Konten dari Pengguna

Body Shaming, Bentuk Penghinaan yang Perlu Tindakan Tegas

Irman Ichandri
Guru SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Ketua Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Alumni S1 PPKn Universitas Sriwijaya, Alumni S2 Magister Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang.
20 Juni 2024 14:40 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irman Ichandri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi body shaming. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi body shaming. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Body shaming, atau penghinaan terhadap penampilan fisik seseorang, telah menjadi isu sosial yang semakin mendesak untuk ditangani. Dalam era digital ini, di mana interaksi sosial sering terjadi secara virtual, penghinaan fisik dapat menyebar dengan cepat dan menyebabkan dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental dan emosional individu.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, tindakan body shaming dapat dikategorikan sebagai penghinaan dan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Artikel ini akan mengupas tuntas tentang bagaimana body shaming dikategorikan dalam hukum, dampaknya terhadap korban, dan mengapa tindakan tegas perlu diambil untuk menangani masalah ini.

Body Shaming dalam Perspektif Hukum

KUHP Indonesia memiliki beberapa pasal yang relevan dengan tindakan body shaming. Pasal 310 KUHP mengatur tentang pencemaran nama baik, sementara Pasal 315 KUHP mengatur tentang penghinaan ringan. Body shaming dapat memenuhi unsur-unsur dalam pasal-pasal ini ketika tindakan tersebut dilakukan dengan sengaja untuk menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, baik secara lisan, tulisan, maupun melalui media sosial.
ADVERTISEMENT
Pasal 310 ayat (1) KUHP menyebutkan bahwa "barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."
Ayat (2) dari pasal yang sama memperberat hukuman jika tindakan tersebut dilakukan melalui tulisan atau gambaran yang disiarkan di muka umum. Dalam konteks body shaming, mengolok-olok penampilan fisik seseorang di media sosial jelas termasuk dalam kategori ini.
Lebih lanjut, Pasal 315 KUHP mengatur penghinaan ringan yang dilakukan di muka umum, yang bisa dikenakan hukuman penjara hingga empat bulan dua minggu atau denda. Ini berarti bahwa tindakan body shaming secara langsung, seperti mengolok-olok penampilan seseorang di depan orang lain, dapat diproses secara hukum sebagai penghinaan ringan.
ADVERTISEMENT
Selain KUHP, UU ITE juga memiliki ketentuan yang relevan. Pasal 27 ayat (3) UU ITE menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dapat diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta. Dalam konteks era digital, di mana body shaming sering terjadi di media sosial, pasal ini sangat relevan.

Dampak Body Shaming Terhadap Korban

Body shaming tidak hanya sekadar penghinaan biasa; dampaknya terhadap korban bisa sangat mendalam dan bertahan lama. Secara psikologis, body shaming dapat menyebabkan rendah diri, depresi, kecemasan, gangguan makan, hingga bunuh diri.
ADVERTISEMENT
Ketika seseorang dihina karena penampilannya, hal ini bisa merusak rasa percaya diri dan harga diri mereka. Terlebih lagi, dalam masyarakat yang sangat mementingkan penampilan fisik, penghinaan semacam ini bisa menambah tekanan sosial yang sudah ada.
Di media sosial, di mana segala sesuatu bisa tersebar luas dalam waktu singkat, dampak body shaming bisa lebih parah. Korban mungkin merasa terasing dan malu, serta takut untuk berinteraksi sosial baik secara online maupun offline. Mereka juga mungkin menghadapi tekanan dari komentar negatif yang berulang kali muncul, memperparah kondisi mental mereka.
Contoh kasus yang sering terjadi adalah anak-anak dan remaja yang menjadi korban body shaming di sekolah atau di media sosial. Mereka mungkin menghadapi bullying yang terus-menerus dari teman sekelas atau pengguna media sosial lainnya. Hal ini bisa menyebabkan mereka enggan untuk pergi ke sekolah, menurunnya prestasi akademis, dan mengembangkan masalah kesehatan mental yang serius.
ADVERTISEMENT
Contoh Kasus: Salah satu contoh kasus yang menghebohkan di media sosial adalah ketika seorang influencer muda yang sedang naik daun di Indonesia menjadi korban body shaming yang masif. Ia dihina secara terbuka oleh sejumlah pengguna media sosial karena berat badannya yang dianggap berlebihan. Komentar-komentar yang tidak berdasar dan menghina tersebar luas di berbagai platform, mempengaruhi baik kehidupan pribadinya maupun kariernya.
Meskipun sang influencer mencoba untuk mengabaikan komentar negatif tersebut, dampaknya terhadap kesehatan mentalnya tidak bisa diabaikan. Ia mulai merasa rendah diri dan mengalami kecemasan yang berkepanjangan. Akibatnya, kinerjanya dalam pekerjaan menurun drastis dan ia semakin mengisolasi diri dari lingkungan sosialnya.
Pada akhirnya, sang influencer memilih untuk melaporkan beberapa akun yang dianggap melakukan penghinaan berlebihan ke pihak berwenang. Beberapa pelaku kemudian dihukum sesuai dengan UU ITE, namun proses ini tidak menghapus sepenuhnya dampak psikologis yang sudah ia alami.
ADVERTISEMENT

