agar saya dapat memperoleh bantuan asisten untuk membantu saya menulis. Maka dari itu, tidak hanya dari segi substansi saja, tetapi saya juga perlu berkutat dengan aspek teknis agar saya dapat menyampaikan jawaban saya dengan bantuan asisten.
ADVERTISEMENT
Sisi positifnya, pada saat saya SMP, saya bertemu seorang guru yang percaya ada jalan dan saya diberikan laptop bekas untuk penulisan. Pengalaman saya membaik ketika saya lanjut studi ke SMA di Qatar mengikuti orang tua yang pindah karena pekerjaannya.

IM: Bagaimana pengalamanmu studi di Qatar? Apakah kamu juga menghadapi perlakuan yang sama seperti di Indonesia?

ZR: Pengalaman saya studi di Qatar sangat baik sekali. Saya mendapatkan perlakuan yang baik dari teman-teman sekitar maupun guru saya. Di sekolah saya, mereka sangat suportif terhadap pelajar difabel seperti saya. Akibatnya, saya menjadi bersemangat sekolah dan mendapatkan prestasi yang tinggi dan bahkan lulus sebagai siswa terbaik di SMA tersebut.
Berbekal prestasi tersebut, saya mendapatkan beasiswa penuh dari pemerintah Qatar untuk melanjutkan studi S1 di Qatar University. Pada akhirnya, saya lulus dalam waktu tiga tahun sebagai mahasiswa berprestasi nasional kedua dengan IPK 3,93. Bersyukurnya, saya mendapatkan beasiswa lanjutan untuk menyelesaikan studi pascasarjana.
ADVERTISEMENT

IM: Sungguh menarik! Lalu, apa alasanmu untuk melanjutkan studi pascasarjana di Inggris?

ZR: Saya memilih studi lanjut ke Manchester, Inggris karena dua alasan utama. Pertama, faktor personal, di mana saya sangat tertarik ke Inggris, dan saya banyak membaca tentang Inggris ketika bersekolah dahulu.
Kedua, dari faktor akademis, saya mempelajari ilmu hubungan internasional di mana cukup banyak teori-teori ini berasal dari para teoris-teoris di Inggris. Salah satunya Dr. Stuart Shields, yang menjadi pembimbing saya ketika saya studi doktoral.

IM: Bagaimana pengalaman selama studi dengan keterbatasan di Manchester? Apakah ada hambatan khusus?

ZR: Pengalaman berkuliah di University of Manchester sangat baik. Fasilitas kampus sangat akomodatif. Proses pendaftaran kampus hanya dengan mengisi formulir dan saya jujur dengan kondisi saya. Karena kondisi ini, saya diberikan satu asisten yang membantu proses aplikasi saya. Saya mendapatkan conditional offer, yang mana saya masih harus menyertakan dokumen IELTS.
ADVERTISEMENT
Tantangannya justru pada saat persiapan dokumen persyaratan seperti IELTS, terutama dengan waktu sekitar 1,5 bulan menuju tanggal keberangkatan saya. Untuk mengikuti tes IELTS, saat itu saya harus mengirimkan surat ke British Council pusat di Inggris karena British Council Indonesia belum berpengalaman dengan orang yang tidak dapat menulis. Dalam kasus lain seperti orang yang tidak dapat mendengar, maka bagian listening dapat dihapuskan.
Singkat cerita, saya diberikan asisten yang membantu saya menulis pada saat tes IELTS. Ketika sesi writing misalkan, saya perlu usaha ekstra karena saya harus mengeja per huruf dari kata yang saya maksud kepada asisten. Jadi, tantangannya tidak hanya dari segi substansi, tetapi dari segi teknis.
Dalam keseharian saya di Manchester, sudah tidak ada kendala khusus yang berarti karena saya cukup menggunakan komputer untuk menulis. Selain pengalaman akademik, saya juga sempat magang di Washington Post dan bahkan menjadi Ketua Departemen Internal Perkumpulan Pelajar Indonesia United Kingdom (PPI UK).
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, saya dapat menyelesaikan S2 saya dalam setahun dan juga mendapatkan rekomendasi dari pembimbing saya untuk lanjut studi S3 di sana dengan beasiswa dari pemerintah Qatar. Kemudian, saya menyelesaikan program S3 saya dalam waktu tiga tahun, ketika saya berusia 26 tahun.
Saya lalu memutuskan untuk kembali ke Indonesia untuk merealisasikan cita-cita saya menjadi seorang pengajar, tetapi bukan di sekolah melainkan di perguruan tinggi. Selain sebagai pembuktian diri, saya ingin membawa perubahan di Indonesia semampu saya, dengan menjadi seorang pengajar yang baik yang mendorong mahasiswa-mahasiswa saya agar terus belajar.
Fikar bersama ibunya saat upacara kelulusan di University of Manchester (Sumber: Dok. pribadi Zulfikar Rakhmat)

IM: Adakah tips yang ingin kamu bagikan kepada seseorang yang juga berharap untuk mendapatkan beasiswa untuk studi di luar negeri?

ZR: Pesan pertama saya terutama untuk teman-teman yang difabel bahwa semuanya itu mungkin. saya yakin dengan dukungan doa, keyakinan, dan kerja keras, maka teman-teman lainnya juga dapat mencapai hal-hal yang diinginkan. Saya melihat bahwa belakangan ini cukup banyak teman-teman difabel dapat bersekolah sampai ke luar negeri.
ADVERTISEMENT
Pesan kedua saya adalah kita harus percaya bahwa setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri. Hal yang harus diperhatikan adalah kelebihan dari setiap orang. Saya melihat bahwa teman-teman difabel kerap tidak dapat mengembangkan potensinya secara maksimal karena keterbatasan akses pendidikan dan kesempatan. Maka dari itu, saya kira sangat penting untuk membantu mereka semaksimal mungkin.
---
Profil Narasumber: Muhammad Zulfikar Rakhmat adalah dosen Departemen Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia. Sebelumnya, Ia menyelesaikan pendidikan S2 dan S3 bidang politik di University of Manchester dan pendidikan S1 di Qatar University. Zulfikar juga adalah pendiri Sekolabilitas, sebuah yayasan yang membantu pelajar dengan disabilitas untuk mendapatkan akses pendidikan.
Profil Penulis: Haryanto adalah Content Director untuk UK & Europe Indonesia Mengglobal 2021-2022. Penulis menyelesaikan pendidikan S2 pada program Master in Environmental Sciences di Wageningen University and Research dan pendidikan S1 pada program kimia Institut Teknologi Bandung.
ADVERTISEMENT