Mengukir Keabadian Lewat Tulisan

Jocelyn Valencia
Jocelyn is a Journalism Student at Universitas Multimedia Nusantara. Her enthusiasm for being a young journalist drives her to continuously improve her skills and stay update with the latest trends and developments in the industry
Konten dari Pengguna
15 September 2022 13:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jocelyn Valencia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Tak semua orang suka menulis. Namun, ternyata menulis itu menyenangkan dan dapat menjadi wadah untuk mengukir keabadian.

Berkarya lewat tulisan. Image by <a href="https://www.freepik.com/free-photo/close-up-hand-writing-notebook-top-view_12977095.htm#query=writing&position=7&from_view=search">Freepik</a>
zoom-in-whitePerbesar
Berkarya lewat tulisan. Image by <a href="https://www.freepik.com/free-photo/close-up-hand-writing-notebook-top-view_12977095.htm#query=writing&position=7&from_view=search">Freepik</a>
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sihar Ramses Simatupang, memilih menulis sebagai medianya untuk bereksplorasi, berkreasi, dan berimajinasi. Di zaman modern, tidak sedikit orang yang menganggap menulis itu adalah kegiatan yang membosankan. Padahal, dengan menulis, setiap orang bisa mencurahkan isi hati dan pikiran mereka dengan lebih leluasa. Inilah yang membuat seniman kelahiran Jakarta, 1 Oktober 1974 bisa menghasilkan berbagai karya sastra indah yang telah dinikmati banyak orang hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Kegemarannya dalam menulis muncul ketika ia duduk di bangku SMA. Sihar tak pernah menyangka dari kesenangannya menulis diari kala itu membuat ia tahu bahwa menulis adalah bagian dari dirinya. Menulis bagaikan talenta yang sudah melekat dalam dirinya dari Tuhan.
“Suka menulis itu berawal dari masa SMA yang nulis diari. Namun, karena saya laki-laki agar tidak diejek sama teman dan orang tua akhirnya coba nulis puisi atau sajak gitu dengan simbol-simbol dan lambang sastra,” ujarnya ketika diwawancara.
Sejak saat itu, Sihar aktif mengikuti berbagai kegiatan sekolah yang berhubungan dengan karya tulis-menulis. Ia juga aktif membacakan puisi dan pidato saat ada acara-acara tertentu di sekolahnya. Bahkan, setiap ada kegiatan membuat majalah dinding (mading), Sihar selalu menjadi pilihan pertama teman-temannya untuk menghiasi mading dengan berbagai puisi indahnya. Tak berhenti sampai di situ, perjalanan menulisnya juga terus berlanjut ketika ia berkuliah.
ADVERTISEMENT
“Setelah tahu saya bisa dan suka menulis puisi, buku, novel, di kuliah saya juga sering mengirimkan cerpen dan puisi kepada beberapa kantor berita seperti Karya Darma, itu mendapat Rp25.000 untuk tiap karya, di Surabaya Post Rp40.000, dan di Memorandum sekitar Rp60.000-Rp80.000. Buat tambahan uang jajan juga karena orang tua dulu nggak memberi banyak,” ucapnya.
Keahlian menulisnya terus ia kembangkan dengan baik. Ia tidak pernah bosan menulis karena baginya menulis bagaikan mengukir sebuah sejarah. Bagi Sihar menulis itu sebagai sebuah properti yang bisa ditinggalkan jika seseorang telah tiada. Menulis sama dengan memberikan sumbangan yang tak terikat waktu sehingga bisa dinikmati kapan saja dan sepanjang masa. Sebuah karya sastra tidak terikat dengan 5W+1H, tetapi sastra adalah tulisan yang dibuat dengan lebih menggunakan hati dan logika.
ADVERTISEMENT
“Menulis itu juga bisa menjadi sarana untuk membangkitkan semangat rakyat dan membantu kejayaan bangsa Indonesia. Dengan menulis kita bisa menyadarkan generasi ke generasi bahwa bangsa kita harus mandiri dan mencurahkan isi hati kita dengan lebih bebas. Dulu saya pernah juga berpidato saat kerusuhan 1998 di Surabaya dan itu membantu menyuarakan isi hati dan pikiran masyarakat,” ujarnya.
Baginya, menulis itu bersifat abadi. Dengan kebiasaannya untuk menulis di tempat yang sepi dan kekonsistenannya itu, hingga saat ini, Sihar Ramses Simatupang telah menghasilkan banyak karya yang menakjubkan. Bahkan, karyan puisinya yang berjudul “Larung” sempat dialih wahanakan menjadi sebuah film yang juga bisa ditonton oleh masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, karya-karya puisi dan cerpennya yang terkenal adalah Antologi Sastra Nusantara (Yogyakarta, 2012), Akulah Musi (Dewan Kesenian Sumatera Selatan, 2011), serta Empat Amanat Hujan (Dewan Kesenian Jakarta, 2010), Malam Bulan puisinya dibacakan di Radio Nederland Suara Indonesia (Ranesi). Karyanya berupa esai, cerpen, dan puisi juga dimuat di berbagai media cetak. Tak hanya itu, beliau juga kerap dilibatkan sebagai juri teater di berbagai tempat.
“Intinya, sama halnya dengan macan yang meninggalkan belang, gajah yang meninggalkan gading, begitu pula dengan manusia. Manusia mati meninggalkan budi, tetapi dengan menjadi sastrawan dan menulis, manusia bisa meninggalkan karya di sepanjang masa hidupnya,” tutupnya dengan sebuah pesan bagi generasi muda.