Mengapa Tindakan Tegas Diperlukan

Melihat dampak yang begitu besar terhadap korban, tindakan tegas terhadap pelaku body shaming sangat diperlukan. Hukum harus ditegakkan dengan tegas untuk memberikan efek jera dan melindungi korban dari dampak negatif lebih lanjut. Tindakan tegas juga penting untuk mengirimkan pesan bahwa penghinaan terhadap penampilan fisik seseorang adalah tindakan yang tidak dapat diterima dalam masyarakat yang beradab.
Selain penegakan hukum, edukasi dan kesadaran sosial juga perlu ditingkatkan. Masyarakat harus diajarkan untuk menghargai perbedaan dan tidak menghakimi orang lain berdasarkan penampilan fisik mereka. Program-program pendidikan di sekolah dan kampanye sosial di media dapat membantu menanamkan nilai-nilai ini sejak dini.

Kasus Body Shaming dan Penegakan Hukum

Salah satu contoh kasus body shaming yang mendapat perhatian luas adalah kasus penghinaan terhadap artis atau selebritas di media sosial. Banyak selebritas di Indonesia yang menjadi korban body shaming, menerima komentar negatif tentang penampilan mereka secara terus-menerus. Beberapa dari mereka telah melaporkan kasus ini ke pihak berwenang, dan pelaku telah dikenakan sanksi sesuai dengan UU ITE.
ADVERTISEMENT
Contoh lainnya adalah kasus di mana seorang pelajar menjadi korban body shaming oleh teman-temannya di sekolah dan media sosial. Kasus ini menunjukkan bagaimana body shaming bisa terjadi di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak-anak dan remaja. Dalam beberapa kasus, pelaku body shaming di sekolah telah dikenakan sanksi disiplin, dan pihak sekolah bekerja sama dengan orang tua untuk memberikan pendidikan tentang bahaya body shaming.
Namun, masih banyak kasus body shaming yang tidak dilaporkan atau tidak ditangani dengan serius. Korban sering merasa takut atau malu untuk melaporkan, atau tidak yakin bahwa laporan mereka akan ditindaklanjuti. Oleh karena itu, penting bagi pihak berwenang untuk meningkatkan upaya penegakan hukum dan memberikan dukungan kepada korban untuk melapor.
ADVERTISEMENT

Peran Media dan Teknologi dalam Mengatasi Body Shaming

Media dan teknologi memainkan peran ganda dalam masalah body shaming. Di satu sisi, media sosial adalah tempat di mana body shaming sering terjadi. Di sisi lain, media dan teknologi juga dapat menjadi alat yang kuat untuk mengatasi masalah ini.
Platform media sosial perlu lebih aktif dalam memantau dan menghapus konten yang berisi penghinaan fisik. Mereka juga bisa bekerja sama dengan organisasi non-pemerintah dan pemerintah untuk menjalankan kampanye anti-body shaming.
Pengembangan teknologi seperti alat pemantauan otomatis yang dapat mendeteksi dan menghapus komentar yang bersifat menghina juga dapat membantu mengurangi body shaming. Selain itu, kampanye online yang mempromosikan citra tubuh yang positif dan inklusif dapat membantu mengubah pandangan masyarakat tentang standar kecantikan yang sempit.
ADVERTISEMENT

Kesimpulan

Body shaming adalah bentuk penghinaan yang serius dan dapat menyebabkan dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan mental dan emosional korban. Di Indonesia, tindakan ini dapat diatur oleh KUHP dan UU ITE, yang menyediakan kerangka hukum untuk menindak pelaku penghinaan fisik.
Dampak body shaming terhadap korban menunjukkan pentingnya penegakan hukum yang tegas dan edukasi sosial yang berkelanjutan. Dengan langkah-langkah ini, kita dapat bekerja menuju masyarakat yang lebih menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi martabat setiap individu, terlepas dari penampilan fisik mereka.