Konten dari Pengguna

Apa Pola Represif dari Teori Getrude Jaeger? Ini Penjelasannya

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
13 Desember 2023 17:17 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pola Represif adalah Teori Getrude Jaeger, Ini Penjelasannya. Foto: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Pola Represif adalah Teori Getrude Jaeger, Ini Penjelasannya. Foto: Pexels
ADVERTISEMENT
Pola represif adalah teori sosial yang dikemukakan Getrude Jaeger, seorang sosiolog yang menyelidiki pola sosialisasi.
ADVERTISEMENT
Getrude Jaeger menemukan bahwa ternyata ada dua pola yang berbeda dalam interaksi sosial manusia, yakni pola represif dan pola partisipatif.
Pola represif adalah proses sosialisasi yang menekankan pada hukuman. Sementara pola partisipatif menekankan pada penghargaan.
Kedua pola ini sangat berbeda dan penting untuk dipahami. Simak penjelasan selengkapnya di bawah ini.

Pola Sosialisasi Menurut Getrude Jaeger

Pola Sosialisasi Menurut Getrude Jaeger. Foto: Pexels
Pola sosialisasi mengacu pada cara-cara yang dipakai dalam sosialisasi. Menurut Getrude Jaeger, pola sosialisasi di masyarakat ada dua, yakni pola sosialisasi represif dan pola sosialisasi partisipatif, berikut penjelasannya.

1. Pola Represif

Pola sosialisasi represif (repressive socialization) adalah proses sosialisasi yang menekankan pada pemberian hukuman pada setiap kesalahan.
Pola sosialisasi ini cenderung satu arah, di mana hanya ada pemberi pesan dan penerima pesan. Si penerima pesan harus mematuhi segala yang dikatakan atau diperintahkan pemberi pesan.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, biasanya pola sosialisasi represif ini dilakukan pihak yang otoriter atau suka memerintah. Sebab, tonggak utama sosialisasi represif adalah kepatuhan dan komunikasi satu arah.
Jika si penerima pesan tidak patuh terhadap perintah, maka akan diberi sanksi atau hukuman atas ketidakpatuhan itu.
Pola sosialisasi represif ini hadir dengan tujuan menciptakan keseragaman sikap dan perilaku sebagaimana yang dikehendaki pihak lain.
Dalam konteks politik, biasanya penguasa melaksanakan pola sosialisasi represif dengan alasan stabilitas politik, pendidikan politik, maupun kesatuan dan persatuan politik.
Dengan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ciri utama pola represif adalah pemberian sanksi atau hukuman atas ketidakpatuhan, serta komunikasi satu arah, artinya tidak memperbolehkan lawan bicara untuk menanggapi pesan.
ADVERTISEMENT
Contoh sosialisasi represif adalah sebagai berikut:

2. Pola Partisipatif

Sosialisasi partisipatif juga menekankan pada pemberian hukuman kepada mereka yang dinilai tidak sesuai dengan apa yang dikatakan pihak lain.
Namun, pola sosialisasi ini juga menekankan pada pemberian imbalan saat seseorang berperilaku baik. Jadi, terdapat keseimbangan perilaku dalam pola sosialisasi ini.
Secara sederhana, pola partisipatif dapat dipahami dengan memerhatikan ciri-cirinya berikut ini.
ADVERTISEMENT
Adapun contoh sosialisasi partisipatoris adalah sebagai berikut.

Tipe Sosialisasi

Tipe Sosialisasi. Foto: Pexels
Terdapat dua tipe sosialisasi, yakni sosialisasi formal dan informal. Simak penjelasannya berikut ini.

1. Sosialisasi Formal

Sosialisasi formal adalah sosialisasi yang terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwewenang. Lembaga tersebut bersifat resmi, memiliki legitimasi atau izin dari pemerintah, serta tidak berdasarkan sifat kekeluargaan.
Contoh sosialisasi formal adalah proses belajar-mengajar di sekolah. Di lingkungan sekolah, terjadi proses sosialisasi antara murid, guru, maupun karyawan sekolah sambil mengikuti aturan lembaga yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Contoh lain sosialisasi formal adalah dinas kesehatan, dinas pertanian dan lain sebagainya. Tujuan diadakan sosialisasi ini adalah agar masyarakat mengetahui tata nilai atau peraturan baru yang telah disahkan oleh pemerintah.

2. Sosialisasi Informal

Sosialisasi informal adalah sosialisasi yang terjadi di luar lembaga resmi, misalnya di tengah-tengah masyarakat. Sosialisasi informal terjadi di lingkungan yang bersifat kekeluargaan, contohnya lingkungan pertemanan, klub, atau kelompok-kelompok sosial.
Sosialisasi informal merupakan proses asimilasi sikap, nilai, dan pola perilaku yang didapatkan dalam kehidupan pribadi. Oleh karena itu, sosialisasi informal juga punya peran penting dalam pembentukan kepribadian seseorang.
Sosialisasi informal tidak terikat oleh aturan-aturan resmi atau baku dari lembaga tertentu seperti dalam sosialisasi formal. Meski demikian, setiap orang yang terlibat dalam sosialisasi jenis ini tetap terikat oleh norma yang berlaku di masyarakat.
ADVERTISEMENT

Tahap-tahap Sosialisasi

Tahap-tahap Sosialisasi. Foto: Pexels
Sosialisasi dibedakan menjadi 2 tahap, berikut penjelasannya.

1. Sosialisasi Primer

Sosialisasi primer adalah sosialisasi yang paling awal dalam kehidupan manusia. Ini dimulai sejak manusia masih kecil, ketika mereka mulai mengenal anggota keluarga dan orang di sekitar mereka.
Sosialisasi primer menjadi proses pemasyarakatan atau pembudidayaan tentang nilai-nilai, adat istiadat, kebiasaan, dan peraturan ketika masih ada dalam asuhan keluarga.
Pada masa ini, individu secara bertahap mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya. Nah, peran orang tua sebagai agen sosialisasi sangat penting pada masa ini. Dalam tahap ini pula kepribadian seorang anak akan terbentuk.

2. Sosialisasi Sekunder

Sosialisasi sekunder adalah proses sosialisasi lanjutan dari sosialisasi primer. Ini adalah tahap memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu di masyarakat dalam bentuk resosialisasi dan desosialisasi.
ADVERTISEMENT
Proses resosialisasi adalah pemberian suatu identitas diri yang baru kepada seseorang, sedangkan dalam proses desosialisasi seseorang mengalami pencabutan identitas diri yang lama.
Agen sosialisasi dalam tahap ini adalah lembaga pendidikan, lembaga pekerjaan dan lingkungan dari keluarga. Sosialisasi sekunder pun merupakan jenis sosialisasi yang berlangsung sampai akhir hayat.
(DEL)